Kemenperin Imbau Industri Penuhi Baku Mutu Limbah

Reading time: 3 menit
pemulung Indonesia
Kemenperin Imbau Industri Penuhi Baku Mutu Limbah. Foto: Shutterstock.

Industri berperan penting dalam peningkatan ekonomi dan daya saing Indonesia. Meski begitu, produktivitas industri berimbas pada produksi limbah. Hal ini tentu merupakan dampak negatif mengingat limbah tersebut dapat mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan.

Jakarta (Greeners) – Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Doddy Rahadi, meminta industri memenuhi kualitas limbah produksi agar tetap sesuai ketentuan pemerintah yakni di bawah baku mutu limbah.

Hal ini mencakup limbah cair, gas, maupun padat agar tidak mencemari lingkungan. Di sisi lain, industri juga harus memiliki paradigma barua menganggap limbah sebagai sumber daya atau resource.

“Paradigma lama yang menganggap limbah adalah cost tidak berlaku lagi. Kini limbah sudah dianggap sebagai resource,” ujar Doddy dalam FGD: Industri Daur Ulang yang Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan, Jumat, (8/1/2021).

Kemenperin Dorong Industri Daur Ulang sebagai Industri Prioritas

Lebih jauh Doddy menyebut pemerintah telah menetapkan industri daur ulang sebagai industri prioritas. Menurutnya, kehadiran industri daur ulang sangat penting untuk mengatasi permasalahan limbah hasil produksi industri.

Kemenperin, lanjut dia, mendukung keberlangsungan industri daur ulang mulai dari sumber daya manusia, sumber daya alam, insentif, teknologi, dan sarana prasarana.

Di sisi lain, kehadiran industri daur ulang juga harus mampu mendukung industri prioritas lain dalam penyediaan bahan baku. Doddy merinci industri prioritas yang merujuk pada sepuluh industri sesuai Rencana Strategis 2015-2019, yaitu:

1. Industri pangan.

2. Industri farmasi, kosmetik dan alat kesehatan.

3. Industri tekstil, kulit, alas kaki dan aneka.

4. Industri alat transportasi.

5. Industri elektronika dan telematika (ICT).

6. Industri pembangkit energi.

7. Industri barang modal, komponen dan bahan penolong serta jasa industri.

8. Industri hulu agro.

9. Industri logam dasar dan bahan galian bukan logam.

10. Industri kimia dasar berbasis minyak dan gas (migas) dan batu bara.

Pengumpul Sampah

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Doddy Rahadi, menilai penerapan model ekonomi sirkular akan membuat industri prioritas berdaya saing. Foto: shutterstock

Dia menilai penerapan model ekonomi sirkular akan membuat industri prioritas tersebut berdaya saing. Pasalnya, penerapan ekonomi sirkular akan membuat bahan baku industri prioritas terpenuhi dari industri daur ulang.

Industri daur ulang menggunakan konsep ekonomi sirkular. Konsep ini, lanjutnya, memiliki empat paradigma dalam basis bahan baku dan produk. Keempat paradigma ini yaitu

1. Penerapan manajemen bahan baku yang baik.

2. Penggunaan bahan yang ramah lingkungan.

3. Penggunaan limbah sebagai bahan baku.

4. Perpanjangan umur pakai produk.

Circular economy berbasis pada proses. Terdapat paradigma 5-R yaitu repair, reduce, reuse, recycle dan recovery. Adapun disposal atau pembuangan merupakan proses yang sebisa mungkin dihindari dalam circular economy,”jelasnya.

KLHK Tekankan Kapasitas Sektor Informal dalam Industri Daur Ulang

Pada kesempatan tersebut, Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, menyebut sektor informal yaitu pemulung dan pengepul menjadi bagian penting sebagai penyuplai terbesar bahan baku industri daur ulang.

Novrizal mencontohkan, industri daur ulang sampah plastik sektor informal menyumbang 84 persen bahan baku. Begitu juga dengan industri daur ulang kertas, di mana sektor informal menyumbang 80,19 persen.

Dia menilai jika Indonesia ingin menerapkan ekonomi sirkular sebagai pendekatan pengelolaan sampah dan limbah, sangat penting meningkatkan kapasitas sektor informal.

Peningkatan kapasitas, sambungnya, tidak hanya untuk meningkatkan jumlah sampah terkumpul, tapi juga demi keamanan dan kesejahteraan pengepul sampah daur ulang.

“Bisa saja kita tingkatkan kapasitas sektor informal lebih punya kapasitas lebih baik. Tidak marjinal, punya seragam, terjamin kehidupan seperti jaminan sosial dan sebagainya. Mereka sudah punya organisasi. Kita harus dorong agar sukses. Ojek saja sekarang sudah lebih terorganisir,” pungkasnya.

Penulis: Muhammad Ma’rup

Editor: Ixora Devi

Top