Peningkatan Populasi, Regulasi Pengendalian Emisi Perkotaan Diperlukan

Reading time: < 1 menit
regulasi
Foto: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Idealnya, peningkatan populasi penduduk perkotaan di Indonesia sudah harus sejalan dengan penataan perkotaan yang lebih rendah emisi. Berdasarkan data terakhir, 53 persen populasi penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Hal ini dapat memicu emisi tinggi akibat semakin banyaknya orang yang tinggal di kota. Belum lagi, pada akhir 2030 diperkirakan 67 persen total populasi Indonesia berada di wilayah perkotaan.

Direktur Eksekutif Urban and Regional Development Institute (URDI) Wahyu Mulyana mengutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners mengatakan bahwa perlu adanya regulasi yang jelas untuk mengatur tata kota di Indonesia, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerahnya.

“Regulasi ini penting. Jika melihat sumber penghasil emisi dan potret kebencanaan yang terjadi belakangan, bencana hidrometeorologi dapat menimpa masyarakat perkotaan. Pasalnya, hidrometeorologi menjadi salah satu bencana utama yang disebabkan perubahan iklim,” katanya, Jakarta, Sabtu (26/11).

Sementara itu, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sri Tantri Arundati dalam kesempatan yang sama menyatakan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan acuan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan memperhatikan sensitivitas, keterpaparan serta kapasitas adaptasi.

“Kalau bicara perubahan iklim, itu semua harus disiapkan dari sekarang dengan skenario-skenario kenaikan suhu bumi dalam RPJMD mereka,” katanya.

Pasca Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP-22) di Maroko, Indonesia juga harus mulai menempatkan program adaptasi dan mitigasi khususnya di daerah sebagai program dengan perhatian yang sangat serius.

Menurut Sri, daerah harus mulai serius menjalankan program adaptasi mitigasi perubahan iklim dalam rencana pembangunan daerahnya. Adaptasi ini, terangnya, juga tidak lepas dari program pengurangan resiko bencana.

“Daerah harus mulai serius menjalankannya program adaptasi ini. Kalau tidak, kita tidak akan bisa menjalankan komitmen penurunan emisi Indonesia. Terlebih, adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana tidak dapat lagi dilihat sebagai dua hal terpisah,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top