Pemerintah Dinilai Belum Maksimal Kembangkan Energi Terbarukan

Reading time: 2 menit
Batubara. Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Dampak buruk tambang batubara bagi lingkungan dan masyarakat sekitar wilayah tambang, seharusnya menjadi perhatian serius oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Selain berdampak pada bentang alam, tambang batubara juga sangat berdampak terhadap limpasan air (runoff) sehingga menyebabkan krisis air bagi warga yang tinggal di sekitar tambang batubara.

Cadangan batubara Indonesia sendiri telah banyak diprediksi tidak akan bertahan lama. Namun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang memasukkan proyek energi 35.000 Megawat (MW) dan menjadi andalan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di sektor energi masih sangat mengandalkan penggunaan batubara.

Pengkampanye dari Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatam) Ki Bagus Hadikusuma mengatakan, 20.000 dari 35.000 rencana pengembangan proyek energi tersebut menggunakan batubara. Padahal, telah banyak peringatan yang dikeluarkan oleh berbagai pihak kalau cadangan batubara Indonesia tidak akan bertahan lebih dari 30 tahun ke depan.

“Ini seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia terkait proyek 35.000 megawat. Dengan asumsi produktifitas PLTU bekerja hanya 15 sampai 20 tahun, artinya batubara sangat tidak efektif sebagai cadangan ketahanan energi,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Rabu (30/03).

Selain itu, Arifiyanto, Juru Kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia mengatakan, hingga saat ini, pemerintah pun masih belum memberikan sinyal positif terkait pengembangan energi baru terbarukan. Saat ini, lanjutnya, berbagai misi energi terbarukan hanya terlihat sebagai ajang pamer belaka seperti melakukan pembangunan banyak solar panel di beberapa daerah terpencil.

Menurut Arif, seharusnya dua pulau besar yang harus menjadi perhatian pemerintah terlebih dahulu adalah Pulau Jawa dan Bali. Ia menyatakan, hingga saat ini masih belum ada langkah serius yang dilakukan pemerintah terkait penggunaan energi terbarukan khususnya di dua pulau besar ini. Alasannya, dua pulau ini adalah pulau yang banyak sekali mengonsumsi energi listrik.

“Jadi belum kita lihat ada komitmen Joko Widodo yang disampaikan pada COP 21 Paris itu diimplementasikan. Regulasi pengembangan energi terbarukan juga masih belum terlihat. Panas bumi, misalnya, masih bermasalah terhadap kepastian dan jaminan usaha. Kalau pemerintah masih melakukan proyek-proyek pamer seperti itu, maka pengembangan energi terbarukan kita akan terus tertinggal,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top