Pernyataan Prabowo Soal Sawit Menuai Kritik, Dinilai Anti Sains dan Keliru

Reading time: 3 menit
Prabowo memberikan arahan dalam Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Jakarta. Foto: Kementerian Sekretariat Negara RI
Prabowo memberikan arahan dalam Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Jakarta. Foto: Kementerian Sekretariat Negara RI

Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkiritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang pembukaan lahan sawit tidak menyebabkan deforestasi. Walhi menilai ekspansi perkebunan sawit dalam skala besar justru akan memperpanjang rantai konflik agraria dan kerusakan lingkungan. Bahkan, menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, bencana ekologis, serta meningkatkan korupsi di sektor sawit.

Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi Uli Arta Siagian, menyatakan bahwa pernyataan Presiden Prabowo terkait ekspansi sawit tidak mengejutkan. Sebab, kebijakan dan program yang ada saat ini sudah mengarah ke arah tersebut. Namun, klaim bahwa pembukaan lahan sawit tidak menyebabkan deforestasi hanya karena tanaman sawit memiliki daun sangat mengejutkan.

Uli menilai bahwa sebagai seorang presiden, pernyataan tersebut seharusnya berdasarkan pada sains, pengetahuan, riset, dan fakta-fakta yang valid.

Hal ini bertentangan dengan temuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022, yang menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan. KLHK juga mengungkapkan bahwa praktik perkebunan sawit yang ekspansif, monokultural, dan non-prosedural di kawasan hutan telah menimbulkan berbagai masalah. Masalah tersebut mencakup aspek hukum, ekologis, hidrologis, dan sosial.

BACA JUGA: PBB Awasi Dugaan Pelanggaran HAM oleh Industri Sawit Astra Agro Lestari

Berdasarkan data KLHK, sekitar 3,2 juta hektare kawasan hutan telah terdeforestasi akibat ekspansi perkebunan sawit ilegal, yang jelas bertentangan dengan pernyataan Presiden Prabowo tersebut.

“Ini menunjukkan bahwa pernyataan Presiden Prabowo tidak berdasarkan data dan fakta yang pemerintah terbitkan sendiri,” kata Uli lewat keterangan tertulisnya, Selasa (31/12).

Berdasarkan data KLHK, sawit ilegal dalam kawasan hutan ada sekitar 3,2 juta hektare. Artinya, lanjut Uli, seluas 3,2 juta hektar hutan telah terdeforestasi akibat ekpansi sawit skala besar. Artinya, presiden jelas-jelas tidak memakai data pemerintah sendiri saat berbicara mengenai deforestasi dan sawit.

Pernyataan Prabowo mengenai sawit menuai kritik. Foto: Freepik

Pernyataan Prabowo mengenai sawit menuai kritik. Foto: Freepik

Industri Sawit Timbulkan Banyak Dampak

Sementara itu, pembukaan lahan sawit bukan hanya berdampak pada deforestasi, polusi, kerusakan sungai, krisis air, banjir dan longsor. Kebakaran hutan lahan juga menjadi kerugian yang harus ditanggung rakyat dan lingkungan.

Bahkan, awal Desember lalu (8 Desember 2024) Special  Rappourteurs dan Kelompok Kerja PBB menyurati pemerintah Indonesia terkait pelanggaran hak-hak masyarakat adat, degradasi lingkungan hidup, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap para pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang meluas di industri kelapa sawit. Hal itu menambah rentetan keprihatinan atas operasi raksasa kelapa sawit Indonesia, khususnya operasi anak-anak perusahaan Astra Agro Lestari (AAL) di Sulawesi.

Di samping itu, dalam pernyataannya, Prabowo juga meminta polisi dan tentara menjaga perkebunan sawit. Pernyataan ini berbahaya sekali karena presiden menginstruksikan secara terbuka di publik bahwa polisi dan tentara harus menjaga sawit.

Faktanya, selama ini aparat Kepolisian dan TNI juga cenderung berpihak kepada perusahaan yang berkonflik agraria dengan masyarakat. Tidak jarang aktor keamanan melakukan intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan di sektor perkebunan sawit.

“Oleh karena itu, tidak berlebihan jika kita menganggap instruksi ini akan melegitimasi pendekatan keamanan dalam pelaksanaan operasi produksi perusahaan sawit oleh aktor-aktor keamanan yang berpotensi akan membuat kasus-kasus intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap masyarakat semakin bertambah,” tutup Uli.

Pernyataan Berbahaya

Sementara itu, Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien, juga menilai pernyataan Prabowo sangat berbahaya. Sebab, itu dapat diartikan sebagai persetujuan pemerintah untuk terus memperluas lahan dengan membuka hutan alam.

Andi menjelaskan, berdasarkan penelitian, kapasitas lingkungan untuk menampung sawit di Indonesia hanya mencapai 18,15 juta hektare. Temuan ini sangat penting, mengingat industri sawit Indonesia telah berkembang sangat pesat dalam dua dekade terakhir.

Menurut Andi, jika pertumbuhan industri sawit terus dibiarkan tanpa pengendalian, dampak jangka panjangnya akan sangat merugikan. Hal itu baik dari segi ekonomi maupun ekologi.

Menurut data peta biomassa, sejak 2018-2021 terjadi penurunan deforestasi yang terkait dengan kebun sawit, meskipun angka tersebut meningkat lagi pada tahun 2022.

BACA JUGA: Masyarakat Sipil Desak Pemerintahan Prabowo Tetapkan Moratorium Sawit

Andi menekankan, seharusnya pemerintah  fokus pada intensifikasi, bukan penambahan lahan, apalagi dengan membabat hutan alam. Ia menilai pernyataan Prabowo bertentangan dengan berbagai komitmen iklim dan langkah-langkah pengendalian deforestasi yang telah Indonesia ambil.

Sebelumnya, dalam pidatonya pada Senin (30/12), Prabowo menyatakan bahwa tidak perlu khawatir dianggap melakukan deforestasi hanya karena menanam sawit. Ia kemudian meminta agar pemerintah daerah serta aparat TNI dan Polri ikut menjaga kebun-kebun sawit.

Presiden Prabowo juga mengatakan bahwa tudingan deforestasi tidak perlu ditakuti terkait dengan perluasan perkebunan sawit. Sebab, menurutnya sawit juga merupakan pohon yang berdaun dan berfungsi menyerap karbon.

Pernyataan tersebut Prabowo sampaikan saat memberikan arahan dalam Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Jakarta. Ia menambahkan bahwa banyak negara yang bergantung pada minyak sawit Indonesia. Sehingga, perkebunan sawit dianggap sebagai aset negara yang harus dijaga oleh kepala daerah serta aparat TNI dan Polri.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top