Survei Pilkada 2020: Cuma Sepuluh Persen Anak Muda Menilai Topik Lingkungan Penting

Reading time: 4 menit
Survei Pilkada 2020: Cuma Sepuluh Persen Anak Muda yang Merasa Topik Lingkungan Penting
#ClimateJusticeNow Desak Upaya Serius Atasi Krisis Iklim. Foto: Shutterstock.

Hajatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan berlangsung serentak pada 9 Desember 2020. Komisi Pemilihan Umum mencatat pemilih muda pada 2019 berjumlah sekitar 60 juta orang. Angka ini setara dengan 31 persen dari total pemilih. Besaran ini menjadikan anak muda sebagai kelompok pemilih yang signifikan. Hanya saja, hasil survei Pilkada teranyar menunjukkan cuma sepuluh persen anak muda yang merasa topik lingkungan penting.

Jakarta (Greeners) – Hasil survei daring Harapan dan Persepsi Anak Muda dan Pilkada menemukan mayoritas responden dari 9.087 anak muda–rentang usia 17 sampai 30 tahun– pengguna aktif media sosial di 34 provinsi menganggap persoalan terbesar di daerah mereka adalah ekonomi dan kesejahteraan (42%). Permasalah ekonomi dan kesejahteraan ini mencakup kurangnya lapangan pekerjaan, tingginya tingkat pengangguran, dan bantuan sosial yang tidak tepat sasaran. Selain itu, disusul dengan masalah infrastruktur (13%), penegakan hukum (11%), lingkungan (10%) dan pendidikan (9%). 

Responden dari luar pulau Jawa seperti Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur (NTT), memilih masalah infrastruktur sebagai salah satu poin perhatian. Lebih lanjut, responden dari daerah NTT dan Papua juga menganggap pendidikan sebagai masalah utama. Sedangkan untuk daerah metropolitan seperti Jakarta, selain masalah ekonomi dan kesejahteraan, mereka juga mengaku memiliki masalah terkait dengan penegakan hukum yang kurang baik.

Survei Pilkada: Anak Muda Soroti Solusi Pengelolaan Sampah dan Limbah

Koordinator Golongan Hutan, Edo Rakhman, menyebut persoalan lingkungan yang menjadi sorotan utama anak muda dalam survei ini adalah buruknya pengelolaan sampah dan limbah. Selain itu, isu yang menjadi perhatian anak muda, yakni:

(1) pencemaran atau polusi

(2) pertanian dan perkebunan monokultur yang tidak berkelanjutan,

(3) kerusakan hutan, serta

(4) kerusakan ekosistem laut.

“Seluruh responden di semua provinsi mengakui bahwa buruknya pengelolaan sampah dan limbah adalah persoalan lingkungan yang paling krusial. Daerah dengan populasi yang cukup besar seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur juga merasakan polusi sebagai masalah. Adapun responden di Kalimantan mengkhawatirkan persoalan lingkungan terkait kebakaran hutan. Sedangkan responden di Papua, selain soal limbah, mereka juga mengkhawatirkan masalah perburuan dan perdagangan satwa dilindungi,” papar Edo pada acara Peluncuran Hasil Jajak Pendapat Harapan dan Aspirasi Anak Muda Terhadap Pilkada 2020, Selasa (24/11/2020).

Selain itu, lanjut Edo, untuk wilayah provinsi kepulauan dengan mayoritas ekosistem perairan –seperti Maluku Utara, Kepulauan Riau, dan Bangka Belitung– responden memiliki kekhawatiran terhadap kerusakan ekosistem perairan laut. Di sisi lain, responden dari Sumatra Barat, Jambi, NTT, NTB, dan Sulawesi, menyoroti masalah pertanian dan perkebunan monokultur yang tidak berkelanjutan.

Tiga Karakteristik Utama Pemimpin Daerah Pilihan Anak Muda

Mayoritas responden mengaku jika mereka memiliki kesempatan untuk jadi pemimpin daerah, mereka akan menjadi pemimpin yang memiliki visi pembangunan berkelanjutan yang seimbang antara ekonomi, sosial dan lingkungan (21%), responsif dan komunikatif terhadap suara masyarakat (21%), dan anti korupsi (16%).

“Anak muda dari setiap daerah menginginkan daerah mereka bersih dari praktik korupsi dan menjalankan hukum dan HAM dengan baik. Serta dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan warganya, dan mempunyai fasilitas umum yang baik dan nyaman. Empat dari lima responden berpendapat penting bagi anak muda untuk ikut memilih dan mengawal pemerintahan setelah Pilkada. Termasuk mengawasi kepala daerah terpilih agar memenuhi janji kampanyenya,” papar Ahmad Aziz dari Campaign.com. 

Sayangnya, hasil survei daring selama satu bulan –antara 12 Oktober hingga 10 November 2020– ini menunjukkan penyelenggara pemilu dan calon kepala daerah mengabaikan potensi suara anak muda. Menurut Komisaris Warga Muda, Wildanshah, partisipasi politik mereka belum secara optimal terakomodir. Bahkan, suara mereka berpotensi tersia-siakan.

“Mereka mengetahui adanya Pilkada di daerahnya, namun mereka tidak mengetahui dan tidak yakin mengenai calon-calon kepala daerahnya. Mayoritas dari mereka juga tidak mengetahui dan tidak yakin dengan rekam jejak dari calon kepala daerah di daerahnya,” kata Wildanshah.

unjuk rasa pemuda perubahan iklim

Hasil survei menunjukkan penyelenggara Pilkada, calon pemimpin daerah, belum merangkul pemilih muda untuk terlibat lebih dalam. Foto: Shutterstock.

Survei Pilkada: ‘Anak Muda Masih Kurang Peduli dengan Calon Pemimpin Daerahnya’

Hal ini merupakan tanda bahaya, lanjut Wildan, karena dapat diartikan, anak muda masih kurang peduli dengan calon pemimpin di daerahnya. Selain itu, data ini menjadi indikator calon pemimpin daerah yang begitu berjarak dengan pemuda di daerahnya sendiri. Menurut Wilda, persoalan ini bisa jadi akibat kurangnya interaksi, sosialisasi, kontribusi, dan kolaborasi antara pemimpin daerah dan komunitas anak muda.

Menurutnya, hasil survei ini mempertegas perlunya peningkatan akses dan pengetahuan politik anak muda. Dengan meningkatkan akses, lanjutnya, pemuda dapat terlibat aktif dalam pembangunan di daerahnya.

“Tingginya partisipasi responden usia muda pada survei ini menjadi sebuah indikasi positif partisipasi politik mereka. Tentunya aspirasi tersebut perlu didengar dan ditindaklanjuti oleh para pemegang kebijakan di daerahnya,” kata Desma Murni, Direktur Kerjasama Change.org Indonesia.

Kepala Daerah Mesti Rangkul Anak Muda 

Menurut Desma, calon kepala daerah yang ikut Pilkada semestinya dapat merangkul anak muda. Alih-alih hanya membidik pemuda sebagai konstituen tiap lima tahun sekali, calon kepala daerah harusnya melibatkan mereka sebagai mitra membangun daerah.

Adapun terkait penyelenggaraan Pilkada 2020 pendapat responden terbagi menjadi dua kubu. Mayoritas dari mereka menganggap Pilkada harus lanjut dengan protokol kesehatan yang ketat (41%). Sebagian lagi ingin menunda Pilkada untuk mengurangi potensi terinfeksi Covid-19 (37%). Bila Pilkada masih dilakukan, mayoritas responden berharap untuk dapat menghasilkan pemimpin yang dapat membawa perubahan positif di daerah.

Sebagai informasi, Survei Jajak Pendapat Harapan dan Aspirasi Anak Muda Terhadap Pilkada 2020 ini dihasilkan oleh koalisi organisasi masyarakat sipil Warga Muda, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Campaign.com, Golongan Hutan dan difasilitasi oleh Change.org Indonesia. Survei ini bertujuan mengetahui pengetahuan, antusiasme, dan pentingnya Pilkada dari sudut pandang anak muda yang telah memiliki hak pilih. Survei ini juga mencari tahu isu yang menjadi minat dan perhatian pemilih muda.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Ixora Devi

Top