Pilkada Serentak 2020: Aktivis Garis Bawahi Sektor Lingkungan

Reading time: 4 menit
Pilkada Serentak 2020: Aktivis Garis Bawahi Sektor Lingkungan
Pilkada Serentak 2020: Aktivis Garis Bawahi Sektor Lingkungan. Foto: Shutterstock.

Pasca Pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif pada April 2019, Indonesia kembali memasuki tahun politik. Mulai 9 Desember 2020, secara serentak akan berlangsung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dari kacamata lingkungan hidup, Pilkada Serentak 2020 merupakan waktu krusial. Hal ini mengingat 67,72 persen atau 60,5 juta hektare hutan alam; dan 64,33 persen atau 13,9 juta hektare ekosistem gambut Indonesia; berada di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut.

Jakarta (Greeners) –Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, mereken hajatan ini merupakan momentum memperkuat perlindungan serta mengurai masalah lingkungan hidup. Terutama, lanjutnya, terkait ekspansi industri ekstraktif, mulai dari industri pertambangan dan migas, industri kehutanan dan kelapa sawit, industri pariwisata, hingga proyek reklamasi. Selain itu, Teguh menilai Pilkada memiliki pengaruh pada tercapainya komitmen iklim pada tahun 2030.

 Teguh melanjutkan, kepala daerah yang terpilih nantinya harus benar-benar memperhatikan perlindungan hutan alam dan ekosistem gambut  di daerahnya.

“Berbagai inovasi pendanaan atau skema insentif berbasis linkungan harus dilakukan. Misalnya, transfer anggaran ke daerah; Dana Desa; hibah dalam dan luar negeri terkait REDD+; skema keuangan dan investasi hijau; instrumen nilai ekonomi karbon; dan berbagai Instrumen ekonomi lingkungan hidup lain yang salah satu bentuknya adalah imbal jasa lingkungan,” ujarnya pada Webinar Katadata Forum Virtual Series, Nasib Hutan Di Tengah Pilkada, Kamis (26/11/2020).

Empat Kategori Ancaman Kerusakan Hutan

Sebaliknya, lanjut Teguh, jika tidak dilindungi dengan baik, hutan alam dan ekosistem gambut yang luas dapat menjadi pembawa risiko. Dia mengingatkan, menelantarkan hutan dan gambut akan meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana. Tentu saja, lanjutnya, hal ini akan berunjung pada terganggunya pembangunan ekonomi daerah, khususnya bencana banjir, longsor, dan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).

Berdasarkan kajian Madani, hutan alam di 9 provinsi dan 10 kabupaten penyelenggara Pilkada Serentak 2020 menghadapi empat kategori ancaman yang levelnya semakin meningkat, yaitu berisiko, terancam, sangat terancam, dan paling terancam. Provinsi yang paling rawan deforestasi dan degradasi hutan adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah. Di tingkat kabupaten, yang paling rawan adalah Kabupaten Merauke dan Malinau.

Membandingkan dengan luasan Pulau Bali, Fadli A. Naufal, GIS Specialist Yayasan Madani Berkelanjutan, merunutkan keempat kategori kerusakan dalam sembilan provinsi di Tanah Air.

Empat Kategori Kerusakan di Sembilan Provinsi

(1) Hutan alam seluas 12,5 juta hektare atau 22 kali luas Pulau Bali berisiko deforestasi dan degradasi hutan.

(2) Hutan alam seluas 2,6 juta hektare atau setara 4 kali luas Pulau Bali terancam deforestasi dan degradasi hutan.

(3) Hutan alam seluas 1,2 juta hektare atau 2 kali luas Pulau Bali sangat terancam deforestasi.

(4) Hutan alam seluas 2,6 juta hektare atau 4 kali luas Pulau Bali paling terancam deforestasi.

Lebih jauh, Fadli juga merinci kondisi kerusakan hutan alam di antara sepuluh kabupaten penyelenggara Pilkada Seretak 2020.

Empat Kategori Kerusakan di Sepuluh Kabupaten

(1) Hutan alam seluas 11,9 juta hektare atau 21 kali luas Pulau Bali berisiko deforestasi dan degradasi.

(2) Hutan alam seluas 1,23 juta hektare atau 2 kali luas Pulau Bali terancam deforestasi dan degradasi.

(3) Hutan alam seluas 521 ribu hektare atau hampir seluas Pulau Bali sangat terancam deforestasi. 

(4) Hutan alam seluas 3 juta hektare atau 5 kali luas Pulau Bali paling terancam deforestasi.

Ancaman tersebut semakin besar jika berbagai klausul yang melemahkan perlindungan hutan alam dalam RPP tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Kehutanan tidak segera diperbaiki.

Pilkada Serentak 2020: Aktivis Garis Bawahi Sektor Lingkungan

Hutan alam menghadapi empat kategori ancaman yang levelnya semakin meningkat, yaitu berisiko, terancam, sangat terancam, dan paling terancam. Foto: Shutterstock.

Pilkada 2020: Aktivis Soroti Kenihilan Prestasi Kepala Daerah Petahana 

Sementara itu, dalam konteks tambang dan energi, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat, dari 270 daerah yang mengikuti Pilkada, sebanyak 229 daerah  yang memiliki garis pantai, pesisir, dan sebagian memiliki pulau kecil yang tengah dibebani oleh 4.127 izin tambang. Di wilayah ini, juga terdapat 27 dari 277  Proyek Strategis Nasional (PSN) dan kompleks industri nikel dan baterai kendaraan listrik.

Tak hanya tambang dan energi, dari total 12 juta hektare luas daratan pulau kecil di Indonesia, sebanyak 43% berstatus hutan produksi (terbatas, tetap, dan konversi), dan sekitar 28 persen daratan tersebut sudah dikuasai korporasi dengan rincian:

(1) seluas 315 ribu hektar untuk pertambangan,

(2) sekitar 742 ribu hektar untuk perkebunan,

(3) sekitar 1,69 juta hektar untuk HPH dan HTI, dan

(4) sekitar 680 ribu hektare dalam tumpang tindih konsesi.

Koordinator Jatam, Merah Johansyah, mengatakan banyak calon pemimpin daerah yang sudah pernah menjabat sebelumnya tidak memiliki prestasi signifikan dalam menghentikan kejahatan tambang. Mereka, lanjut Merah, tidak berani mencabut izin dan menutup lubang tambang.

“Hal itu terjadi pada ketiga pasangan kandidat calon walikota Samarinda. Kini krisis Samarinda makin buruk, karena sudah jadi korban wabah corona, jadi langganan banjir pula,” ujar Merah dalam webinar terpisah, Selasa (24/11/2020).

Merah menyebut, dalam lima tahun sejak 2014 hingga 2019, luasan banjir meningkat nyaris 100 persen. Pasalnya, 71 persen luas wilayah telah menjadi milik pengelola tambang batu bara. Akibatnya, lanjutnya, proyek ini mewarsikan 342 dari 1.735 lubang tambag se-Kalimantan Timur yang memakan korban paling banyak, yakni 22 korban dari 39 korban lubang tambah di Kalimantan Timur.

Baca juga: Aktivis Desak KPK Usut Sembilan Perusahaan Penerima Izin Ekspor Benih Lobster

Pilkada 2020: Pengaruh UU Cipta Kerja pada Lingkungan Hidup

Merah mengatakan, potret krisis dan masalah lingkungan tersebut, tampak semakin parah dengan pengesahan Undang-undang Minerba No. 3 Tahun 2020 dan Undang-undang Cipta Kerja No 11 Tahun 2020. Apalagi, lanjutnya, sejumlah kandidat dan tim sukses yang berkontestasi adalah bagian dari tentakel dan operator Omnibus Law Cipta Kerja itu sendiri.

Lebih jauh, Merah menyebut  setidaknya ada lima kewenangan Pemerintah Daerah yang hilang pada Undang-Undang Cipta Kerja. Kelima kewenangan ini, yaitu:

(1) kewenangan terkait penetapan, perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang kawasan strategis,

(2) kewenangan untuk menetapkan kebijakan Amdal dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL),

(3) kewenangan untuk menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL,

(4) kewenangan untuk membentuk dan memberikan lisensi pada Komisi Penilai Amdal serta menetapkan pakar independen yang membantu Komisi Penilai Amdal, dan

(5) kewenangan pemberian Perizinan Berusaha untuk Pemanfaatan Hutan Lindung dan Hutan Produksi.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Ixora Devi

Top