Tradisi ini sudah berjalan sejak ratusan tahun. Upacara Yadnya Kasada pun mempunyai legenda tersendiri dan legenda tersebut secara turun-temurun diyakini oleh mereka hingga sekarang.
Konon, leluhur Suku Tengger, Joko Seger dan Lara Anteng, bertapa di Gunung Bromo untuk meminta keturunan dari Sang Hyang Widi. Namun, syaratnya Joko Seger dan Lara Anteng harus mengorbankan putra bungsu mereka ke kawah Gunung Bromo. Keduanya bersedia menerima syarat itu dan dianugerahi 25 anak. Setelah melahirkan dan membesarkan putra ke 25 mereka, Joko Seger dan Lara Anteng lupa dengan janji mereka untuk mengorbankannya ke kawah Gunung Bromo.
Bencana kemudian datang. Keduanya lalu ingat akan janji mereka dan menceritakan kepada putra terakhir mereka, Raden Hadi Kusuma. Kusuma pun bersedia dikorbankan demi keselamatan negeri. Joko Seger lalu berpesan kepada anak-cucunya agar melarung sesaji pada malam purnama di bulan Kasada ke kawah Gunung Bromo.
Menurut sesepuh dukun Tengger, Sutomo, yang terpilih menjadi kepala dukun di wilayah Tengger (Malang, Lumajang, Pasuruan, Probolinggo), upacara ini rutin diselenggarakan setiap tahun dan merupakan ritual untuk Sang Hyang Batara sebagai bentuk rasa syukur. “Ini merupakan bentuk syukur orang Tengger,” katanya.
Prosesi upacara ini dimulai pukul 00.00 WIB atau tengah malam Purnama dan berakhir hingga matahari terbit. Hingga siang harinya, warga masih bergantian meniti lereng Bromo untuk melempar hasil pertanian dan peternakan mereka.
Dalam upacara ini, juga digelar ujian bagi dukun baru yang akan dinobatkan menjadi dukun di desa yang belum ada dukunnya. Dukun di sini dimaknai sebagai pemimpin upacara adat. Saat ini ada 47 dukun di 36 desa di Malang, Pasuruan, Lumajang, dan Probolinggo.
Selain Yadnya Kasada, ada juga upacara Unan-unan, Karo, dan berbagai ritual lainnya di masing-masing desa Tengger yang berjumlah puluhan.
Kekhasan suku Tengger yang bermukim di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru selalu menarik bagi wisatawan maupun pelajar untuk menikmati dan belajar hidup berdampingan dengan alam atau Gunung Api sejak ratusan tahun lalu. Selain itu, banyak kearifan lokal lainnya yang bertahan hingga sekarang terkait perilaku Suku Tengger terhadap sumber daya alam di sana.
(G17)













































