Jakarta (Greeners) – Aktivis lingkungan cilik asal Gresik, Aeshnina Azzahra Aqilani (Nina), bertemu dengan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Faisal Malik Hendropriyono di sela-sela agenda perundingan perjanjian plastik global, atau Intergovernmental National Committee (INC 5), di Busan, Korea Selatan. Dalam pertemuan tersebut, Nina menyampaikan surat dan foto-foto kerusakan lingkungan akibat daur ulang sampah impor, salah satunya di pabrik daur ulang kertas di Jawa Timur dan Banten.
Ia menyampaikan keinginannya agar KLH memperkuat pengawasan terhadap industri kertas yang mendaur ulang sampah impor. Selain itu, ia juga meminta penelitian terkait kadar dioksin di lokasi pembakaran sampah impor, seperti di Kepanjen Malang dan Tropodo Sidoarjo.
BACA JUGA: IPEN Peringatkan Ancaman Polusi RDF, Bahan Bakar dari Limbah Plastik
“Pabrik daur ulang kertas impor di Jawa Timur masih membuang limbah ke sungai dan menimbulkan bau tidak sedap dan menyebabkan ikan mati massal. Butuh monitoring KLH agar limbah cair pabrik kertas tidak mencemari sungai,” papar Aeshnina kepada Wamen LH di Busan, Senin (25/11).
Desak Pemerintah Hentikan Impor Plastik
Bersamaan dengan agenda INC kelima ini, River Warrior Indonesia juga mendesak pemerintah untuk segera menghentikan impor sampah plastik. Perwakilan dari River Warrior mengirimkan surat ke kantor Presiden Republik Indonesia di Jakarta. Dalam surat resmi tersebut, River Warrior menyoroti dampak buruk sampah impor terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
“Kami menemukan tumpukan sampah impor di lahan pabrik daur ulang. Sampah tersebut tidak hanya mencemari lingkungan, melainkan juga meracuni rantai makanan dengan zat berbahaya seperti dioksin, BPA, dan mikroplastik,” tambah Nina.
Selain itu, River Warrior juga memaparkan sejumlah temuan, di antaranya limbah cair dari pabrik daur ulang sampah impor yang mencemari Sungai Brantas dan Porong. Sungai ini merupakan sumber air bagi jutaan warga di Jawa Timur, termasuk di Surabaya, Gresik, Mojokerto, dan Sidoarjo.
BACA JUGA: Impor Limbah Plastik: Tiga Kontainer Sampah AS Masuk ke Medan
“Pencemaran ini sudah masuk ke rantai makanan dan mengancam kesehatan masyarakat,” tambah Aeshnina.
Menurut data UN Comtrade yang dikutip River Warrior, 11 negara pengirim sampah plastik terbesar ke Indonesia antara lain Jerman, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Negara-negara maju ini memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik, tetapi lebih memilih mengekspor sampah plastiknya ke negara berkembang. Hal itu untuk menghindari biaya tinggi pengelolaan limbah yang aman di negaranya.
“Kami anak muda Indonesia menolak negara kami jadi tempat pembuangan sampah dunia. Negara maju harus bertanggung jawab atas limbahnya sendiri, bukan mengorbankan kesehatan dan lingkungan kami,” ujar Aeshnina.
River Warrior Ajukan Lima Tuntutan ke Pemerintah
Dalam suratnya, River Warrior mengajukan lima tuntutan kepada pemerintah. Pertama, mereka meminta evaluasi izin impor bagi semua perusahaan yang terlibat dalam impor sampah plastik dan kertas. Mereka juga mendesak pengetatan pengawasan terhadap kontainer sampah impor di pelabuhan internasional.
Selain itu, River Warrior mengingatkan pentingnya memperkuat sistem pengelolaan sampah domestik melalui layanan pengumpulan sampah terpilah di tingkat desa dan kelurahan. Mereka juga menuntut penutupan lokasi pengolahan dan penimbunan sampah impor ilegal.
Terakhir, River Warrior meminta pemerintah untuk mendesak negara pengekspor agar bertanggung jawab membersihkan tempat pembuangan sampah ilegal di Indonesia. Mereka juga meminta pemerintah melibatkan aktivis muda dalam menyusun roadmap untuk penghentian impor sampah plastik.
“Kami ingin memastikan masa depan Indonesia bebas dari polusi plastik. Anak muda punya hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan,” kata Aeshnina.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia