Jakarta (Greeners) – Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova mengungkapkan bahwa dalam waktu kurang dari satu tahun, sampah plastik dari aktivitas masyarakat Indonesia dapat mencapai Afrika Selatan. Menyikapi masalah ini, BRIN akan mengimplementasikan berbagai inovasi untuk mengatasi sampah plastik di Indonesia.
BRIN bekerja sama dengan beberapa kementerian dalam peneliian pergerakan sampah di perairan. Di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).
Sampah dari Sungai Cisadane dipantau dengan 11 drifter. Dua drifter di antaranya hampir mendekati Madagaskar dalam waktu enam bulan. Meskipun hanya sepuluh persen dari sampah tersebut mencapai Afrika Selatan, lebih dari 50 persen sampah plastik lainnya mengarah ke sungai-sungai di Indonesia dan mencemari wilayah sekitarnya.
BACA JUGA: Riset: Warga Indonesia Paling Banyak Mengonsumsi Mikroplastik
Reza mengatakan, sampah plastik yang mencemari lautan dapat melewati lintas samudera. Mulai dari keluar di Samudera Hindia sampai masuk ke Samudera Pasifik.
“Walaupun tidak secara keseluruhan, sekitar 10 hingga 20 persennya akan langsung menuju Afrika Selatan,” kata Reza, pada Media Lounge Discussion (MELODI) bertajuk Kebocoran Sampah Plastik ke Laut Indonesia dan Strategi Penanganannya di Jakarta, Rabu (11/9).
Untuk mengatasi masalah ini, BRIN terus melakukan penelitian untuk menemukan solusi penanganan sampah plastik di laut. BRIN akan mengembangkan teknologi inovatif untuk mendeteksi, mengumpulkan, dan mendaur ulang sampah plastik.
Saat ini pendekatan yang sedang BRIN kembangkan adalah pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh, sensor bawah air, serta kecerdasan buatan untuk memetakan sebaran sampah plastik secara lebih akurat.
BRIN Gandeng Nelayan dan Pemda
Dalam upaya penanganan sampah ini, BRIN juga bekerja sama dengan komunitas nelayan dan pemerintah daerah. Kerja sama tersebut dalam program pembersihan pantai dan edukasi masyarakat. Pendekatan berbasis komunitas ini menjadi kunci utama dalam menekan jumlah sampah plastik yang masuk ke laut.
“Perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah adalah langkah penting untuk jangka panjang,” tambah Reza.
Sebagai langkah lanjutan, BRIN juga mendukung regulasi terkait pengelolaan sampah plastik di Indonesia. Menurut Reza, kebijakan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai harus segera diimplementasika untuk mencegah pencemaran laut. Kemudian, perlu juga adanya penguatan infrastruktutr pengelolaan sampah di perkotaan.
BACA JUGA: BRIN dan KIOST Jalin Kerja Sama Riset di Bidang Maritim
Saat ini, pemerintah memiliki target untuk menurunkan 70 persen kebocoran sampah plastik ke laut pada tahun 2025. Namun, menurut Reza, pada tahun ini penurunan baru mencapai 41,68 persen.
Reza menambahkan, produksi plastik meningkat pesat hingga 20 kali lipat secara eksponensial sejak diproduksi massal pada tahun 1950 hingga saat ini. Ada lebih dari 60 persen sampah plastik yang dihasilkan secara global, termasuk di Indonesia. Jenis sampah tersebut terdiri dari sampah plastik sekali pakai, seperti sachet plastik, kantong plastik, botol minuman, dan sedotan.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia