Siap-Siap, September Suhu Panas Bisa Kembali Terjadi di Indonesia

Reading time: 2 menit
Cuaca panas terik di Indonesia menurut BMKG bukan gelombang panas. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut, suhu panas terik yang terjadi di Indonesia bukan merupakan gelombang panas seperti di India. Menurut BMKG April, Mei dan September adalah puncak suhu maksimum di Indonesia.

Masyarakat terutama yang berada di Sumatra dan di Indonesia bagian selatan mengeluhkan suhu panas pada Mei 2022. Fenomena panas ini sempat menimbulkan kepanikan masyarakat karena mengaitkannya dengan gelombang panas di India.

Gelombang panas terjadi ketika adanya anomali suhu yang lebih panas, yakni lima derajat Celcius dari rerata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi dan setidaknya sudah berlangsung dalam lima hari.

Plt Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko menyebut, kondisi ini bukan merupakan gelombang panas. Suhu panas di Indonesia tidak memenuhi definisi kejadian ekstrem meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO).

“Gelombang panas umumnya juga terjadi dalam cakupan yang luas karena sirkulasi cuaca tertentu. Sehingga menimbulkan penumpukan massa udara panas,” kata Urip dalam keterangannya baru-baru ini.

Berdasarkan catatan BMKG, setidaknya dua hingga delapan stasiun cuaca BMKG melaporkan suhu udara maksimum lebih dari 35 derajat Celcius. Stasiun cuaca Kalimaru (Kaltim) dan Ciputat (Banten) bahkan mencatat suhu maksimum sekitar 36 derajat Celcius dalam beberapa hari.

Posisi Gerak Semu Matahari Pengaruhi Suhu Panas

Peningkatan suhu pada bulan Mei ini, sambung Haryoko merupakan hal wajar. Dalam analisis klimatologi, sebagian besar lokasi-lokasi pengamatan suhu udara di Indonesia menunjukkan dua puncak suhu maksimum, yaitu pada bulan April, Mei dan September.

“Hal itu memang terdapat pengaruh dari posisi gerak semu matahari. Dominasi cuaca cerah awal atau puncak musim kemarau,” imbuhnya.

Adapun suhu maksimum sekitar 36 derajat Celcius bukan merupakan suhu tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia. Rekor suhu tertinggi yang pernah terjadi adalah 40 derajat Celcius di Larantuka (NTT) pada 5 September 2012 lalu.

“Kondisi udara yang terasa panas dan tidak nyaman dapat disebabkan oleh suhu udara yang tinggi. Suhu udara tinggi terjadi pada udara yang kelembapannya tinggi maka akan terkesan ‘sumuk’. Sedangkan bila udaranya kering (kelembaban rendah) maka akan terasa ‘terik’ dan membakar,” ungkapnya.

Kejadian suhu udara panas kali ini, sambung dia memang dapat pengaruh dari faktor klimatologis, dinamika atmosfer skala regional dan skala meso. Hal ini menjadi penyebab udara terkesan menjadi ‘lebih sumuk’ dan menimbulkan pertanyaan bahkan keresahan (selain kegerahan) publik.

“Namun, BMKG sekali lagi meyakinkan kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrem yang membahayakan seperti gelombang panas. Masyarakat perlu menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan,” tuturnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top