Jakarta (Greeners) – Sawit Watch bersama dengan Green radio Jakarta kembali menyelenggarakan acara tahunan Green Food Festival (GFF). Perhelatan yang diadakan untuk ke tiga kalinya ini mengangkat tema “4 Sehat Kurang Sempurna Tanpa Pangan Lokal” sebagai upaya untuk mengingatkan publik betapa kayanya Indonesia akan panganan lokal.
Dalam rangkaian kegiatan GFF 2014 ini digelar lomba membuat resep yang menggunakan 4 bahan utama, yaitu sagu, sorgum, bambu, dan rotan, tanpa menggunakan minyak goreng (minyak sawit).
Kepala Departemen Kampanye Sawit Watch Indonesia, Bondang Andriyanu, mengatakan, Indonesia masih sangat kaya akan ragam panganan dan masakan dengan menggunakan metode memasak seperti mengukus, merebus, membakar dan menumis.
“Semua itu (penganan lokal) menggunakan metode dan menu masakan lokal yang sudah diwariskan dari nenek moyang kita, selain menggunakan produk dan bahan dasar lokal juga sangat baik untuk kesehatan,” jelasnya saat disambangi oleh Greeners pada kegiatan GFF di Plaza Atrium Senen, Jakarta, Sabtu (27/12) lalu.
Ahli Gizi yang juga seorang Chef, Ena Lubis pun menyayangkan sikap pemerintah yang terlalu banyak memasukan panganan impor sehingga membuat masyarakat lemah terhadap informasi terkait panganan lokal asli Indonesia.
“Pemerintah sudah seharusnya melakukan pengkajian terhadap kebijakan-kebijakan terkait impor pangan ini,” ujarnya.
Sebagai informasi, Sawit Watch GFF untuk tahun 2014 ini digelar juga di tiga provinsi lain, yaitu Kalimantan Tengah, Riau dan Sulawesi Barat dengan tema serupa yang intinya kembali kepada pangan lokal.
Untuk GFF di Kalimantan Tengah diadakan pada tanggal 16 – 17 Desember lalu di pelataran gedung KONI Palangkaraya, Kalimantan Tengah dengan berkolaborasi bersama beberapa CSO Palangkaraya, seperti WALHI Kalteng, SOB, YBB, AMAN Kalteng, JPIC, FMN, HMPH, POKKER SHK, GMNI dan MAPALA Komodo. Kegiatan dimulai dengan diskusi mengenai pengelolaan SDA di Kalimantan tengah, yang dihadiri oleh masyarakat dari 4 Kabupaten (Murung raya, barito timur, Barito Utara, dan Lamandau). Dalam diskusi dibahas bagaimana upaya masyarakat mempertahankan lahannya dari ekspansi SDA seperti tambang, perkebunan sawit, dan HTI yang secara besar-besaran terjadi di lokasi masyarakat tersebut.
GFF di Palangkaraya diakhiri dengan lomba resep dan memasak menggunakan pangan lokal, yaitu umbut rotan, umbut bambu, keladi dan umbut kelapa. Siswa Sekolah Menengah Kejuruan serta kalangan umum turut serta dalam lomba memasak ini.
Di Pekanbaru, Riau, GFF 2014 digelar di bawah jembatan Sial III. Kegiatan ini juga hendak memperkenalkan kembali panganan lokal dan cara memasak dengan merebus, mengkukus dan membakar. Metode menggoreng diperbolehkan namun harus menggunakan minyak kelapa atau minyak non sawit lainnya sebagai bentuk kampanye pendidikan publik dengan menyasar kaum ibu.
Provinsi Riau adalah salah satu provinsi yang memiliki luasan perkebunan sawit terbesar di Indonesia. Luasan perkebunan sawit di Indonesia mencapai 13.5 juta ha, dimana 2,9 juta ha ada di Riau (Sawit Watch, 2013). Luas ini akan terus bertambah sesuai dengan rencana pemerintah untuk memperluas hingga 28 juta hektare pada tahun 2020 akibat dari permintaan pasar dunia yang semakin tinggi terhadap konsumsi CPO.
Sedangkan untuk rangkaian kegiatan GFF yang dilakukan di Desa Alu, Kecamatan Alu, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Sawit Watch bekerja sama dengan Walhi Sulawesi Barat.
Dalam kegiatan tersebut digelar diskusi mengenai upaya penyelamatan lahan pangan lokal yang disampaikan oleh Sawit Watch, Walhi dan Pemerintahan Kecamatan Alu. Diskusi tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa perlu adanya kebijakan yang melindungi pangan lokal sebagai upaya menyelamatkan lahan masyarakat dari ekspansi sumber daya alam secara besar besaran, seperti HTI dan perkebunan sawit.
(G09)