Keliling 9 Kota, Tim Brigade Evakuasi Popok Temukan Tujuh Fakta

Reading time: 3 menit
brigade evakuasi popok
Foto: greeners.co/HI

Malang (Greeners) – Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), mengakhiri kampanye keliling sembilan kota di Jawa Timur. Para aktivis Ecoton ini memulai kampanye Kali Brantas Bebas Popok 2020 sejak akhir Juli 2017. Di kota terakhir, Malang dan Batu, sejumlah aktivis ecoton juga mengangkuti sampah popok bekas di titik-titik yang menjadi lokasi pembuangan popok oleh masyarakat.

Saat ditemui akhir Agustus lalu, Direktur Ecoton Prigi Arisandi menyatakan, teror Popok di Kali Brantas nyata terjadi. Demi kepraktisan, para ibu dengan bayi tiga tahunnya (batita) sejak 15 tahun terakhir meninggalkan pemakaian grito dan popok kain dan beralih ke popok sekali pakai. Belanja popok bayi menempati ranking kedua setelah susu dalam daftar belanja rumah tangga. Sehingga popok bayi menjadi barang vital, bahkan demand popok bayi terus meningkat diikuti dengan tren kenaikan harga yang signifikan.

Menurut survei The Nielsen Company Juni 2017, kata Prigi, pertumbuhan volume (peningkatan kebutuhan) meningkat 7,4% dan pertumbuhan harga meningkat 5,9% dibandingkan semester kedua tahun 2016.

Di Daerah Aliran Sungai (DAS) menurut survei BPS 2013 terdapat 750.000 batita. Dalam survei Brigade Evakuasi Popok (BEP), setiap batita DAS Brantas menggunakan 4 -9 popok/hari. Maka, jika semua popok bekas dibuang di sungai diperkirakan 3-6juta per hari, Brantas akan tenggelam oleh popok bayi dan akan menjadi sumber polutan di Kali Brantas.

Tim kampanye yang menamakan diri Brigade Evakuasi Popok (BEP) ini telah melakukan investigasi di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kota Batu, Kabupaten Malang dan Kota Malang, dari 9 Kota dan Kabupaten yang dilewati oleh Kali Brantas, berikut temuan tim yang mencengangkan.

brigade evakuasi popok

Foto: greeners.co/HI

Temuan tim di lapangan adalah pertama, Sungai Brantas ternyata menjadi tempat pembuangan popok bayi bekas, popok orang dewasa dan pembalut wanita. Dari hasil survei, dominasi Popok Bayi sebesar 98%, Popok Dewasa 1,9% dan sisanya pembalut wanita,

Selain itu, SOP penanganan popok bekas juga tidak ada karena dari popok-popok yang berhasil dievakuasi masih banyak tertempel kotoran bayi (feses), padahal seharusnya sebelum dibuang kotoran bayi ini harus dipisahkan dan dibuang ke dalam tangki septik, sehingga popok bekas yang dibuang sudah bersih dari feses yang banyak mengandung bakteri E-coli.

Lokasi favorit masyarakat membuang popok juga rata-rata di jembatan. “Hampir semua jembatan di 9 Kota/Kabupaten yang kami survei ditemukan tumpukan atau timbunan popok,” kata Prigi.

Menurut Prigi, sampah popok bayi mengacu pada Undang-undang Pengelolaan Sampah Nomor 18/2008, popok bayi bekas masuk dalam kategori residu sampah sehingga tidak bisa didaur ulang atau dimanfaatkan kembali sehingga penangannya harus di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sehingga, sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk mengangkut popok-popok yang menggenangi Kali Brantas dan anak-anak sungainya untuk kemudian diangkut dan ditangani secara sanitary landfill.

Meski demikian, kata Prigi, hingga kini instansi pemerintah saling melempar tanggung jawab dalam menangani masalah sampah popok bekas yang menghiasi Sungai Brantas. “Masing-masing punya dalih,” ujar Prigi.

Ecoton menilai, pengelolaan sungai secara umum masih belum menjadi prioritas pemerintah sehingga pengelolaannya cenderung ala kadar. “Pemerintah melakukan pembiaran terhadap aktivitas/perilaku masyarakat yang merusak sungai, mencemari sungai dan meracuni air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat DAS Brantas,” kata Prigi.

Koordinator Brigade Evakuasi Popok, Aziz menambahkan, Kota Malang termasuk dalam kawasan Hulu Kali Brantas yang di bagian hilirnya seperti Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto, air kali Brantas menjadi sumber bahan baku perusahaan air minum, sehingga menjaga kebersihan air sungai Brantas tidak bisa hanya membicarakan kewenangan wilayah kota/kabupaten. Dan, semestinya Kali Brantas harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh.

Tim BEP pun mengakhiri dengan mendeklarasikan Revolusi Popok dan menyatakan Perang terhadap Popok untuk mewujudkan Brantas Bebas Popok 2020 di Kota Malang hari ini. Dalam deklarasi itu, tim merekomendasikan agar segera evakuasi popok di aliran Kali Brantas yang melalui 15 kota/kabupaten di Jawa Timur.

Kemudian mengajak masyarakat untuk tidak membuang popok bekas bayi ke Aliran Kali Brantas, mendorong pemakaian popok kain yang bisa digunakan berkali-kali, mengampanyekan bahaya popok sekali pakai yang berdampak bagi kesehatan bayi dan kerusakan lingkungan sungai.

Tim juga mendorong produsen untuk mencantumkan larangan membuang popok ke sungai dan mencantum SOP penanganan popok bekas dan juga menyediakan sarana pembuangan popok (Drop Box) popok untuk kemudian menjadi tanggungjawab Pemerintah untuk mengangkut ke TPA.

Pemerintah juga diminta agar wilayah mereka yang dilalui Kali Brantas untuk membangun sanitary landfill khusus popok dan menyusun kebijakan Pembebasan Sungai Brantas dari Popok Bayi, serta segera melakukan pembersihan popok yang ada di Kali Brantas sepanjang 330 kilometer yang melewati 15 kota/kabupaten.

Penulis: HI/G17

Top