Perkuat Kolaborasi Wujudkan Fesyen Berkelanjutan di Indonesia

Reading time: 3 menit
Ketua Umum Rantai Tekstil Lestari (RTL) Basrie Kamba (dari kanan) berbincang dengan Deputi Bidang Ekonomi, Bappenas/ Kementerian PPN Amalia Adininggar Widyasanti, Board of Management RTL Fitrian Ardiansyah dan General Secretary RTL Yudha Amdan di sela-sela acara Indonesia Sustainable Fashion Conference 2022 di Jakarta, Selasa (29/11). Foto: RTL

Jakarta (Greeners) – Lembaga nirlaba tekstil berkelanjutan, Rantai Tekstil Lestari (RTL) terus mendorong penguatan kolaborasi untuk mewujudkan transformasi industri tekstil dan fesyen berkelanjutan di Indonesia.

Pada saat ini, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menjadi salah satu sektor industri prioritas Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri tekstil dan pakaian meningkat sebesar 13,74 % menjadi Rp 35,17 triliun pada kuartal II/2022. Sebelumnya Rp 30,92 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data tersebut, industri tekstil berperan penting dalam terciptanya industri hijau yang ramah lingkungan dan sirkular.

Ketua Umum Rantai Tekstil Lestari Basrie Kamba mengatakan, industri fesyen global senilai US$ 1,3 triliun per tahun sedang memasuki era pembangunan yang berkelanjutan dan sirkular. Indonesia, dengan nilai ekspor sebesar US$ 13 miliar tahun lalu, masih merupakan produsen tekstil penting dan inti dalam rantai pasokan dunia.

“Reformasi rantai industri sirkular dan praktik ekonomi sirkular di industri TPT global, tentunya akan memberikan tantangan sekaligus peluang bagi para pemain Indonesia,” kata Basrie pada acara “Indonesia Sustainable Conference 2022” yang RTL gelar di Jakarta, baru-baru ini.

Peta Jalan Industri Tekstil

Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid, mengharuskan pelaku industri tekstil dan fesyen untuk menerapkan prinsip keberlanjutan pada seluruh mata rantai operasional. Hal ini sejalan dengan KADIN Net Zero Hub, yakni ekosistem yang menghubungkan seluruh pemangku kepentingan dalam energy transition untuk mengurangi emisi.

Untuk mewujudkan ekosistem fesyen berkelanjutan, Rantai Tekstil Lestari melaksanakan kolaborasi dengan beberapa pihak, salah satunya Bappenas.

Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, sudah saatnya industri fesyen memiliki peraturan untuk mengatur seluruh proses kegiatan.

Ia menegaskan, Bappenas berkomitmen untuk ikut mewujudkan terbentuknya masterplan tekstil Indonesia. Dimana di dalamnya ada peta jalan transformasi industri tekstil dan fesyen yang berkelanjutan.

“Dengan kolaborasi, nantinya kita dapat menyusun peta jalan yang sejalan dengan prinsip SDGs. Yaitu dengan pendekatan perencanaan pembangunan yang tematis, holistik, integratif dan spasial,” paparnya.

RTL mewadahi para pemangku kepentingan di bidang tekstil dan fashion untuk mendengarkan dan bertukar pendapat mencari jalan keluar pada isu sosial, ekonomi, lingkungan, dan teknologi di bidang fashion di tanah air. Foto: RTL

Geliat Fesyen Berkelanjutan di Indonesia

Saat ini, komitmen fesyen berkelanjutan juga mulai menggeliat dalam industri fesyen di Indonesia. Menurut General Secretary Indonesia Textile Association Michelle Tjokrosaputro, beberapa pabrik pakaian di tanah air sudah mengalami kemajuan teknologi. Mereka menggunakan teknologi yang dapat menghemat air, listrik dan juga energi.

Namun ia juga mengatakan, di sisi lain juga terdapat beberapa produsen yang belum mampu untuk menyeimbangkan peraturan dan memperbarui teknologi. Dalam hal ini infrastruktur juga menjadi hambatan bagi para produsen lokal.

Dengan kata lain, komitmen fesyen berkelanjutan sudah mulai meningkat, namun para produsen masih terhambat untuk mengakses teknologi dan infrastruktur secara merata.

“Indonesia memiliki banyak artisan atau pengrajin. Mereka membutuhkan rangkulan dan dukungan teknologi. Juga infrastruktur untuk memastikan transisi menuju sustainable fashion berjalan dengan baik,” katanya.

Sedangkan bagi sisi konsumen, topik fesyen berkelanjutan masih hilang timbul dari permukaan. Tidak hanya sebagai trend fesyen, fesyen berkelanjutan seharusnya menjadi gaya hidup yang bisa masyarakat adopsi. Untuk mencapai hal tersebut, maka masyarakat membutuhkan perluasan informasi dan edukasi yang mudah untuk diakses.

“Terkadang masyarakat tidak tahu harus mulai dari mana untuk mengakses informasi ini. Maka dari itu, saya pikir tidak hanya tentang kolaborasi, melainkan juga harus melibatkan edukasi,” ujar Michelle.

Sejalan dengan hal itu, Board of Supervisor Rantai Tekstil Lestari Anya Sapphira mengatakan, edukasi tersebut bisa konsumen dapatkan dari hal-hal kecil di sekitar. Seperti petunjuk pemakaian dan perawatan pada label pakaian, hingga material yang digunakan. Walaupun hal kecil, namun bisa membuat kita untuk menjadi konsumen yang lebih berkesadaran.

“Ketika kita membicarakan sustainable fashion, itu tidak hanya tentang proses produksi. Itu juga adalah perilaku, tentang pola konsumsi dari setiap konsumen. Pola ini penting untuk menentukan komitmen sustainable fashion di Indonesia,” jelasnya.

Penulis: Zahra Shafira

Editor : Ari Rikin

Top