2.564 Kejadian Bencana Alam Terjadi di Indonesia Sepanjang Tahun 2018

Reading time: 2 menit
bencana alam
Ilustrasi dampak bencana alam. Foto: BNPB

Jakarta (Greeners) – Banyak kejadian bencana alam yang menerpa Indonesia selama tahun 2018. Masih bisa diingat gempa beruntun disusul tsunami di Nusa Tenggara Barat, likuifaksi di Sulawesi Tenggara, serta erupsi Gunung Anak Krakatau dan tsunami di Selat Sunda. Berbagai bencana alam tersebut menimbulkan ribuan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa tahun 2018 adalah tahun bencana jika dilihat dari korban jiwa dan hilang. Hingga 30 Desember 2018 pukul 08.00 WIB, telah terjadi 2.564 kejadian bencana alam di Indonesia. Kejadian bencana masih didominasi banjir, longsor dan puting beliung.

“Dari 2.564 kejadian bencana, sebanyak 2.481 (96,8%) bencana hidrometeorologi dan 83 (3,2%) bencana geologi. Meskipun bencana geologi hanya 83 kejadian, namun menyebabkan dampak bencana yang lebih besar, khususnya gempa bumi dan tsunami,” ujar Sutopo dalam konferensi pers di kantor BNPB, Jakarta (31/12/2018).

Sutopo mengatakan, kejadian 23 kali gempa bumi yang merusak telah menyebabkan 572 orang meninggal dunia, 2.001 orang luka-luka, 483.399 orang mengungsi dan terdampak, dan 226.667 unit rumah rusak. Gempa bumi diikuti tsunami dan likuifaksi terjadi hanya satu kali namun menyebabkan 3.475 orang meninggal dan hilang, 4.438 orang luka-luka, 221.450 orang mengungsi dan terdampak, dan 68.451 unit rumah rusak berat.

BACA JUGA: Pasca Tsunami di Selat Sunda, Aktivitas Gunung Anak Krakatau Tetap Tinggi 

Beberapa peristiwa erupsi gunung juga terjadi di tahun 2018. Pertama, Gunung Merapi kembali meletus pada bulan Mei 2018. Letusan terjadi beberapa kali, dimulai pada tanggal 11 Mei 2018. Akibatnya, sekitar 1.900 orang terdampak dan mengungsi, dan Bandara Adi Sucipto sempat ditutup. Kedua, Kawah Sileri di Gunung Dieng meletus pada tanggal 1 April 2018 yang mengakibatkan 56 orang keracunan gas berbahaya.

Ketiga, erupsi Gunung Anak Krakatau yang dikatakan sebagai pemicu tsunami yang terjadi di Selat Sunda. Gunung ini masih aktif dan mengalami erupsi. Rekaman seismograf tanggal 31 Desember 2018, pukul 00.00 – 06.00 WIB, tercatat terjadi 4 kali gempa dengan amplitudo 10-14 mm dan durasi 36-105 detik.

“Selain itu, bencana tsunami hanya terjadi sekali, yaitu di Selat Sunda. Bencana ini menyebabkan 453 meninggal dan hilang, 14.059 luka-luka, 41.132 mengungsi dan terdampak, serta 2.259 rumah rusak,” lanjutnya.

BACA JUGA: LIPI: Belum Ada Teknologi yang Mampu Secara Akurat Mendeteksi Gempa 

Menurut data BNPB, dari 2.564 kejadian bencana yang terjadi sepanjang 2018 menyebabkan 3.349 orang meninggal, 1.432 orang hilang, 21.064 orang luka-luka, 10,2 juta orang mengungsi & terdampak, dan 319.527 unit rumah rusak.

“Pada periode yang sama, yaitu 1 Januari hingga 30 Desember, jumlah kejadian bencana tahun 2017 lebih banyak daripada tahun 2018. Namun, di tahun 2018 adalah tahun bencana jika dilihat dari korban jiwa dan hilang,” jelas Sutopo.

Bencana ini juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Menurut data Bappenas, penurunan pertumbuhan ekonomi akibat bencana alam akan meningkatkan jumlah penduduk miskin baru sebesar 18.400 jiwa. Diperkirakan tingkat kemiskinan di Sulteng pada tahun 2019
meningkat menjadi 14,42 persen atau sebesar 438.610 jiwa. Seiring dengan perbaikan ekonomi pasca pemulihan secara perlahan kemiskinan di Sulteng dapat menurun kembali yang diperkirakan membutuhkan waktu 3 tahun ke depan.

Menurut Sutopo mitigasi bencana masih menjadi tantangan di Indonesia. Sutopo mengatakan, secara umum sebagian masyarakat Indonesia dan pemerintah daerah masih belum siap menghadapi bencana besar.

“Berdasarkan tiga penelitian/kajian mengenai tingkat kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana ternyata hasilnya menunjukkan bahwa pengetahuan kebencanaan meningkat. Tetapi pengetahuan ini belum menjadi sikap, perilaku dan budaya yang mengkaitkan kehidupannya dengan mitigasi bencana,” jelas Sutopo.

Perlu upaya yang lebih serius dan berkelanjutan untuk meningkatkan budaya sadar bencana untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa yang tangguh menghadapi bencana.

Penulis: Dewi Purningsih

Top