Bahaya Merkuri Mengintai, Pemerintah Waspada

Reading time: 5 menit

Info grafis: greeners.co

Merkuri dalam pertambangan

Merkuri atau raksa merupakan salah satu zat kimia (logam berat) berbahaya yang paling mengancam kesehatan masyarakat di dunia. Di Indonesia, penggunaan merkuri memiliki porsi terbesar pada sektor pertambangan emas ilegal. Apalagi, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dinamika kenaikan harga emas dalam 10 tahun terakhir berperan besar dalam meningkatkan jumlah Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) hingga dua kali lipat yang tersebar di seluruh nusantara, baik di dalam taman nasional, kawasan lindung, hutan raya, bahkan pada pulau-pulau kecil.

“Di Indonesia, raksa ini sebagian besar digunakan pada pertambangan emas skala kecil, yang diidentifikasi pada sejumlah 850 kawasan yang memiliki titik panas yang cukup tinggi yang tersebar di 197 kota/kabupaten di 32 provinsi, dengan jumlah penambang lebih dari 250 ribu orang,” kata Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, M R Karliansyah kepada Greeners, Jakarta, Jumat (29/09).

Saking bahayanya dampak dari paparan air raksa, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sampai mengeluarkan tujuh instruksi untuk mengatasi penggunaan merkuri pada pertambangan rakyat. Instruksi pertama, Presiden meminta untuk dilakukannya pengaturan kembali tata kelola pertambangan rakyat dan pertambangan emas skala kecil yang berada di luar maupun di dalam kawasan hutan. Instruksi kedua, penggunaan merkuri pada tambang-tambang rakyat harus segera dihentikan.

Instruksi ketiga, penggunaan merkuri pada tambang rakyat harus segera dihentikan, instruksi keempat, pengawasan terhadap sumber distribusi merkuri. Instruksi kelima melihat lagi tata niaga pengadaan dan distribusi merkuri, termasuk pengawasan importasi merkuri. Instruksi keenam, pencarian solusi bagi penambang rakyat ilegal sebagai pengganti mata pencaharian dan ketujuh Presiden meminta Kementerian Kesehatan untuk bergerak memberikan pertolongan medis bagi warga yang telah terpapar bahan kimia berbahaya tersebut.

Menurut Karliansyah, KLHK telah mengatur beberapa konsep pengendalian masalah pertambangan rakyat tanpa izin di kawasan hutan, khususnya di dalam kawasan hutan konservasi. Ia mengatakan, keberadaan kegiatan pertambangan tanpa izin di kawasan hutan, khususnya konservasi memang tidak dibolehkan dan akan dihapus sama sekali. Namun untuk kawasan lain, dikatakannya masih bisa ditanggulangi dengan beberapa model.

Ia memberi contoh kasus pertambangan di Gunung Kidul. Kondisi Gunung Kidul saat ini terdapat banyak bekas-bekas tambang rakyat yang telah ditinggalkan oleh masyarakat. Karena berada di tanah milik negara, pemerintah pun melakukan pemulihan dan rehabilitasi dengan mendirikan pasar ramah lingkungan. “Jadi kami buat sifatnya pasar yang rendah karbon dan ramah lingkungan, lampunya dari solar cell, air limbahnya diolah dengan baik, ya seperti itu nantinya,” katanya.

Namun jika lokasi tambang tersebut berada di kawasan hutan dan bukan hutan konservasi, nantinya akan menggunakan model perhutanan sosial. Dengan model perhutanan sosial ini, terusnya, masyarakat bisa mendapat manfaat dari hasil hutan bukan kayu seperti penanaman kopi dan lain sejenisnya hingga siap masa panen.

Terkait ratifikasi, pemerintah juga akan memasukkan dalam Rencana Aksi Nasional untuk menghapus secara bertahap penggunaan merkuri pada asetaldehida (Acetaldehyde) hingga tahun 2018, penggunaan merkuri pada baterai, thermometer, serta tensimeter hingga tahun 2020 dan produksi klor-alkali hingga 2025. Sedangkan penghapusan permanen penggunaan merkuri harus dilakukan pada pertambangan emas dalam skala kecil. Penggunaan merkuri, katanya, masih boleh dalam jumlah tertentu untuk keperluan perlindungan sipil dan militer, penelitian, kalibrasi instrumen, standar referensi, switch and relay, dan lampu fluoresen katoda dingin.

(Selanjutnya…)

Top