Cegah Jadi Sampah, BRIN Beri “Kehidupan Baru” Masker Sekali Pakai

Reading time: 5 menit
Sampah masker sekali pakai hanya memberi timbulan sampah baru ke lingkungan jika tak terkelola dengan baik. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Masker sekali pakai menjadi barang yang lekat dan wajib masyarakat pakai di masa pandemi Covid-19. Apalagi dunia dan Indonesia akan memasuki dua tahun pandemi melanda. Proteksi masker sekali pakai tiga hingga lima lapis ini menjadi pilihan untuk memperkuat protokol kesehatan selain menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mencuci tangan.

Namun, masker sekali pakai ini hanya akan berujung menjadi sampah jika tak terkelola. Menangkap kondisi ini, Loka Penelitian Teknologi Bersih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang kini menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melahirkan inovasi teknologi daur ulang masker menjadi biji plastik.

Peneliti ahli madya bidang teknik material yang juga Plt Kepala Pusat Riset Biomaterial BRIN Akbar Hanif Dawam Abdullah mengatakan, selain menimbulkan penyakit karena virus, pandemi Covid-19 membawa masalah baru seperti timbulan sampah masker dan limbah medis.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut timbulan limbah medis selama pandemi Covid-19 naik. Mengutip Institute for Global Environmental Strategies (IGES) pada tahun 2020 yang melakukan studi timbulan sampah medis di berbagai negara termasuk di Indonesia (di Jakarta) hasilnya memang ada kenaikan luar biasa. Sebelum pandemi Covid-19 terdapat 35 ton per hari limbah medis (3,3 gram per orang per hari).

Jumlah tersebut naik lima kali lipat saat pandemi Covid-19 melanda yakni mencapai 247 ton per hari (23 gram per orang per hari). Untuk limbah penanganan Covid-19 mencapai 2,23 kg per tempat tidur per hari.

Data itu mewakili limbah medis Covid-19. Namun terbayangkah, timbulan sampah dari masyarakat yang negatif Covid-19 namun tetap menggunakan pelindung seperti masker sekali pakai? Data terkait itu, belum pasti terinventarisasi. Setiap hari masyarakat berganti masker dan jutaan masyarakat menggunakannya. Asumsinya, ada jutaan timbulan sampah masker. 

Saat ini hanya ada data KLHK bahwa setiap orang bisa menghasilkan sekitar 0,7 kg sampah per hari. Rendahnya pemilahan sampah mempersulit upaya daur ulang sampah.

BRIN hasilkan biji plastik dari daur ulang masker lalu menyulapnya menjadi pot. Foto: BRIN

Masker Sekali Pakai Jadi Timbulan Sampah di Tengah Pandemi

Masker sekali pakai menjadi pilihan karena daya proteksi tinggi. Namun, masker ini berbahan plastik polypropylene (PP). Analisa yang Dawam dan tim lakukan mendapati masker sekali pakai berbahan PP.

“Penduduk Indonesia ada hampir 270 juta jiwa, berapa ratus juta yang memakai masker sekali pakai ini. Jika masyarakat sakit dan berada di rumah sakit tentu penanganan maskernya masuk limbah medis. Namun bagaimana dengan orang sehat yang bermasker?,” katanya kepada Greeners, di Jakarta, Senin (29/11).

Rumah sakit dan fasilitas kesehatan tentu sudah memiliki kemampuan dan prosedur penanganan limbah medis. Tetapi masyarakat umum yang bermasker dan sehat tentu hanya membuang sampah maskernya begitu saja. Padahal dari sisi potensi, banyak kandungan PP jika masker terdaur ulang. Padahal “kehidupan baru” masker sekali pakai ini bisa menjadi beragam produk turunan seperti pot dan bak sampah.

Dawam menambahkan, tanpa masyarakat sadari masker sekali pakai berbahan plastik ini hanya masyarakat buang atau bakar. Masyarakat hanya memiliki akses terdekat yakni tempat sampah untuk membuangnya.

Padahal potensi PP dari masker sekali pakai ini jika terolah dan terdaur ulang menjadi biji plastik bisa menggerakkan sirkular ekonomi. Di sisi lain mencegah dan mengurangi timbulan sampah yang hanya membebani lingkungan jika tidak terkelola dengan baik.

“Isu lingkungan dari terbuangnya sampah masker dan pelindung diri lainnya ke laut selama pandemi ramai menjadi perbincangan Desember lalu. Awal tahun 2021, Badan Nasional Penanggulangan Bencana bertanya ke kita terkait hal ini,” ungkapnya.

Inovasi Daur Ulang Masker Sekali Pakai

Dari situ ia dan tim bergerak cepat dan menangkap inovasi daur ulang masker sekali pakai tersebut. Dari opsi reduce, reuse dan recycle, hal yang paling masuk akal untuk mengelola sampah masker adalah recycle. Saat pandemi tentu tidak mungkin mengurangi penggunaan masker atau bahkan menggunakan kembali atau berkali-kali masker sekali pakai ini.

“Kita punya teknologi dan dengan recycle dengan suhu panas di atas 70 derajat Celcius virus mati. Selain itu kita juga mengenal disinfeksi atau sterilisasi yang bisa diterapkan ke sampah masker sebelum mendaur ulangnya,” tuturnya.

Dawam menjelaskan, inovasi daur ulang yang ia dan tim lakukan dengan memaksimalkan prinsip recycle industri daur ulang. Hanya saja proses dan penguatan daur ulang masker sekali pakai ini sudah ia kantongi pantennya.

“Masyarakat antusias dengan teknologi ini menemukan jawaban. Dari masker menjadi biji plastik untuk membuat pot hidroponik yang menjadi bagian dari green life,” imbuhnya.

Memakai masker menjadi hal yang wajib masyarakat lakukan saat pandemi Covid-19. Foto: Shutterstock

Memastikan Masker Daur Ulang dari Orang Sehat

Pertengahan tahun 2021, ia mulai masif mendaur ulang sampah masker sekali pakai ini. Sebelum mengolahnya, Dawam memastikan masker yang terkumpul ini berasal dari masker orang sehat dan bukan orang terinfeksi virus Covid-19.

Komunitas masyarakat yang ia libatkan untuk mengumpulkan masker ini harus terlebih dahulu merendam masker dengan deterjen selama satu jam. Kemudian masker masyarakat keringkan lalu baru mereka kirim ke tim BRIN.

Tim BRIN pun kembali akan mensterilisasi masker yang terkirim ini dengan cara yang sama. Mencuci dan merendamnya selama satu jam dengan deterjen atau larutan pemutih. Kemudian masker masuk oven bertemperatur lebih dari 70 derajat Celcius hingga kering. Sebelum masuk proses menjadi biji plastik, tim memisahkan filter masker dengan tali dan pengait maskernya.

Barulah setelah itu masuk mesin extruder dengan elemen pemanas karena masker harus leleh dengan suhu 165-170 derajat Celcius hingga akhirnya menjadi biji plastik. Nantinya biji plastik ini siap memiliki “kehidupan baru” menjadi pot dan bak sampah.

Daur Ulang Masker untuk Jaga Bumi Tetap Hijau

Dalam inovasi daur ulang ini, BRIN mendapat dukungan Yayasan Upakara. Yayasan yang tertarik pada isu limbah dan lingkungan ini bermitra dengan ikut mengumpulkan masker sekali pakai dari orang sehat untuk selanjutnya mengadopsi teknologi daur ulang BRIN.

Anggota Yayasan Upakara Bhuvana Nusantara Nuri Harmastuti mengungkapkan, saat ini sudah ada 500 orang dari berbagai komunitas di sejumlah daerah di Indonesia yang terlibat aktif mengumpulkan sampah masker sekali pakai ini. Para partisipan ini berasal dari Jakarta, Bandung, Tangerang, Surabaya, beberapa kota di Jawa Tengah, Kalimantan, Batam, Medan dan Ternate.

“Masker yang kami kumpulkan ini adalah masker dari orang yang sehat. Kami imbau kejujuran dari para partisipan yang mengumpulkan. Saat sampai ke lokasi pengumpulan pun kami sterilisasi ozon lagi,” kata Nuri.

Untuk mengolah sampah masker menjadi biji plastik, Upakara memerlukan 2.000 kg tumpukan masker. Saat ini baru terkumpul 400 kg. Nantinya Upakara akan mendapat pendampingan dari tim Dawam sebagai pemegang lisensi untuk mendaur ulangnya.

Nuri pun sudah memproyeksikan saat sampah masker berubah menjadi biji plastik akan memberinya “kehidupan baru” menjadi pot. Selain komitmen daur ulang sampah masker ini, Upakara juga merintis pengolahan limbah industri tebu yang bisa menjadi media tanam.

“Jika pot dari sampah masker ada, kami punya media tanam dari limbah industri tebu lalu bisa mendorong urban farming di perkotaan,” tandasnya.

Prinsip Kehati-hatian Olah Sampah Masker

Sementara itu, Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) KLHK Sinta Saptarina mengapresiasi setiap inovasi dan teknologi yang memanfaatkan kembali limbah ataupun sampah menjadi sumber daya baru. Selain itu juga menjadi upaya pengurangan sampah.

Hanya saja, KLHK menegaskan perlunya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan limbah medis dan masker sekali pakai tersebut. Aturan mengenai hal itu lanjutnya adalah kewenangan dari Kementerian Kesehatan. Oleh sebab itu perlu upaya dan diskusi bersama untuk membahas ketika ada inovasi terkait dengan daur ulang sampah masker ini.

“Harus ada prinsip kehati-hatian dan jangan sampai menjadi subjek penularan baru. Sebab di masa pandemi ini kesehatan menjadi unsur utama dan yang paling penting. Apalagi varian Covid-19 terus bermutasi,” katanya.

Oleh karena itu perlu kajian yang sangat menyeluruh, jangan sampai maksud baik mendaur ulang justru akan mengancam kesehatan manusia.

Terkait hal itu, Dawam pun berharap inovasinya ini mendapat “lampu hijau” dari kementerian terkait. Pasalnya, semua prosedur yang ia dan tim lakukan memakai prinsip dan kaidah riset serta terlaksana dengan penuh kehati-hatian. Ia punya harapan besar, sampah masker sekali pakai tidak terus menerus menjadi masalah baru selama pandemi Covid-19.

Penulis : Ari Rikin

Top