Debat Capres Ke-2, Kedua Capres Tidak Menguasai Akar Masalah Lingkungan Hidup

Reading time: 2 menit
debat capres
Foto: Humas KPU

Jakarta (Greeners) – Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai Debat Kedua Calon Presiden 2019 dengan tema Pangan, Energi, Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang berlangsung pada Minggu malam tidak menyentuh akar masalah. Kedua kandidat cenderung tidak menguasai atau menghindari pembahasan-pembahasan yang bersifat subtantif terkait lingkungan.

Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati yang sekaligus menjadi panelis pada Debat Kedua Capres mengatakan bahwa pada debat kedua, secara umum capres tidak menguasai dan tidak mengerti akar masalah terkait lingkungan hidup. Hal ini terlihat dari jawaban tidak tersampaikan mendetail, jawaban melenceng dari pertanyaan, dan jawaban kedua capres belum memajukan tema-tema yang sedang diperdebatkan.

“Menurut WALHI, kedua pasangan sangat kurang visi. Kecenderungan calon nomor satu mengklaim terlalu berlebihan dengan mempromosikan apa yang sudah dilakukan selama empat tahun. Wajar sebagai petahana ingin memunculkan prestasinya tapi seharusnya tidak menutup mata terhadap dampak negatif terhadap pembangunan yang dilakukan selama ini. Pada sisi calon nomor dua terkesan tidak menguasai masalah dan menyampaikan secara umum, terkesan hanya jargon saja,” kata Yaya dalam konferensi pers “Tanggapan Pasca Debat Kedua Capres” di Kantor WALHI, Jakarta Selatan, Senin (18/02/2019).

BACA JUGA: WALHI dan ICEL Minta Isu Lingkungan Dibahas dalam Debat Kedua Pilpres 2019 

Yaya mengatakan, pembahasan dampak negatif pembangunan infrastruktur terhadap lingkungan tidak tersampaikan secara mendetail oleh kedua capres. Pada pembahasan calon nomor dua, Prabowo, justru hanya menyinggung soal ganti rugi dan tukar guling tanah tanpa menyinggung mekanisme penyelesaian konflik.

Sementara, pada pembahasan calon nomor satu Jokowi justru menyampaikan pengingkaran bahwa selama 4,5 tahun masa jabatannya tidak ada konflik dalam pembangunan infrastruktur. Menurut Yaya, berdasarkan fakta di lapangan dan dalam laporan Kantor Staff Presiden (KSP) tercatat total konflik mencapai 555 kasus yang dilaporkan ke KSP, ada 19 kasus dengan 631 KK terdampak dengan luasan konflik mencapai 2.288.536 Ha.

Dalam pembahasan soal sawit, Yaya menilai kedua capres justru kompak mendukung sawit dan menyandarkan pada biodiesel. Keduanya terkesan mengabaikan dampak lingkungan hidup yang cukup signifikan dari industri sawit.

“Bagaimana perbaikan sistem (industri sawit, Red.) ke depan dan upaya dampak sosial dan lingkungan ini bisa diatasi itu tidak ada di jawaban para capres. Mereka hanya mendukung biodiesel, B20-B100. Bahkan Paslon 02 ingin kembali ke 20 tahun lalu dengan menerapkan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) di mana menurut NGO hal itu merupakan salah satu upaya akal-akalan perusahaan untuk merampas perkebunan rakyat,” kata Fathilda Hasibuan, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Eksekutif Nasional WALHI.

BACA JUGA: KPU Diminta Hadirkan Panelis yang Kompeten Membahas Isu Lingkungan Hidup

Terkait energi, Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan Anggalia Putri mengatakan, pernyataan Jokowi tentang pengurangan penggunaan bahan bakar fosil melalui program B20 hingga B100 justru kontradiktif dengan keinginan Jokowi sendiri untuk meningkatkan eksplorasi ladang minyak offshore.

Indonesia telah menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23 persen hingga 2025, namun sebagian besar pembangkit listrik masih didominasi batu bara, yaitu sebesar 31 persen. Padahal, ketergantungan energi fosil terbukti membebani perekonomian, baik secara fiskal maupun lingkungan.

“Di dalam debat, kendati kedua capres memasukkan visi-misi pengembangan energi terbarukan, mekanisme percepatan pengembangan energi terbarukan belum jelas, termasuk strategi memperbaiki tata kelola energi dan ketenagalistrikan. Mereka fokus pada pengembangan biodiesel/bioetanol bahkan hingga ke B100, padahal sumber energi terbarukan yang bisa dikembangkan Indonesia sangatlah banyak. Mulai dari teknologi efisiensi energi, atap surya, baterai, mobil listrik, dan smart home system yang makin murah,” ujar Anggalia dalam konferensi pers terpisah di Jakarta, Senin (18/02/2019).

Anggalia menambahkan, pembahasan energi terbarukan seharusnya bisa diangkat sebagai solusi strategis saat dimunculkan video dampak lubang tambang batu bara dalam debat. Tapi, kedua capres sama sekali tidak menyentuh rencana rehabilitasi sisa-sisa aktivitas tambang sebagai awal dari upaya pemulihan.

Penulis: Dewi Purningsih

Top