Koalisi Desak DPR Sahkan RUU Masyarakat Adat di 2025

Reading time: 2 menit
Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat terus menantikan pengesahan RUU ini pada tahun 2025. Foto: AMAN
Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat terus menantikan pengesahan RUU ini pada tahun 2025. Foto: AMAN

Jakarta (Greeners) – Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat kembali masuk daftar Prolegnas prioritas untuk tahun 2025. Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat terus mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkannya. Sebab, pengesahan RUU ini penting untuk pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Senior Kampanye Kaoem Telapak, Veni Siregar, mengatakan pembahasan dan pengesahan RUU ini menjadi momentum penting bagi DPR RI dan pemerintah menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat adat.

“Pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat adalah bentuk tanggung jawab negara dalam memastikan keberlanjutan hidup dan kepastian hukum bagi mereka,” kata Veni dalam media briefing Koalisi RUU Masyarakat Adat, Selasa (17/12).

BACA JUGA: Kaoem Telapak Ungkap Kejahatan Pembalakan Hutan Lewat Film

Veni juga menyarankan agar DPR RI, khususnya Badan Legislasi dan delapan fraksi partai politik, mengambil langkah strategis untuk terus membangun dialog konstruktif dengan masyarakat adat. Dengan demikian, RUU yang dihasilkan dapat menjawab persoalan yang masyarakat adat hadapi.

“Perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat, terutama di tengah kekerasan dan kriminalisasi, harus menjadi prioritas. Kontribusi masyarakat adat dalam menjaga kelestarian lingkungan juga patut diapresiasi,” ujarnya.

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat terus menantikan pengesahan RUU ini pada tahun 2025. Foto: Kaoem Telapak

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat terus menantikan pengesahan RUU ini pada tahun 2025. Foto: Kaoem Telapak

Konflik Masyarakat Adat Masih Terjadi

Sejumlah konflik yang berdampak pada masyarakat adat masih sering terjadi hingga saat ini. Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dalam 10 tahun terakhir tercatat 687 konflik agraria di wilayah adat. Wilayah itu mencakup lahan seluas 11,07 juta hektare.

Konflik-konflik tersebut tidak hanya merampas tanah ulayat, tetapi juga mengakibatkan 925 masyarakat adat menjadi korban kriminalisasi. Dari jumlah tersebut, 60 orang mengalami kekerasan oleh aparat negara, bahkan satu orang meninggal dunia.

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Muhammad Arman mengatakan bahwa proyek-proyek besar sering kali merampas tanah ulayat tanpa melakukan konsultasi atau persetujuan yang memadai. Bahkan, mengabaikan prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa/FPIC).

BACA JUGA: Masyarakat Sipil Desak Pemerintahan Prabowo Tetapkan Moratorium Sawit

Menurut Arman, pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi jalan utama untuk memajukan kesejahteraan masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan. RUU ini bukan hanya penting untuk memberikan kepastian hukum, tetapi juga menciptakan keadilan bagi semua pihak.

Selain itu, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat mengungkapkan bahwa RUU ini merupakan peluang besar untuk memperbaiki ketidakadilan yang terus masyarakat adat alami. Mereka berharap RUU ini dapat memberikan perlindungan hukum yang komprehensif. Perlindungan itu termasuk pengakuan dan perlindungan terhadap wilayah adat dan hutan adat yang merupakan sumber kehidupan dan identitas masyarakat adat.

Peran Penting Wilayah Adat

Keterlibatan masyarakat adat begitu penting dalam pengelolaan wilayah adat juga memiliki kontribusi besar. Khususnya, dalam upaya global untuk melestarikan lingkungan, mitigasi perubahan iklim, dan perlindungan ekosistem. Mereka adalah peran kunci dalam melestarikan keanekaragaman hayati global.

Manajer Bidang Advokasi Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Ermelina Singereta menekankan bahwa wilayah adat merupakan benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati dunia. Sebab, sekitar 80% keanekaragaman hayati global tersimpan di dalamnya.

“Dengan warisan pengetahuan tradisional selama ribuan tahun, masyarakat adat telah menjadi penjaga alam dan ekosistem hayati yang tak tergantikan,” kata Ermelina.

Dengan demikian, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, yang terdiri dari 35 organisasi masyarakat sipil, akan terus mengawal secara intensif untuk memastikan pengesahan RUU ini pada tahun 2025.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top