Evaluasi Uji Coba Kantong Plastik Berbayar Dimajukan Menjadi Setiap Bulan

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: Ist.

Makassar (Greeners) – Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana memajukan rentang waktu evaluasi uji coba penerapan kantong plastik berbayar yang sebelumnya akan dilakukan setiap tiga bulan sebanyak dua kali, menjadi setiap bulan selama enam kali.

Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, mengatakan, hal ini harus dilakukan untuk mempercepat pemerintah mengetahui respon masyarakat terhadap uji coba ini. Selain itu, percepatan evaluasi ini juga akan berpengaruh dengan pembahasan mekanisme dan pengelolaan uang hasil penjualan kantong plastik tersebut.

“Evaluasinya per bulan saja sekalian, sambil cek respon masyarakat dan mekanismenya seperti apa. Nanti kan ketahuan nih yang jadi soal kalau harga tidak sama. Nanti kita lihat di lapangan kenapa persepsinya tentang pemerintah daerah mengkompensasikan harganya tidak sama. Apakah karena geografisnya, tingkat kesulitan, jenis atau karakter lokalnya,” kata Siti saat berbincang dengan Greeners di Makassar, Jumat (04/03).

Lebih lanjut Menteri Siti menjelaskan bahwa mekanisme yang dimaksud bukanlah mengenai mekanisme pembayaran atau harga, melainkan peletakan harga kemasan kantong plastik yang diberikan untuk menyimpan barang-barang belanjaan yang akan dibeli oleh konsumen itu nanti akan ke mana. Semula, kemasan kantong plastik oleh ritel dimasukan ke dalam harga barang. Sedangkan saat ini, kantong plastik di letakkan di luar harga barang sehingga konsumen akan mengetahui berapa sebenarnya harga kantong plastiknya.

“Harga yang tertera di kuitansi itu yang akan dikelola oleh asosiasi, komunitas,Pemerintah Daerah (Pemda), dan Pemerintah Kota,” tambahnya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjawab pertanyaan pers usai menghadiri peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2016 di Makassar, Jumat (04/03). Foto: greeners.co

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjawab pertanyaan pers usai menghadiri peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2016 di Makassar, Jumat (04/03). Foto: greeners.co

Menteri Siti sempat melontarkan ide untuk membuat sebuah konsorsium yang akan mengelola uang hasil dari pembayaran kantong plastik. Meski masih sekadar ide dan belum dimatangkan, namun ia berharap ada semacam pola-pola dompet dhuaffa atau badan funding yang akan mengelola uang ini nantinya. Untuk siapa yang akan mengisi konsorsium ini, ia menyebut akan ada dari pihak komunitas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan beberapa lainnya.

“Uang ini kan enggak boleh dikelola oleh pemerintah. Memang beli plastik dari peritel ini dia jual putus. Tapi dari asosiasinya kan tetap ikut di dalam mengontrol supaya dia bisa akuntabel. Dia tahu si peritel yang nyerahin uangnya dia tahu gimana. Sementara LSM-LSM dan komunitas juga bisa menjelaskan kepada masyarakat digunakan untuk apa uang itu. Makanya, ini harus pas banget ngeberesinnya,” tegas Siti.

Sementara itu, Direktur Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (B3) Tuti Hendrawati Mintarsih menuturkan, untuk sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, ada pembagian tugas antara pemerintah daerah dan pusat. Pemerintah pusat mengerjakan regulasinya dan pemerintah daerah juga nanti melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.

“Kita sudah persiapkan bahannya dan kita lagi atur juga untuk banner dan publikasi semacamnya untuk digunakan oleh pemerintah daerah sebagai alat publikasi dan komunikasi atau sosialisasi,” kata Tuti.

Ditemui di kediamannya, Walikota Makssar, Mohammad Ramdhan Pomanto atau biasa dikenal sebagai Danny Pomanto, mengaku bahwa kota yang ia pimpin ini telah siap untuk menerapkan uji coba kantong plastik berbayar. Bahkan, ia menyatakan kalau seluruh retail, baik yang anggota Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) maupun bukan, telah siap untuk melakukan kebijakan ini.

“Sudah siap. Seluruhnya sudah siap. Memang untuk pasar tradisional akan diberikan treatman sendiri, tapi retail sudah siap semua. Saya sudah keluarkan surat edarannya,” ujarnya.

Ia juga mengharapkan bagian Corporate Social Responsibility (CSR) dari setiap retail besar untuk menyediakan tas yang bisa dipakai ulang kepada masyarakat. Dana pembuatan tas tersebut, menurutnya mungkin akan memakan biaya sebesar Rp 4.500, namun tas tersebut akan bisa dipakai untuk berulang kali sehingga masyarakat tidak perlu membeli kantong plastik.

“Kita berharap ada CSR dari retail besar agar masyarakat tidak diberatkan oleh plastik berbayar tadi. Karena kita mencegah, mohon maaf, jangan sampai pengusaha justru memanfaatkan ini menjadi hitung-hitungan. Kira-kira harganya itu ada Rp 4.500 untuk yang tas bisa dipakai ulang. Desainnya dari kita sendiri. Jadi pemerintah daerah yang menetapkan desain supaya kita seragam. Kemudian kekuatannya kita uji sehingga bisa dipakai berulang-ulang,” tukasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top