Gas Alam Tidak ‘Sebersih’ yang Diperkirakan

Reading time: 3 menit
gas alam
lustrasi. Foto: pxhere.com

LONDON, 22 Juni 2017 – Gas alam harus bisa ditinggalkan sama seperti batubara apabila ingin dunia ini aman dari bahaya perubahan iklim. Hal tersebut diprediksikan terjadi lebih cepat dari perkiraan resmi, menurut laporan terbaru.

Jika negara-negara ingin mencapai target Perjanjian Paris yang berupaya menahan suhu dunia pada 1.5°C, maka tidak perlu mengajukan proposal yang ingin meningkatkan produksi dan distribusi gas.

Terminal dan pipa baru tidak akan bisa sepenuhnya digunakan dan menjadi aset yang sia-sia.

Para penulis juga mengingatkan bahwa apabila negara tidak segera menyadari bahwa investasi pada produksi gas tidak perlu dan merusak iklim, mereka akan terjebak kepada emisi yang tidak mampu ditangani.

Pada laporan yang bertajuk Foot off the Gas, dipublikasikan oleh Climate Action Tracker (CAT), merupakan kajian berbasis saintifik yang independen yang melacak komitmen emisi dan aksi tiap negara.

Anggota CAT’s adalah Climate Analytics, Ecofys dan NewClimate Institute, dengan Potsdam Institute for Climate Impact Research sebagai kolaborator.

Perkiraan tinggi ganda

Laporan tersebut menyatakan bahwa bagian dari masalah adalah pemerintah yang mendasarkan diri kepada proyeksi dari International Energy Agency (IEA) memberikan perkiraan terlalu tinggi atas kebutuhan gas alam, baik untuk menggantikan batubara dan berlaku sebagai langkah darurat saat energi terbarukan belum bisa memenuhi.

Laporan tahunan IEA secara konsisten telah meremehkan percepatan pengembangan energi terbarukan, namun juga telah gagal untuk melihat peran teknologi seperti bio-gas, penyimpanan baterai dan hidrogen untuk bisa menyeimbangkan selang persediaan listrik dari matahari dan angin.

“Salah satu contoh adalah Cina, di mana tahun 2016, IEA memproyeksikan energi terbarukan akan meningkat hingga 7,2 persen dari ketersediaan pada tahun 2020, namun pada akhir 2016, sudah meningkat 8 persen. Ditambah lagi, India dan Timur Tengah juga melirik energi terbarukan lebih cepat dari proyeksi,” kata Niklas Höhne dari NewClimate Institute.

Perubahan pada cara pengaturan grid juga sedang terjadi di Eropa, bersamaan dengan pembangunan konektor jarak jauh antara negara yang bisa saling bertukar energi terbarukan saat satu negara mengalami surplus. Pembangunan ini akan memotong kebutuhan dari gas alam.

Pertukaran dua arah

Contoh yang paling dikenal adalah listrik-hidro dari Norwegia yang digunakan untuk mendorong ketersediaan energi angin di Denmark, dan sebaliknya saat ada tambahan energi angin di Denmark dan Jerman.

Sudah banyak pipa mahal yang mengalirkan gas tidak dirawat, mahalnya pelabuhan dan fasilitas untuk mengekspor gas cair tidak akan bisa digunakan dalam kapasitas penuh, klaim laporan tersebut.

Sebagai contoh, tarif pemanfaatan untuk infrastruktur gas alam AS adalah 54 persen, dan bahkan lebih rendah di Eropa, sebesar 25 persen.

“Investasi yang berlebihan untuk infrastruktur gas alam ini akan meningkatkan emisi dari Perjanjian Paris dengan target 1.5°C dan 2°C – atau sejumlah aset tidak terpakai sebagai ganti dari energi terbarukan yang lebih murah,” kata Andrzej Ancygier of Climate Analytics.

Laporan tersebut juga melihat berkurangnya peran gas alam pada pertengahan abad ini akibat peningkatan kompetisi dari energi terbarukan yang menjadi lebih murah.

Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan resmi bahwa konsumsi gas akan terus meningkat dan menjadi ‘jembatan bahan bakar’ menuju dunia yang bebas karbon.

“Gas alam sering dianggap sebagai sumber energi ‘bersih’ yang melengkapi rangkaian teknologi energi terbarukan. Namun, ada isu yang persisten dengan emisi saat ekstraksi gas dan transportasi yang menunjukkan bahwa gas tidak ‘sebersih’ yang diperkirakan, ” kata Bill Hare dari Climate Analytics.

“Gas alam akan menghilang dari sektor energi pada Perjanjian Paris, di mana emisi harus berada pada level nol saat pertengahan abad.”

Keraguan muncul pada kemungkinan bahwa gas dapat digunakan bersama dengan penangkapan dan penyimpanan karbon. Meski laporan tersebut menyatakan ada keuntungan yang bisa diambil, sebagai teknologi yang mahal — dan akan lebih mahal lagi apabila ingin dijadikan sebagai cara yang diandalkan untuk mengurangi emisi hingga 100 persen. Saat ini, terlalu banyak gas rumah kaca yang masih bisa lolos ke atmosfer pada setiap tahapan. – Climate News Network

Top