RUU Masyarakat Adat Butuh Keberpihakan DPR

Reading time: 3 menit
ruu masyarakat adat
Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam inisiatif #Vote4Forest merilis sebuah kajian tentang rekam jejak anggota DPR dalam proses legislasi rancangan undang-undang terkait isu lingkungan. Kajian seri pertama difokuskan pada perspektif dan kecenderungan sikap para politisi di DPR dalam proses legislasi Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA), di mana dari 26 anggota DPR yang terlibat pembahasan hanya 12 orang yang berpihak kepada RUU MHA.

“Kajian kami menemukan bahwa tidak ada jaminan anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan yang terdapat kelompok masyarakat adat memiliki kecenderungan mendukung RUU Masyarakat Adat. Kajian ini juga menunjukkan bahwa dari 28 anggota Badan Legislasi DPR RI yang aktif terlibat dalam pembahasan RUU MHA, hanya 46 persen memiliki kecenderungan sikap mendukung RUU MHA, 54 persen sisanya memiliki sikap tidak mendukung maupun menolak,” kata Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Jakarta, Rabu (23/01/2019).

ruu masyarakat adat

Sikap Fraksi DPR RI terhadap RUU Masyarakat Hukum Adat. Sumber: presentasi Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Masyarakat Madani dalam acara Diskusi Publik Menakar Keberpihakan Wakil Rakyat pada Isu Lingkungan di Seri Pertama: RUU
Masyarakat Hukum Adat, di Jakarta, Rabu (23/01/2019).

Hasil kajian juga menunjukkan bahwa partai Nasional Demokrat dan Gerindra mendukung, Partai Amanat Nasional (PAN), PDIP, dan PKB cenderung mendukung, Partai Golkar dan Partai Kesejahteraan Rakyat (PKS) netral, sedangkan partai Demokrat dan Hanura tidak mendukung.

BACA JUGA: Golhut Ajak Milenial Memilih Capres & Cawapres yang Peduli Lingkungan 

Teguh mengatakan, dari total 28 anggota Badan Legislatif yang terlibat dalam pembahasan RUU MHA ini 26 diantaranya akan kembali mencalonkan diri untuk periode 2019 – 2024. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana nasib RUU MHA ditangan wakil rakyat periode lima tahun ke depan.

“RUU Masyarakat Adat ini penting untuk disegerakan dengan tetap mengakomodir pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Anggota DPR selama empat tahun ini tidak memahami esensi dari konstitusi tetapi malah lebih memprioritaskan pembahasan undang-undang lain yang relevansinya jauh dari kebutuhan masyarakat,” kata Teguh menegaskan.

Hasil analisis juga disampaikan oleh Akademisi dari Ketua Pusat Studi Agraria Institut Pertanian Bogor (IPB) Rina Mardiana. “Kami mempunyai analisis bahwa anggota legislatif ini memiliki keberpihakan sangat rendah kepada masyarakat adat. Selain itu ada indikasi bahwa mereka (anggota DPR) tidak paham akan RUU Masyarakat Adat dan adanya masyarakat adat ini,” kata Rina. Ia menambahkan bahwa analisis tersebut merupakan hasil kajian bersama Yayasan Madani Berkelanjutan, WikiDPR dan Change.org Indonesia.

Menurut Rina, anggota legislatif tidak memiliki kemauan politik dari pemerintah atau para pengambil kebijakan. Ia juga melihat banyak inkonsistensi partai yang mendukung RUU-MHA ini.

BACA JUGA: Jelang Pemilu 2019, Saatnya Politikus Hijau Gaet Generasi Milenial 

Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) turut mengatakan bahwa dengan hasil RUU-MHA yang masih menggantung, respon dari masyarakat adat sangat kecewa karena konflik dan kriminalisasi terus terjadi.

“Dari catatan terakhir, konflik terjadi di Sumba Timur di mana tanah yang ada di area hutan adat yang diberikan izin oleh pemerintah untuk perusahaan tebu PT Muria Sumba Manis. Tentunya hal ini mendapatkan perlawanan dari masyarakat adat dan demonstrasi terus terjadi,” kata Erasmus.

Sebagai informasi, #Vote4Forest adalah inisiatif kolaborasi dari Yayasan Madani Berkelanjutan, WikiDPR dan Change.org Indonesia untuk memberikan informasi publik terkait rekam jejak anggota DPR pada isu lingkungan jelang Pemilu 2019.

Kajian #Vote4Forest ini dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif menggunakan sumber data utama dari rapat-rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang di DPR RI yang dipublikasikan melalui situs Wikidpr.org, dokumen resmi dari KPU yang diunggah di infopemilu.kpu.go.id., serta pemberitaan di media massa dan sosial media.

Penulis: Dewi Purningsih

Top