Hilang Lebih dari 1 Abad, Katak Terbang Asal Sulawesi Kembali Ditemukan

Reading time: 2 menit
Katak terbang. Foto: BRIN
Katak terbang. Foto: BRIN

Jakarta (Greeners) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Alamsyah Elang N.H., berhasil menemukan kembali katak terbang asal Sulawesi pada Agustus 2023. Spesies katak ini sebelumnya telah dinyatakan hilang selama lebih dari satu abad.

Alamsyah, dkk. kemudian menaikkan status katak terbang asal Pulau Sangihe, Sulawesi Utara tersebut menjadi jenis baru bernama Rhacophorus rhyssocephalus. Katak ini merupakan sub-spesies Rhacophorus pardalisΒ yang tersebar luas dari Sumatra hingga Kalimantan.

Katak ini disebut β€œterbang” karena memiliki selaput penuh di jari tangan dan kaki yang membantunya melayang saat melompat. Alfred Russel Wallace pertama kali memperkenalkan istilah “flying frog” dalam bukunya The Malay Archipelago.

Dalam diskusi SOS#66 bertajuk Sulawesi Flying Frogs: Identity Challenges and Diversity, secara daring, Kamis (5/6), Alamsyah menjelaskan bahwa genusΒ RhacophorusΒ merupakan bagian dari familiΒ Rhacophoridae, dengan tipe spesiesΒ Rhacophorus reinwardtiiΒ yang ditemukan di Jawa Barat. Salah satu ciri khasnya adalah adanya tulang penghubung antara ruas jari pertama dan kedua.

β€œSecara historis, genusΒ Rhacophorus memiliki persebaran yang luas, bisa kita temukan di India, Cina, Jepang, Malaysia, Indonesia, hingga Filipina. Di Indonesia, wilayah paling timur yang menjadi habitatnya adalah Pulau Sulawesi,” terang Alamsyah.

Karakteristik Katak Terbang

Lebih jauh, dirinya merinci bahwa saat ini terdapat lima spesiesΒ Rhacophorus yang telah teridentifikasi di Sulawesi. Di antaranya Rhacophorus edentulusΒ (MΓΌller, 1894),Β Rhacophorus monticolaΒ (Boulenger, 1896),Β Rhacophorus georgiiΒ (Roux, 1904),Β Rhacophorus rhyssocepholusΒ (Wolf, 1936, dalam Herlambang dkk. 2025), danΒ Rhacophorus boediiΒ (Hamidy, Riyanto, Munir, Gonggoli, Trislaksono, dan McGuire, 2025).

Alamsyah menuturkan bahwa hasil ekspedisi selama 20 tahun di Sulawesi menunjukkan adanya beberapa garis keturunan yang berbeda dalam kelompokΒ Rhacophorus. Seluruhnya merupakan endemik di Pulau Sulawesi. Kelompok katak terbang ini terklasifikasi ke dalam empat grup berdasarkan karakteristik fisik.

Pertama, Grup Batik Cokelat, memiliki corak menyerupai batik dengan moncong yang meruncing. Kedua, Grup Web Hitam, memiliki selaput berwarna hitam di kakinya.

Ketiga, Grup Hijau, berwarna hijau muda dan berukuran lebih kecil. Dan keempat, Grup Pipi Putih, memiliki bercak putih di sebagian pipinya.

Sulawesi Kaya Keanekaragaman Hayati

Kepala Pusat Riset Biosistematika Evolusi BRIN, Arif Nurkanto, menjelaskan bahwa Sulawesi memiliki sejarah geologi yang unik. Pulau ini terbentuk dari pertemuan tiga lempeng besar, yakni Asia, Indo-Australia, dan Pasifik, yang menyebabkan tingginya tingkat endemisitas.

β€œSecara biogeografi, Sulawesi tidak pernah terhubung sepenuhnya dengan Australia atau Asia, sehingga menghasilkan spesies unik,” ungkapnya.

Penemuan terbaru menunjukkan bahwa Sulawesi memiliki angka nomor dua tertinggi dalam penemuan spesies baru di Indonesia. Hal ini menandakan tingginya keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

β€œMeskipun penelitian mengenai katak terbangΒ RhacophorusΒ telah mengungkap beberapa spesies baru dan garis keturunan yang berbeda, masih banyak keanekaragaman amfibi lainnya yang belum teridentifikasi sepenuhnya,” ujar Arif.

Sulawesi, dengan ekosistemnya yang unik dan kondisi geologisnya yang kompleks, berpotensi menjadi rumah bagi lebih banyak spesies amfibi endemik yang belum terdokumentasikan. Perlu penelitian lebih lanjut sangat untuk memahami pola evolusi, adaptasi, serta interaksi ekologi amfibi di wilayah ini.

β€œTemuan terbaru hanya menjadi awal dari eksplorasi panjang yang akan membuka lebih banyak wawasan tentang kehidupan herpetofauna di Sulawesi dan Indonesia secara keseluruhan,” pungkas Arif.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top