Jakarta (Greeners) – Buah pascapanen tidak seluruhnya berkualitas sempurna. Ada banyak faktor yang membuat buah tersebut tidak lolos standar layak jual. Tetapi, jika buah dimanfaatkan dengan baik, buah reject ini bisa diolah menjadi produk yang bernilai tinggi.
Buah reject atau afkir merupakan buah yang tidak masuk ke dalam kategori tertentu setelah proses penyortiran dan cenderung dijual dengan harga murah. Buah reject ketika memiliki kriteria di luar standar produk unggul yang meliputi ukuran, warna, kenampakan buah (tidak sempurna atau rusak).
Hasil buah pascapanen yang termasuk dalam kategori reject ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya perubahan kekerasan, padatan terlarut total, penyusutan bobot, dan perubahan laju penyerapan oksigen atau respirasi O2. Semakin tingginya respirasi, maka buah pun akan cepat rusak.
Perekayasa Ahli Madya Pusat Riset Agroindustri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wiwik Handayani menilai, buah yang tidak memenuhi standar pasar ini bisa dimanfaatkan menjadi sebuah produk bernilai tinggi.
“Kalau misalnya ketika kita panen pasti banyak di kebun buah yang sudah rusak atau terjadi juga pada buah yang sudah kita petik. Lalu, seringkali kita menganggap buah itu tidak bisa digunakan sehingga dibuang begitu saja. Padahal banyak sekali dari buah tersebut yang bisa kita olah menjadi produk yang bernilai tinggi,” kata Wiwik dalam Webinar Obrolan Masalah Inovasi BRIN baru-baru ini.
Setelah pascapanen hanya buah tertentu yang bisa masuk ke dalam klaster buah segar. Kemudian buah yang tidak masuk klaster tersebut biasanya akan diolah lebih lanjut atau dijual bebas dengan harga yang lebih rendah.
Produk olahan buah bernilai tinggi dan sehat bisa dihasilkan dari buah-buah reject. Misalnya seperti dehyarated fruit, puree, fruit leather, freeze dry, dan powder. Inovasi produk ini pun dapat menarik perhatian pembeli yang ingin hidup lebih sehat.
Faktor Perubahan Buah
Perekayasa Ahli Muda Pusat Riset Agroindustri BRIN, Waqif Agusta mengatakan, buah setelah dipetik masih mengalami metabolisme. Secara fisiologis buah tersebut masih bernafas sehingga terus mengonsumsi oksigen. Kemudian akan terjadi reaksi dalam sel dan terbentuklah perubahan dalam buah.
“Dalam metabolisme buah ini ada zat-zat terurai. Sehingga ada perkembangan sel di dalam daging buah hingga mencapai kondisi tertentu,” kata Waqif.
Adapula faktor yang memengaruhi kecepatan perubahan. Faktor tersebut meliputi rusak fisik (benturan), suhu tinggi, lingkungan lembap jamur, infeksi hama penyakit, dan kondisi yang memacu perubahan (etilen).
Solusi untuk Buah Reject
Membuat buat reject menjadi bernilai jual tentu jadi solusi yang baik. Bahkan, buah ini bisa menghasilkan produk-produk jual bernilai tinggi yang membantu pemerataan ekonomi.
Wiwik menambahkan, buah reject ini bisa mengatasi penurunan hasil panen. Kemudian juga bisa membantu pelaku usaha dalam memanfaatkan buah reject menjadi sebuah produk jual.
Saat ini, produk semacam ini juga sudah banyak dijual di beberapa pasaran. Berdasarkan pengamatan Wiwik, target pasar tersebut sebanyak 60 % ke masyarakat umum, 20 % toko oleh-oleh, dan 20 % kepada industri restoran.
Penulis : Dini Jembar Wardani
Editor : Ari Rikin