Kemendikbudristek: Isu Lingkungan Jadi Prioritas

Reading time: 2 menit
ilustrasi mahasiswa. Foto: Freepik
ilustrasi mahasiswa. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Kemendikbudristek menyatakan isu lingkungan akan menjadi prioritas dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

“Isu lingkungan ini menjadi prioritas. Terutama ada juga program-program yang kaitannya dengan perubahan iklim sudah ada. Kemudian, mata kuliah lintas SDGs sudah ada di beberapa perguruan tinggi. Bahkan, sudah ada juga mata kuliah lintas disiplin terhadap isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan,” ungkap Direktur Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, Sri Suning Kusumawardani, dalam temu media di Jakarta, Jumat (1/9).

Per 30 Agustus 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia menerbitkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

BACA JUGA: Pendidikan Lingkungan Bersama Sakola Cikapundung

Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Penjaminan mutu pada pendidikan tinggi telah melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan Standar Pendidikan Tinggi (SPT).

Suning pun menambahkan, isu lingkungan dalam Permendikbudristek terus mengalami perkembangan untuk menjadi program di perguruan tinggi dan kalangan mahasiswa.

Diskusi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Foto: Dini Jembar Wardani

Diskusi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Foto: Dini Jembar Wardani

Skripsi Bukan Satu-satunya Syarat Kelulusan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah membuat beragam pilihan tugas akhir kepada mahasiswa. Oleh karena itu, skripsi bukan menjadi satu-satunya untuk syarat kelulusan.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud, Nizam menegaskan bahwa bentuk tugas akhir untuk syarat kelulusan kuliah tidak hanya skripsi. Mahasiswa pun dapat memilih dari banyak jenis tugas akhir yang lebih sesuai dengan bidang keilmuan dan minatnya.

BACA JUGA: Robi Navicula: Diperlukan Pengetahuan Cinta Lingkungan dalam Pendidikan Indonesia

“Jadi, bentuknya itu bisa beragam. Itu kami serahkan pada masing-masing perguruan tinggi dan program studinya. Misalnya, program studi tari. Itu bentuknya akan skripsi atau suatu karya tari, jadi mana yang paling pas untuk mengukur untuk seorang calon sarjana,” kata Nizam.

Nizam mencontohkan, mahasiswa teknik lingkungan bisa mengunjungi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang untuk melihat aktivitas dan keadaan sampah di sana. Sehingga, mereka bisa memecahkan masalah dari hasil riset di sana melalui sebuah proyek atau bentuk lainnya.

Permendikbudristek ini juga menekankan kompetensi mahasiswa yang sesuai dengan keahliannya. Oleh karena itu, sarjana bisa memiliki kemampuan kerja yang sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya. Iti bisa terwujud melalui skripsi, proyek, capstone design project, dan suatu kasus.

Memerdekakan Mahasiswa dan Perguruan Tinggi

Terbitnya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 ini menjadi sebuah langkah untuk memerdekakan perguruan tinggi dan mahasiswa. Nizam berharap para mahasiswa dapat lulus bukan dengan dipaksa, melainkan sesuai kompetensinya.

Dalam hal ini, penentuan tugas akhir juga akan diserahkan kepada perguruan tinggi dan mahasiswa. Nizam melanjutkan, kunci utamanya adalah kompetensi yang sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) level 6.

Kompetensi lulusan disusun sesuai dengan deskripsi KKNI level 6, yaitu level yang setara dengan jenjang Sarjana S1. KKNI tersebut meliputi aspek Kemampuan Kerja, Penguasaan Pengetahuan, Kemampuan Manajerial dan Sikap dan Tata Nilai.

“Itu yang paling fundamental. Sebab, di Permendikbudristek 53 ini menuntut para sarjana agar bisa memiliki kompetensi. Boleh tidak ada skripsi, bahkan boleh tidak ada tugas akhir dan kami fokusnya pada mode kompetensi,” ujar Nizam.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top