KLHK Deklarasikan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Tambang

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan Deklarasi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan. Deklarasi ini diharapkan dapat memperkuat kembali kondisi pasca penetapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana kewenangan di bidang energi dan sumber daya mineral menjadi kewenangan pemerintah dan pemerintah provinsi karena isu pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan kewenangan bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, M.R. Karliansyah, dalam sambutannya mengatakan bahwa dalam konteks keadilan untuk usaha atau kegiatan di sektor pertambangan, khususnya bagi kegiatan pertambangan yang dilaksanakan oleh masyarakat, tentu sangat dibutuhkan kehadiran dan pembinaan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai wujud kehadiran Negara.

Oleh karena itu, lanjutnya, KLHK bersama-sama dengan kementerian dan lembaga terkait juga pemerintah daerah, pelaku usaha dan lembaga swadaya masyarakat akan terus membangun komitmen bersama melalui Deklarasi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan.

“Komitmen bersama ini selanjutnya akan diaktualisasikan melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan,” tegasnya, Jakarta, Kamis (10/12).

Dalam upaya menjaring informasi mengenai kondisi, permasalahan, kebijakan dan kegiatan saat ini serta kebutuhan mendatang, Karli juga menyatakan kalau KLHK beserta lembaga terkait lainnya telah melakukan rapat kerja ekoregion di Jawa, Kalimantan dan Papua, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku serta Sumatera.

Dari proses penjaringan tersebut selanjutnya dapat dirumuskan ruang lingkup aksi yang meliputi; Penyusunan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, tata kelola terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan yang sedang terjadi, pemulihan lahan akses terbuka yang rusak dan/atau cemar berat.

“Lalu ada kerangka hukum, pengembangan peraturan dan kebijakan serta pelembagaan dan peningkatan kemampuan SDM. Sedangkan untuk memulai aksi tersebut, saat ini KLHK melakukan proses pelembagaan sosial “pelaku penambangan” di Singkawang (tambang emas), Paser (tambang emas), Boyolali (tanah urug) dan Bogor (tambang emas) bekerjasama dengan Fakultas Fisipol UGM. Sedangkan untuk upaya pemulihan dilakukan penyusunan Detail Engineering Design (DED) di Singkawang, Paser dan Gunungkidul (tambang batu gamping),” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top