Fenomena La Nina, Masyarakat Diminta Waspadai Banjir dan Longsor

Reading time: 3 menit
la nina
Ilustrasi: greeners.co

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu telah mendeteksi munculnya fenomena La Nina meskipun masih lemah dan diprediksi akan bertahan hingga awal 2017. Bersamaan dengan La Nina, terjadi juga fenomena Dipole Mode Negatif sejak Mei 2016 yang diprediksi akan bertahan hingga November 2016, dan kondisi anomali suhu muka laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia. Dengan kondisi demikian, maka dipastikan akan menyebabkan tingginya curah hujan di Sumatera dan Jawa bagian Barat.

Kepala BMKG Andi Eka Sakya menjelaskan, fenomena La Nina adalah gejala alam yang diindikasikan mendinginnya suhu muka laut di lautan Pasifik Tengah dan Timur. Dampak dari gejala tersebut mengakibatkan jumlah curah hujan yang makin tinggi di suatu daerah. Dampak yang paling nyata salah satunya adalah periode musim kemarau tahun 2016 lebih singkat dan awal musim hujan menjadi lebih awal setidaknya pada 70% wilayah Indonesia.

“Fenomena La Nina yang dapat menyebabkan curah hujan tinggi ini juga harus dapat diantisipasi karena cukup berpotensi mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan longsor dibeberapa daerah yang memang rawan. Selain itu, masyarakat juga perlu diimbau untuk tidak membuang sampah di sungai, drainase diperbaiki dan dibersihkan serta diperbanyak sumur resapan,” ujarnya kepada Greeners, Jakarta, Sabtu (03/09).

BACA JUGA: BMKG Minta Masyarakat Pesisir Waspadai Gelombang Tinggi

BMKG juga memperkirakan musim “kemarau basah” akan berlangsung sampai dengan September di sebagian besar wilayah Indonesia. Pulau Jawa, Sulawesi bagian Timur, Papua bagian Tengah dan Kalimantan serta Sumatera bagian Selatan diprediksi akan mengalamai kenaikan curah hujan hingga 200 persen.

Kepala Badan Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, kombinasi antara La Nina, Dipole Mode Negatif, dan anomali suhu muka air laut yang hangat telah memberikan dampak signifikan meningkatnya bencana di Indonesia saat ini. Pada periode 1 Januari hingga 1 September 2016, terdapat 1.495 kejadian bencana di Indonesia yang menyebabkan 257 orang meninggal dunia, 2,86 juta orang menderita dan mengungsi, dan ribuan rumah rusak. Lebih dari 95 persen dari bencana tersebut adalah bencana hidrometeorologi yang dipengaruhi oleh cuaca.

Longsor, katanya, adalah jenis bencana yang paling mematikan hingga saat ini. Hingga awal September 2016 saja, terdapat 323 kejadian longsor yang menyebabkan 126 orang meninggal dan 18.655 jiwa menderita dan mengungsi. Selain itu, terdapat 535 kejadian banjir dengan dampak 70 orang meninggal dan 1,94 juta jiwa menderita dan mengungsi akibat banjir.

BACA JUGA: KLHK: Indonesia Mulai Masuki Musim Krusial Kebakaran Hutan dan Lahan

Hal ini juga terjadi pada periode La Nina sebelumnya seperti tahun 2010 dan 2011, Indonesia mengalami curah hujan di atas normal, terutama di Pulau Jawa, Maluku, Sulawesi, Sumatera bagian Selatan, Kalimantan dan Papua sehingga meningkatkan risiko bencana banjir dan longsor.

“Dibandingkan dengan kejadian bencana pada tahun 2015, jumlah korban meninggal dan hilang pada tahun 2016 mengalami peningkatan 54 persen, dari 167 jiwa pada tahun 2015 menjadi 257 jiwa pada 2016. Secara keseluruhan jumlah kerusakan pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan 2015. Diprediksi dampak bencana pada 2016 pun akan terus meningkat hingga akhir tahun selanjutnya,” katanya.

Meski demikian, Sutopo menyatakan bahwa meningkatnya curah hujan juga memberikan dampak positif yaitu menurunnya jumlah kebakaran hutan dan lahan, dan kekeringan. Daerah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatera bagian Selatan dan sebagian Kalimantan yang biasanya kekeringan saat ini intensitas kekeringan terjadi sangat kecil. Tidak banyak lahan pertanian yang puso.

Meningkatnya curah hujan selama musim kemarau dan upaya pemerintah yang lebih baik dibandingkan sebelumnya dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan luas kebakaran hutan dan lahan menurun, baik jumlah mapun sebarannya. Satelit Modis menampakkan terdapat penurunan 61 persen titik api hingga periode akhir Agustus.

“Kami meminta kepada masyarakat untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaannya dari ancaman banjir dan longsor terkait adanya peningkatan curah hujan. BMKG melaporkan prakiraan awal musim hujan 2016/2017 di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada Agustus – November 2016 (92,7%), dengan sifat hujan pada periode musim hujan 2016/2017 secara umum diprakirakan 51% normal, 48% di atas normal, dan hanya 1% yang berada di bawah normal,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top