Permen LHK No. 10 Tahun 2024, Angin Segar untuk Pejuang Lingkungan

Reading time: 2 menit
Permen LHK No. 10 Tahun 2024 jadi angin segar bagi perlindungan pejuang lingkungan. Foto: Walhi Nasional
Permen LHK No. 10 Tahun 2024 jadi angin segar bagi perlindungan pejuang lingkungan. Foto: Walhi Nasional

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat. Peraturan ini menjadi angin segar bagi perlindungan pejuang lingkungan dari ancaman pidana maupun gugatan perdata.

Kebijakan ini merupakan aturan pelaksana dari Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup). Namun, sebelumnya ada beberapa kebijakan terkait juga telah pemerintah terbitkan.

Kebijakan tersebut meliputi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan. Kemudian, Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selanjutnya, juga ada Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 36 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup. Namun, keputusan ini kemudian dicabut melalui Perma No. 1 Tahun 2023.

BACA JUGA: ICEL: Revisi Aturan PLTS Atap Jauh dari Percepatan Energi

Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Raynaldo G. Sembiring mengungkapkan bahwa Permen LHK No 10 Tahun 2024 melengkapi mekanisme penghentian perkara sedini mungkin. Mekanisme ini sebelumnya telah tercancum dalam Perma No 1 Tahun 2023 dan Pedoman JA No 8 Tahun 2022.

Menurut Raynaldo, dalam pencegahan dan penanganan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan, pemberlakuan Permen LHK No 1o Tahun 2024 sebaiknya menjadi satu kesatuan dengan Pedoman JA No 8 Tahun 2022 dan Perma No 1 Tahun 2023. Selain itu, UU Lingkungan dan UU HAM harus menjadi payung hukum yang mendasari penerapan kebijakan tersebut.

Menanti Kebijakan Polri untuk Lindungi Pejuang Lingkungan

ICEL juga mendorong agar penetapan kasus sebagai tindakan pembalasan yang tercantum dalam Pasal 8 huruf a Permen LHK No 10 Tahun 2024, dikontruksikan sebagai tindakan pelanggaran hak pejuang lingkungan baik yang melakukan partisipasi publik.

“Tindakan ini juga seharusnya sejalan dengan asas keperluan dan asas proporsionalitas bagi pejuang lingkungan yang terancam pidana,” ungkap Raynaldo lewat keterangan tertulisnya, Kamis (12/9).

Reynaldo menambahkan, asas keperluan dan asas proporsionalitas menekankan kepada proporsi kepentingan publik yang dibela dengan ancaman ketentuan pidana.

Saat ini, Indonesia memiliki rujukan untuk mengimplementasikan kedua asas ini, yaitu penerapan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bangka Belitung No. 21/PID/2021/PT BBL dan Putusan Mahkamah Agung No. 6270/K.Pid.Sus/2022, serta pengaturan dalam Perma 1/2023 dan Pedoman JA 8/2022. Kedua asas ini merupakan solusi dari pasal-pasal karet yang mengkriminalisasi pejuang lingkungan.

BACA JUGA: ICEL Gandeng 9 Universitas Kembangkan Hukum Perubahan Iklim

Selain itu, lanjut Reynaldo, dengan terbitnya Permen LHK No 10 2024, institusi lain sudah memiliki kebijakan perlindungan bagi pejuang lingkungan. Namun, satu-satunya institusi yang belum memiliki kebijakan tersebut adalah Polri.

“Oleh karena itu, kami sangat menunggu komitmen dan kebijakan dari Polri. Sebab, upaya penyerangan hukum (SLAPP) dan pelanggaran hak bagi pejuang lingkungan sering berasal dari upaya paksa dalam penyidikan. Sehingga, Polri berperan penting sebagai garda terdepan untuk menghentikan dan melindungi pejuang lingkungan,” imbuh Reynaldo.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top