Menelisik Komitmen Capres Cawapres 2024 dalam Transisi Energi

Reading time: 2 menit
Ilustrasi transisi energi. Foto: Freepik
Ilustrasi transisi energi. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2024, telah berkomitmen dalam transisi energi. Ketiga pasangan calon (paslon) sepakat untuk mewujudkan energi bersih di Indonesia. Dari masing-masing paslon pun memiliki komitmen yang berbeda.

Transisi energi pada saat ini tengah hangat dibicarakan, mengingat dampak perubahan iklim dan pemanasan global akibat polusi bahan bakar fosil semakin terasa di dunia. Bahkan, pada Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim ke-28 (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab, akhir tahun lalu, untuk pertama kalinya seruan bagi negara-negara di dunia untuk beralih dari bahan bakar fosil masuk di dalam konsensus bersama (Konsensus Dubai).

BACA JUGA: Transisi Energi Terbarukan tak Semata Turunkan Emisi Karbon

“Pada COP 28 kemarin, terdapat komitmen global pengurangan emisi dari bahan bakar ke arah yang lebih berkelanjutan, karena krisis iklim mengancam eksistensi manusia di bumi. Apalagi, posisi Indonesia sebagai penyumbang karbon terbesar ke-8 di dunia. Sehingga, perlu percepatan untuk transisi ke energi rendah karbon,” kata Direktur Eksekutif Traction Energy Asia, Tommy Pratama dalam diskusi media “Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029” secara daring, Rabu (10/1).

Penggunaan bioenergi menjadi salah satu bentuk transisi energi ramah lingkungan, yang tengah digalakkan oleh pemerintah saat ini. Di Indonesia, dua jenis bionenergi mengandalkan bahan baku hasil hutan, yakni biofuel dan biomassa.

Akan tetapi, Tommy mengkhawatirkan produksi bioenergi. Terutama biofuel secara besar-besaran bakal mengancam ketahanan pangan dan hutan yang tersisa.

TPN Paslon No 2 Tawarkan Program Realistis dan Feasible

Drajad Wibowo dari Tim Pemenangan Nasional (TPN) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, memaparkan bahwa program transisi energi yang mereka tawarkan adalah program yang realistis dan feasible.

Ia menganggap biomassa adalah opsi yang logis dari sisi pendanaan dan implementasi jangka pendek. Drajad melihat, memang ada peluang untuk memanfaatkan energi geothermal dan surya. Namun, prosesnya akan memakan biaya besar dan membutuhkan jangka waktu yang lama.

“Kita mesti memutuskan bersama, seberapa ideal penggunaan biomassa seperti bioetanol, serta segera action. Dalam proses ini yang penting untuk menjaga kelestarian produksi, ekologi, dan sosial adalah melalui sustainability audit,” imbuhnya.

AMIN akan Tingkatkan Capaian Transisi Energi Menjadi 4%

Sementara, Irvan Pulungan dari TPN Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menyatakan bakal mengkaji program bioenergi dengan melakukan inventarisasi lingkungan. Hal itu, guna menentukan daya dukung dan daya tampung sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kajian tersebut dapat memetakan masalah dan potensi serta ambang batas waktu pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan Rencana Tara Ruang Wilayah (RTRW) dengan prinsip Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

BACA JUGA: Capres Cawapres Perlu Hati-hati saat Implementasi Transisi Energi

Irvan juga mengungkapkan, fakta capaian transisi energi di Indonesia baru mencapai 1% dari kebutuhan. Menurut dia, jika pasangan AMIN terpilih, mereka akan meningkatkannya menjadi 4% hingga lima tahun ke depan.

“Kuncinya untuk mencapai hal tersebut adalah pendekatan kolaboratif partisipatif dari masyarakat berdasarkan pada lima pilar transisi energi. Pertama, pilar tata kelola yang holistik dan berkesinambungan, kedua kolaborasi pemangku kepentingan, ketiga inovasi pendanaan, keempat transisi energi berkeadilan, dan kelima intervensi pada supply and demand,” ujar Irvan.

TPN Paslon No 3 Akui Banyak Tantangan dalam Transisi Energi

Agus Hermanto dari TPN Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mengakui banyak tantangan dalam proses transisi energi saat ini. Namun demikian, proses tersebut harus tetap berjalan.

Terkait bahan baku bioenergi, Agus menyatakan memang ada sumber alternatif selain pelet kayu yang bisa digunakan. Misalnya, minyak goreng bekas, singkong, bahkan kacang-kacangan.

“Strategi kami adalah menerapkan kebijakan inventarisasi CPO (crude palm oil), kemudian melakukan pemetaan target apakah tujuannya untuk B30 atau B40. Ini dilakukan secara berimbang dengan mengutamakan konsumsi masyarakat, baru yang terakhir adalah untuk ekspor,” jelas Agus.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top