Pemerintah Perbaiki DAS untuk Atasi Banjir

Reading time: 2 menit
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung di antara permukiman warga Jakarta. Foto: shutterstock.com

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan meningkatkan rehabilitasi hutan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung maupun Cisadane. Pemerintah juga membangun Konservasi Tanah dan Air (KTA) seperti dam penahan, pengendali, maupun selokan (gully plug).

Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) KLHK Hudoyo, erosi di daerah aliran sungai menyebabkan pendangkalan dan penurunan kapasitas sungai yang mengalir ke Jakarta. Total erosi di 13 DAS sebesar 217.620 ton/hektar per tahun. Pengambilan air tanah secara berlebihan, kata dia, juga menyebabkan tanah ambles. Sistem drainase yang tidak berfungsi mengakibatkan penurunan tanah. Sampah juga menghambat sungai dalam menampung aliran air.

“Kami dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta pemerintah daerah Depok dan Bogor berkoordinasi untuk memperbaiki ekosistem di Jakarta,” ucap Hudoyo, di Jakarta, Selasa, 7 Januari 2020.

Baca juga: Dampak Krisis Iklim Memicu Banjir Jabodetabek

Ia menuturkan kawasan hutan di sekitar DAS lebih kecil dibanding lahan lain. Kondisi di Ciliwung, misalnya, hanya memiliki kawasan hutan sebesar 8 persen. Dari 5.335 hektar, sebanyak 92 persen merupakan lahan garapan. Sementara aliran Sungai Cisadane dengan luas 34.798 hektar hanya mempunyai 17 persen hutan dan sisanya dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Luas hutan di DAS Kayu Bekasi sebesar 38 hektar dari 16.108 hektar, 62 persen dipakai untuk penggunaan lain. “Setelah kita cek di lapangan maupun citra satelit, sebagian besar tutupan lahan di bagian hulu merupakan pertanian lahan kering yaitu, sayuran,” ujar Hudoyo.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Djati Witjaksono Hadi, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Hudoyo, dan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum) KLHK, Rasio Ridho Sani. Foto: www.greeners.co/Ridho Pambudi

Menurutnya, durasi hujan yang panjang dengan volume tinggi melampaui kemampuan lahan dalam menyimpan air. Hujan dalam kurun waktu yang lama menyebabkan penurunan intensitas sinar matahari sehingga akumulasi air di permukaan semakin besar karena penguapan sangat kecil.

Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai (PEPDAS) KLHK Saparis Soedarjanto menyebut terjadi penurunan resapan air di Jakarta. Menurut Saparis tahun 1621 di seluruh Jakarta terdapat 1.500 setu dan rawa, lalu jumlahnya menurun menjadi 170 di 2019. “Saluran air seperti rawa dan situ sudah berubah fungsi menjadi bangunan dan gedung sehingga tidak mampu menampung air berskala besar,” kata Saparis.

Baca juga: BIG: Banjir Akibat Implementasi Tata Ruang Tidak Sesuai

Adapun Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum) KLHK melakukan identifikasi, verifikasi, pengawasan, dan penggugatan terhadap kegiatan ilegal yang berdampak pada penyempitan daerah aliran sungai (DAS). Gakkum menerapkan dua undang-undang dalam menuntut pelaku. Beberapa lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ilegal dan kegiatan penambangan ilegal yang mengancam aliran sungai ditutup. Tercatat 37 pelaku pertambangan ilegal telah dibawa ke persidangan.

Penulis: Ridho Pambudi

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top