Pulau-pulau Indonesia Bisa Penuhi Listrik 100% dari Energi Terbarukan

Reading time: 3 menit
Pulau-pulau Indonesia bisa memenuhi listrik 100% dari energi terbarukan. Foto: Freepik
Pulau-pulau Indonesia bisa memenuhi listrik 100% dari energi terbarukan. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, pulau-pulau Indonesia memiliki keunggulan untuk mempercepat transisi energi. Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang bahwa pengembangan sistem energi terdistribusi yang mandiri di setiap pulau dapat memperkuat ketahanan energi nasional. Dengan dukungan iklim tropis, Indonesia juga memiliki potensi energi terbarukan yang merata, terutama dari tenaga surya.

IESR menilai bahwa pengembangan energi terbarukan di setiap pulau bukan hanya kebutuhan geografis, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi. Studi terbaru IESR berjudul β€œPulau Berbasis 100% Energi Terbarukan dan Fleksibilitas pada Sistem Tenaga Listrik” menunjukkan bahwa Pulau Timor, Sumbawa, dan Sulawesi dapat memenuhi 100 persen kebutuhan listriknya dari energi terbarukan. Untuk mewujudkan hal ini, kebutuhan investasi di Pulau Timor dan Sumbawa bisa mencapai USD 5,21 miliar atau sekitar Rp85 triliun hingga tahun 2050.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menekankan bahwa pengembangan energi terbarukan berbasis pulau merupakan langkah strategis. Selain itu, biaya juga bisa efisien dibandingkan pembangunan jaringan transmisi bawah laut. Pembangunan itu bisa tiga hingga lima kali lebih mahal daripada kabel darat. Jumlahnya bisa mencapai USD 2-3 juta per kilometer.

BACA JUGA: Dominasi Energi Fosil di RUPTL Menjauhkan Komitmen Transisi Energi di Indonesia

Kemudian, pemanfaatan energi terbarukan di pulau-pulau juga mampu mengurangi risiko logistik dan krisis energi akibat ketergantungan pada pengiriman BBM ke pulau-pulau terpencil.

β€œMelalui kajian ini, kami menemukan bahwa di Sulawesi, fleksibilitas sistem kelistrikan menjadi kunci untuk mengintegrasikan sumber energi terbarukan yang variabel seiring dengan berkembangnya industri di sana,” ujar Fabby di Jakarta, Senin (30/6).

Fabby menambahkan, pemanfaatan 100 persen energi terbarukan di Pulau Sumbawa dapat menjadi model bagi negara kepulauan lainnya. Khususnya, untuk mencapai kemandirian energi sambil berkontribusi pada tujuan iklim global. Selain itu, di Pulau Timor, pengembangan energi surya, angin dan biomassa dapat menggantikan pembangkit energi fosil. Ini termasuk yang direncanakan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, dengan harga listrik yang lebih kompetitif.

Pulau-pulau Indonesia bisa memenuhi listrik 100% dari energi terbarukan. Foto: IESR

Pulau-pulau Indonesia bisa memenuhi listrik 100% dari energi terbarukan. Foto: IESR

Potensi Surya di Tiga Pulau Indonesia

Analis Sistem Ketenagalistrikan IESR, Abraham Halim, memaparkan Sulawesi mempunyai potensi proyek energi terbarukan yang layak finansial sekitar 63 gigawatt (GW). Terutama, energi surya dan angin.

Menurut pemodelan IESR berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), energi terbarukan yang variabel (variable renewable energy/VRE) seperti energi surya, dan angin di Sulawesi akan meningkat dari 2,4 persen di 2024 menjadi 29 persen di 2060.

Sementara itu, Pulau Sumbawa mempunyai total potensi energi terbarukan sebesar 10,21 GW. Potensi terbesarnya adalah energi surya terbesar 8,64 GW. Kemudian, Pulau Timor mempunyai potensi energi sebesar 30,81 GW, dengan energi surya dengan potensi terbesar 20,72 GW. Pulau Timor juga dapat mencapai 100 persen energi terbarukan pada tahun 2050.

Percepatan Energi Terbarukan

Saat ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga turut mendukung percepatan transisi energi di Indonesia. Pihaknya telah merancang kebijakan yang mempermudah partisipasi pihak swasta dalam membangun pembangkit energi terbarukan untuk memastikan kelancaran arus investasi.

β€œSaat ini, kami baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2025 yang menjadi pengganti PP Nomor 5 Tahun 2021. Dalam peraturan baru ini, pembuatan proses perizinan lebih ringkas dan menjadi landasan hukum kuat bagi investor. Dengan begitu, kontribusi (investasi) pada APBD dan APBN akan meningkat,” kata Asisten Deputi Percepatan Transisi Energi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Farah Heliantina.

BACA JUGA: Edukasi Energi Terbarukan Mengalir ke Ruang Kelas Pelajar SMAN 3 Jakarta

Di samping itu, Renewable Integration Security Unit, IEA, Isaac Portugal menjelaskan bahwa ada tantangan yang muncul dari pergeseran sistem energi menjadi berbasis energi terbarukan. Menurutnya, tantangan teknis menyangkut ketahanan dan fleksibilitas jaringan untuk menampung energi terbarukan variabel. Sistem penyimpanan energi seperti baterai ataupun penyimpanan daya hidro terpompa (pump hydro energy storage, PHES) juga dibutuhkan sebagai penyeimbang.

β€œYang harus kita perhatikan adalah teknologi penyeimbang, baik itu baterai, PHES, ataupun sistem operasi fleksibel bersifat padat modal (capital intensive). Oleh sebab itu, butuh perencanaan dan perancangan sistem insentif yang tepat untuk instalasi teknologi penyeimbang ini,” jelas Isaac.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top