RDF Kabupaten Cilacap Olah 136 Ton Sampah per Hari

Reading time: 3 menit
RDF Cilacap
RDF Kabupaten Cilacap Olah 136 Ton Sampah per Hari. Foto: Shutterstock.

Indonesia perlu metode baru dalam pengelolaan sampah. Fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) bisa menjadi salah satu solusi. RDF menggunakan metode co-processing untuk mengolah limbah green-fuel melalui proses pengolahan sampah menjadi sumber energi alternatif terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Cilacap menjadi kabupaten pertama yang mendapatkan fasilitas ini.

Jakarta (Greeners) – Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, Awaluddin Muuri, mengatakan fasilitas RDF sangat membantu pengelolaan sampah di Kabupaten Cilacap. Fasilitas RDF bisa mengelola sebanyak 136 ton sampah per hari. Adapun pengolahan sampah menjadi RDF yaitu pencacahan, pengeringan, dan pengayakan.

Dia menjelaskan 136 ton sampah perhari bisa menghasilkan 51 ton RDF. Untuk satu ton RDF, pemerintah kabupaten Cilacap mendapat keuntungan Rp 22.031. Adapun dari 1 kilogram RDF dapat menghasilkan energi RDF sebesar 3.217 kilokalori sehingga dalam sehari RDF Cilacap menghasilkan potensi energi RDF sebanyak 164.067.000 kilokalori.

“Fasilitas RDF bisa mengelola sampah hingga 200 ton per hari. RDF ini masih tahun pertama, harapan kami tahun kedua pendapatan dari RDF bisa naik menjadi Rp40.000 per ton,” ujar Awaluddin dalam webinar Potensi Pemanfaatan Sampah sebagai Bahan Bakar Alternatif RDF pada PLTU dan Industri Semen, Rabu (17/2/2021).

KLHK Ajak Pemda Kembangkan RDF

Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, mengatakan RDF merupakan salah satu cara untuk mencapai kemampuan pengelolaan sampah 100 persen pada tahun 2025.

Pihaknya mengajak pemerintah daerah khususnya yang dekat dengan Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau Indusri Semen mulai menerapkan teknologi RDF.

Dia juga berharap pemerintah daerah di wilayah tidak teridentifikasi PLTU atau Industri semen untuk membaca kondisi di daerahnya. Menurutnya, bukan tidak mungkin ada industri swasta yang berpotensi untuk menjadi mitra pengembangan RDF.

“Pemerintah secara masif mendorong teknologi RDF ini untuk menyelesaikan sampah di Indonesia. Ini lompatan teknologi yang harus kita lakukan,” jelasnya.

RDF Cilacap

Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, mengatakan RDF merupakan salah satu cara untuk mencapai kemampuan pengelolaan sampah 100 persen pada tahun 2025. Foto: Shutterstock.

Beberapa Daerah Siap Bangun RDF

Direktur Manufaktur PT Solusi Bangun Indonesia, Lilik Unggul Raharjo, mengatakan pihaknya juga turut mengelola fasilitas RDF Cilacap. Menurutnya, beberapa daerah dan provinsi juga berharap pada fasilitas tersebut sebagai solusi menangani sampah berkelanjutan.

Dia menyebut SBI berkomitmen mereplikasi RDF ke kota-kota lain yang berlokasi dekat dengan pabrik semen. Beberapa RDF yang tengah dalam tahap pengembangan yaitu RDF Aceh, RDF Tuban, RDF Rembang, RDF Padang, RDF Tonasa.

Sejumlah kota seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Bogor juga tengah dalam perencanaan pembangunan RDF.

“RDF menimbulkan harapan yang tinggi dari pemerintah daerah. Banyak pemerintah daerah dan provinsi yang mencari solusi penanganan sampah yang berkelanjutan,” katanya.

Lilik menjelaskan pengelolaan sampah RDF sangat sesuai dengan negara berkembang. Di Indonesia khususnya, RDF sangat sesuai dengan kondisi tropis dan kondisi sampah yang mengandung kadar organik yang relati tinggi. Komposisi sampah organik di Indonesia sekitar 65 persen dengan kadar kelembababan 55 – 60 persen.

Dia menyebut budaya memilah sampah juga bisa mengoptimalkan peran fasilitas RDF. Pasalnya, sampah yang belum terpilah memerlukan teknologi yang terintegrasi dan kompleks untuk pengelolaannya.

“Apabila sampah sudah terpilah teknologi untuk mengelola sampah akan lebih simpel dan mudah, terutama untuk sampah non organik yang mempunyai kadar kalori yang cukup tinggi,” terangnya.

RDF Cilacap

Direktur Manufaktur PT Solusi Bangun Indonesia, Lilik Unggul Raharjo, mengatakan RDF sangat sesuai dengan kondisi tropis dan kondisi sampah yang mengandung kadar organik yang relati tinggi. Foto: Shutterstock.

Serapan Hasil RDF Butuh Keterlibatan Industri Lain

Lebih jauh, Lilik menyampaikan optimaliasasi peran RDF membutuhkan keterlibatan offtaker atau industri lain. Menurutnya, pabrik semen mengalami keterbatasan dalam menyerap hasil dari RDF. Pihaknya hanya mampu menyerap sekitar 532.269 ton RDF/tahun atau setara dengan 1.157.987 ton sampah/tahun.

Dia menambahkan kebijakan fiskal insentif untuk offtaker sangat penting. Insentif tersebut mampu menutup biaya investasi di fasilitas offtaker atau mengurangi dampak terhadap penurunan produksi penggunaan RDF.

Lilik menyebut produk RDF sudah terbukti sesuai untuk menggantikan batu bara di pabrik semen. Adapun untuk pemakaian di industri perlu ada kajian lebih lanjut terkait dengan spesifikasi dan dampak terhadap proses.

“Kemampuuan off taker atau pihak yang memanfaatkan hasil RDF adalah kunci untuk solusi pengelolaan sampah menjadi RDF. Dengan keterbatasan kemampuan dari pabrik semen, diperlukan industri lain –seperti PLTU– untuk mengonsumsi produk RDF yang dihasilkan,” pungkasnya.

Penulis: Muhamad Ma’rup

Top