Refuse Derived Fuel, Alternatif Pengolahan Sampah di Indonesia

Reading time: 3 menit
Refuse Derived Fuel Cilacap
Peningkatan kapasitas TPST RDF Cilacap menjadi 200 ton per hari merupakan salah satu bentuk inovasi di Kabupaten Cilacap. Foto: Shutterstock.

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendukung teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) untuk menyelesaikan permasalahan sampah yang telah diterapkan di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Direktur Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, Novrizal Tahar, mengatakan teknologi baru yang berada di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Cilacap tersebut dapat mengolah sampah menjadi biomassa. Hasilnya kemudian berguna sebagai sumber energi terbarukan.

“Kita mendorong kebijakan RDF yang menjadikan sampah sebagai bahan bakar dan sumber energi. Bukan langsung menjadi listrik,” ucap Novrizal saat wawancara dengan Greeners, Jumat, (28/05/2021).

Ia menuturkan sampah hasil olahan RDF dapat menjadi campuran batu bara sehingga mampu mengurangi bahan bakar fosil sampai 10 persen. Namun, hal tersebut tergantung pada model dan ketel uapnya (boiler).

Menurutnya, saat ini juga banyak industri pengambil alih (off taker) yang dapat mengolah sampah menjadi energi. Di antaranya 52 titik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan 34 titik industri semen. Ia mengatakan teknologi RDF mampu menyelesaikan permasalahan sampah di Indonesia hingga 20.000 ton per hari. Kondisi tersebut dapat tercapai jika seluruh PLTU dan industri semen bekerja secara maksimal.

Teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai Pelengkap 

Lahan yang semakin terbatas membuat pemerintah tak bisa terus mengandalkan metode pembuangan sampah (landfill). Oleh Karena itu, kata Novrizal, RDF dapat menjadi alternatif yang tepat dalam menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia.

Ia juga menjamin bahwa tak akan ada tumpang tindih antara teknologi RDF dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 sendiri telah mengatur tentang percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.

“Tidak semua kota memiliki off taker untuk melakukan RDF. Jadi sebenarnya ini komplementer, saling menguatkan bukan saling meniadakan,” ujarnya.

Direktur Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, Novrizal Tahar

Direktur Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, saat wawancara daring dengan Greeners, Jumat, 28 Mei 2021. Menurutnya, hasil dari teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) berguna sebagai sumber energi terbarukan. Foto: www.greeners.co

Inisiator Penerapan Teknologi RDF di Indonesia

Di Indonesia, teknologi RDF baru beroperasi di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Refuse Derived Fuel (TPST RDF) yang berada di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) yang dulu bernama Semen Holcim adalah salah satu pengambil alih (off taker) dan juga inisiator penerapan teknologi RDF di Indonesia. Lilik Unggul Raharjo, Direktur PT SBI, mengatakan telah menyusun kerja sama antara perusahaannya dengan Pemerintah Kabupaten Cilacap. Adapun biaya operasional pengelolaan RDF menjadi tanggungan kedua pihak dengan metoda pembiayaan berbagi biaya (cost-sharing).

”Kita bukan inisiator teknologinya, tapi inisiator bagaimana mengolah sampah menjadi RDF. Teknologinya kita ekspor dari beberapa provider, sebagian besar dari Jerman dan Denmark. Kita ikut menyeleksi teknologi yang pas,” katanya kepada Greeners melalui wawancara daring, Jumat, (25/06/2021).

Ia mengatakan sejauh ini belum ada kendala berarti dalam mengolah sampah menjadi RDF. Bahkan di dalam pelaksanaannya sekarang, ia mengklaim pengelolaan sampah dengan teknologi RDF bisa mencapai lebih dari 120 ton sampah per hari. Angka tersebut melebihi rencana awal sebesar 20 ton sampah per hari. “Pabrik juga mempunyai kapasitas untuk menyerap lebih dari 120 ton sampah menjadi RDF atau 50-60 ton setiap hari,” ucapnya.

Lilik mengatakan teknologi RDF sesuai dengan komposisi sampah yang ada di Indonesia. Karena 60 persen di antaranya adalah sampah organik. Di lain hal, proses pemilahan sampah belum berjalan dengan baik. Ia mengatakan sudah banyak kota yang melirik sistem RDF. Contohnya, di Tangerang, Tangerang Selatan, Magelang, Surabaya, Lamongan, Bojonegoro, dan Tuban dalam waktu dekat.

Seiring dengan banyaknya keinginan kabupaten maupun kota dalam mengimplementasikan teknologi RDF ini, Lilik mengharapkan pemerintah dapat membuat kebijakan untuk meringankan para industri pengambil alihMisalnya, melalui penutupan biaya tip (cover tipping fee) atau adanya insentif kepada PLTU maupun industri. Dengan begitu, kata dia, akan banyak yang tertarik untuk membantu pengolahan sampah menjadi RDF ini.

“Karena mereka harus investasi di pabrik dan perawatan, kalau ada kebijakan atau insentif tentunya akan lebih membantu,” ujarnya.

Penulis: Dewi Purningsih

Baca juga: RDF Kabupaten Cilacap Olah 136 Ton Sampah per Hari

Baca juga: RDF Mampu Perbaiki Ekosistem Pengelolaan Sampah di Cilacap

Top