Sedekah Energi: Menyatukan Umat, Menyalakan Listrik Surya

Reading time: 5 menit
Pemasangan panel surya di Masjid Al-Ummah Al-Islamiyah, Sembalun, Lombok Timur. Foto: MOSAIC
Pemasangan panel surya di Masjid Al-Ummah Al-Islamiyah, Sembalun, Lombok Timur. Foto: MOSAIC

Gerakan dan organisasi lintas Islam kini mulai banyak membuka ruang kolaborasi, menyatukan umat untuk bergandengan tangan mewujudkan titik-titik cahaya dari panel surya. MOSAIC, sebagai gerakan berbagai organisasi Islam, menjadi bukti bahwa mereka mampu menggerakkan umat mengikuti jejak energi bersih hingga mewujudkan solusi energi bersih yang berawal dari masjid ke masjid.Β 

Jakarta (Greeners) – Organisasi Islam kini menyadari betapa pentingnya melawan krisis iklim. Salah satunyaΒ Muslims for Shared Actions on Climate Impact (MOSAIC), gerakan yang lahir sebagai tindak lanjut dari Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari. Dari kesadaran itu mereka menghadirkan beragam program untuk saling membantu umat dalam menciptakan bumi lebih berkelanjutan.Β 

Sedekah Energi salah satunya. Program ini menjadi salah satu solusi permasalahan iklim. Hal itu melalui upaya penggalangan partisipasi masyarakat untuk mendukung masjid sebagai praktik nyata dalam menggunakan energi terbarukan.Β 

Inisiatif ini bertujuan untuk memperkenalkan bentuk baru dari sedekah, di mana umat Muslim dapat berkontribusi untuk lingkungan yang lebih berkelanjutan. Tidak hanya sebagai bagian dari ibadah, sedekah juga bermanfaat bagi bumi, yang mana Allah telah memerintahkan umat manusia untuk menjaganya.

Sejak diluncurkan pada 2022, Sedekah Energi membuktikan bahwa kontribusi umat Islam terhadap bauran energi terbarukan bukan hanya sekadar impian. Mereka hadir untuk masjid-masjid di Indonesia dengan memasangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atapnya.Β 

Inisiatif itu adalah dana yang terkumpul dari sedekah umat. Sebuah langkah yang lebih dari sekadar memberi sumbangan, tetapi juga menggandeng seluruh komunitas dalam menciptakan solusi bagi ketahanan energi.

Titik Balik

Project Leader Sedekah Energi, Elok Faiqotul Mutia mengatakan bahwa inisiatif ini juga hadir kala itu, di tengah kondisi pemerintah terhadap bauran energi terbarukan sangat besar. Namun, langkahnya itu masih kecil. Bahkan, kebijakan di tahun 2022 itu masih ada isu pembatasan kapasitas PLTS atap dari PLN.Β 

Menurutnya, meskipun di beberapa daerah di Pulau Jawa dan Bali listrik sudah tersedia, keandalannya sering kali sangat rendah. Ini jelas terasa di Masjid Al Muharram, tak jauh dari Yogyakarta, yang sering kali mengalami pemadaman listrik, meski posisinya tidak jauh dari pusat kota.

β€œGimana kita mau mandiri? Secara kan kita fokusnya ketahanan, ya, kalau kata presiden sekarang. Kita mau bilang ketahanan pangan, ketahanan energi, tapi tingkat keandalan listiriknya serendah itu,” kata Mutia.

Bagi Mutia, itulah yang menjadi titik balik. Melihat kenyataan ini, mereka memilih untuk memberikan solusi. Bukan hanya dengan memberi bantuan, melainkan dengan memberdayakan umat Islam untuk berpartisipasi aktif dalam transisi energi melalui sedekah dan wakaf.Β 

Menerangi Umat, Menggerakkan Transisi

MOSAIC memilih masjid sebagai poros dalam program ini bukan tanpa alasan. Mereka melihat masjid memiliki peranan besar untuk perubahan. Sejak dahulu, masjid adalah pusat peradaban. Ada aktivitas sosial, ekonomi, dan pendidikan di sana.Β 

Di banyak daerah, masjid bahkan berperan sebagai jantung komunitas. Di sanalah rapat RT, arisan ibu-ibu berlangsung, hingga tempat anak-anak belajar mengaji dan menulis. Masjid adalah ruang bersama yang hidup, yang menyatukan berbagai lapisan masyarakat dalam ritme keseharian mereka. Maka tak heran, jika masjid kemudian menjadi titik awal yang strategis untuk menggerakkan transisi energi berbasis komunitas.Β 

Pemilihan ini terbukti tepat. Program Sedekah Energi menunjukkan keberhasilan bukan hanya dari sisi teknis pemasangan panel surya, tapi juga dari sisi partisipasi masyarakat. Di balik tiap panel yang terpasang, ada semangat gotong royong, urunan, dan kebersamaan.

Bagi Mutia, inilah potensi besar yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih jauh oleh pemerintah dengan mendorong transisi energi terbarukan berbasis komunitas. Sebuah pendekatan yang lebih membumi, inklusif, dan berakar kuat, ketimbang hanya mengandalkan proyek-proyek berskala besar.Β 

ZISWAF untuk Proyek Lingkungan

Lebih dari itu, Sedekah Energi juga menjadi bukti bahwa dana dari Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) bisa bermanfaat untuk mendukung proyek lingkungan.Β 

Mutia mengatakan, selama ini transisi energi sering kali dianggap sebagai proyek besar yang mahal dan hanya bisa dilakukan oleh negara atau perusahaan besar. Namun, Sedekah Energi membuktikan bahwa umat Islam yang telah diakui sebagai komunitas paling dermawan di dunia, memiliki potensi besar untuk mendukung transisi energi terbarukan ini.Β 

β€œSebenarnya umat Islam ini kalau diajak berkontribusi bareng-bareng itu bisa kok. Inisiatif-inisiatif yang berbasis komunitas itu bisa dilakukan dan bisa digerakkan secara masif, kalau misalkan dinarasikan dengan tepat, diajak dengan tepat,” imbuhnya.

Hingga saat ini, sudah ada tiga masjid yang menjadi penerima manfaat panel surya dari pengumpulan sedekah dari umat. Di antaranya Masjid Al-Muharram, Masjid Al-Ummah Al-Islamiyah di Sembalun, Lombok, serta Masjid Al-Khoiriyah di Desa Karyasari, Garutβ€”yang baru rampung awal tahun ini.Β 

Dalam mengimplementasikan panel surya dari masjid ke masjid, MOSAIC juga memilih lokasi berdasarkan kondisi energi di masing-masing daerah. Mereka melihat keandalan listrik, keberadaan PLTU, serta proyek energi besar yang tengah berlangsung di provinsi tersebut. Pilihan ini bukan sembarangan, tapi berdasarkan pemetaan kebutuhan riil energi, sekaligus potensi komunitas di sekitar masjid.Β 

Project Leader Sedekah Energi, Elok Faiqotul Mutia. Foto: Istimewa

Project Leader Sedekah Energi, Elok Faiqotul Mutia. Foto: Istimewa

Masyarakat Antusias

Dari sisi pendanaan, program ini juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas. Mereka memilih kitabisa.com sebagai platform utama untuk menggalang dana, sebuah kanal yang sudah akrab bagi masyarakat.Β 

Di sana, setiap orang bisa membaca cerita di balik proyek, melihat progres, dan ikut menjadi bagian dari perubahan. Tak hanya itu, mereka juga menggandeng berbagai organisasi dan influencer untuk mendukung kampanye ini. Bagi Mutia dan timnya, kolaborasi adalah kunci utama.Β Β 

Sebagai contoh, dalam proyek fundraising untuk Masjid Al Muharram, target dana adalah Rp75 juta. Namun, dalam waktu tiga bulan, dana yang terkumpul berhasil melebihi target, mencapai lebih dari Rp80 juta. Menurut Mutia, pencapaian ini mencerminkan antusiasme masyarakat yang luar biasa terhadap proyek energi terbarukan berbasis komunitas.

Dengan lebih dari 800.000 masjid di Indonesia, MOSAIC memiliki visi untuk menciptakan sebuah gerakan transisi energi berbasis komunitas yang dapat menjangkau seluruh masjid di Indonesia, lewat Sedekah Energi ini.Β 

Hal ini juga menunjukkan potensi untuk mengembangkan sistem energi terbarukan seperti panel surya di masjid sangat besar. Baginya, tidak hanya memberikan solusi energi yang berkelanjutan untuk masjid-masjid, tetapi juga berpotensi menjadi model yang dapat pemerintah tiru, sebagai pionir energi terbarukan berbasis komunitas.

Iman yang MembumiΒ 

Gerakan Sedekah Energi ini mulai menapaki jalannya sendiri sebagai bentuk nyata dari ikhtiar menuju solusi energi bersih. Di tengah urgensi krisis iklim, inisiatif ini bukan sekadar proyek teknis. Ini adalah panggilan moral dan spiritual. Gerakan Islam kini tidak lagi hanya merenungi, tetapi bergerak. Dan dari masjid, energi perubahan itu mulai terpancar.

Hasil Climate Audience Polling oleh Purpose Climate Lab pada 2021 menguatkan bahwa masyarakat Indonesia sebenarnya sudah siap. Mereka memiliki keinginan besar untuk terlibat dalam pelestarian alam, dengan kekhawatiran yang tinggi terhadap krisis iklim. Survei yang sama mengungkap hubungan antara nilai Islam dengan pelestarian lingkungan, termasuk tingkat kepercayaan yang tinggi kepada pemangku agama Islam terkait isu iklim.

Sebanyak 84 persen responden juga percaya bahwa aktivitas manusialah yang bertanggung jawab terhadap perubahan iklim. Namun, dalam waktu yang sama, mereka juga percaya bahwa bencana adalah bagian dari kehendak Tuhan.Β 

Pandangan ini telah membuka ruang untuk pendekatan spiritual dalam isu lingkungan, yaitu bahwa menjaga bumi bukan hanya kewajiban ekologis, tetapi juga amanah ilahi. Dalam konteks ini, peran para pemimpin agama menjadi begitu penting. Mereka dipercaya, didengarkan, dan menjadi rujukan moral. Maka, gerakan seperti Sedekah Energi bukan hanya memberi cahaya, tetapi juga menjadi simbol terang harapan, bahwa umat beragama bisa menjadi motor transisi energi, bukan hanya berdiam diri untuk sebuah perubahan.

Contoh bagi Lintas Iman

Koordinator Greenfaith Indonesia, Hening Purwati Parlan menilai proyek-proyek energi bersih yang menghidupkan masjid ini juga dapat menjadi contoh bagi lintas iman.Β 

Pada akhirnya, harapan dari gerakan ini jauh lebih besar dari sekadar panel surya di atap masjid. Ini tentang bagaimana agama kembali membumi. Serta, iman yang menjadi sebuah cinta yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya, dengan sesama, dan dengan bumi yang dipijaknya.

Sebab, hidup yang bermartabat bukanlah hidup yang mengeksploitasi tanpa batas, melainkan hidup yang damai, penuh kasih, dan selaras dengan alam. Barangkali lewat gerakan seperti ini, kita sedang menanam benih-benih masa depan yang lebih terang bagi bumi, bagi umat manusia, dan bagi keimanan itu sendiri.

 

Penulis: Dini Jembar WardaniΒ 

Editor: Indiana Malia

 

Tulisan ini merupakan edisi keempat dari serial liputan β€œMerekam Jejak Energi Bersih dari Masjid ke Masjid”.Β 

Top