KLB Campak di 12 Provinsi, Epidemiolog Ingatkan Ini

Reading time: 2 menit
Campak penyakit menular yang rentan menyerang anak-anak. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Penyakit campak meningkat kembali di Indonesia. Setidaknya terdapat 12 provinsi di Indonesia sudah menyatakan status kejadian luar biasa (KLB) campak. Padahal, tahun-tahun sebelumnya penyakit menular ini jarang menyebar.

Jubir Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyatakan, sejatinya penyakit campak ini sudah menyebar di 31 provinsi di Indonesia. “Tapi yang statusnya KLB ada 12 provinsi,” kata dia kepada Greeners, Kamis (19/1).

Sementara, sambung Siti sepanjang tahun 2022 lalu terdapat lebih dari 3.000 kasus campak yang menyebar di 31 provinsi. “Ada 3.341 kasus pada tahun 2022 di 223 kabupaten kota dari 31 provinsi,” ungkapnya.

Siti menambahkan pemicu peningkatan kasus ini yakni karena rendahnya cakupan imunisasi selama pandemi Covid-19. Pemerintah telah gencar menyelenggarakan imunisasi campak melalui Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).

Adapun 12 provinsi berstatus KLB tersebut yaitu Aceh, Sumatra Barat, Riau, Sumatra Utara, Jambi, Jawa Barat, Banten. Selanjutnya Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, NTT dan Papua.

Anak Rentan Tertular Campak

Menanggapi hal itu, Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, batuk, pilek, ruam-ruam di kulit adalah gejala campak.

“Campak merupakan penyakit menular berbahaya rentan pada anak-anak dan dapat menimbulkan pneumonia, dehidrasi, hingga gangguan syaraf permanen serta meninggal,” kata dia.

Penyakit ini bersumber dari virus keluarga paramyxovirus yang penularannya bisa melalui percikan liur dari penderita saat bersin dan batuk.

“Virus ini sendiri bisa bertahan selama beberapa jam dan dengan mudah menempel pada benda-benda. Jika seseorang menyentuh benda yang sudah terkontaminasi  virus ini, maka besar kemungkinan besar akan tertular,” imbuhnya.

Vaksinasi akan menguatkan masyarakat terhadap gempuran virus. Foto: Shutterstock

Tantangan Selain Covid-19

Sementara itu penanganan penyakit campak juga harus hati-hati. Sebab penderita penyakit ini harus melakukan isolasi ketat seperti halnya Covid-19 dalam waktu kurang lebih dua minggu. Ia menekankan pentingnya imunisasi campak seperti dalam bentuk vaksin MR atau MMR dan MMRV yang harus dilakukan sejak dini.

Sebelumnya, ia telah mengingatkan potensi penyakit menular sejak awal pandemi Covid-19. “Ketika kita merespon terlalu fokus pada satu wabah lalu melupakan program rutin esensial pencegahan penyakit lain misalnya melalui vaksinasi maka kita mengundang timbulnya masalah KLB,” ungkap Dicky.

Ia menyebut, tantangan selama pandemi Covid-19 yaitu masih kurangnya sumber daya manusia. Sehingga fokus pada vaksinasi Covid-19 dan vaksin pada program lain seperti campak menjadi berkurang.

“Padahal justru selama pandemi kemarin banyak sekali kasus infeksi, terutama karena menular melalui kontak antarmanusia atau kebersihan yang buruk,” ujarnya.

Dicky mengingatkan pentingnya perubahan perilaku masyarakat dan pemerintah. “Bukan hanya di masa pandemi, tapi untuk selanjutnya. Ini yang disebut kenormalan baru. Perubahan perilaku harus tumbuh supaya tak lagi ada pandemi berikutnya,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top