Serangga Berkemampuan Terbang Tinggi Memperluas Zona Malaria di Etiopia

Reading time: 2 menit
malaria
Ilustrasi. Foto: wikimedia.org

LONDON, 23 Juni 2017 – Bagi parasit malaria, keadaan saat ini cukup menggembirakan. Saat perubahan iklim, dan daerah pegunungan semakin menghangat, kondisi menjadi menguntungkan tidak hanya bagi parasit namun juga nyamuk pembawa penyakit tersebut.

Sebuah riset terbaru memperkirakan bahwa zona malaria di Etiopia akan mencapai daerah yang lebih tinggi, yang selama berabad-abad lamanya bebas dari penyakit tersebut.

Pada sebuah penelitian terbaru di Environmental Research Letters, para peneliti AS mengatakan mereka telah melihat secara detail data dari suhu Etiopia antara tahun 1981 dan 2014 dan mengidentifikasikan peningkatan signifikan pada dataran tinggi dengan suhu di atas 15°C dan 18°C.

Pada suhu udara pertama, parasit Plasmodium vivaxcan bisa bertahan hidup. Sementara, suhu kedua merupakan batas suhu untuk Plasmodium falciparum. Kedua parasit ini bertanggungjawab terhadap kasus malaria di Etiopia.

“Ketinggian pada batasan suhu kini telah meningkat hingga 100 meter sejak tahun 1981. Sementara, peningkatan 100 meter mungkin terlihat sederhana, tapi kami memperkirakan bahwa lebih dari enam juta orang yang tinggal di areal yang secara statistik menunjukkan peningkatan batasan suhu signifikan,” jelas Bradfield Lyon, dari the Climate Change Institute, University of Maine, yang memimpin studi tersebut.

Pengembangbiakkan nyamuk

Malaria telah membunuh 429,000 orang pada tahun 2015. Badan Kesehatan Dunia memperkirakan 212 juta orang mengidap penyakit tersebut. Hal tersebut tidak berarti bahwa banyak orang di Etiopia akan menjadi sakit dan meninggal dari salah satu wabah penyakit dunia tersebut. Namun, hal ini berarti kondisi bertahan hidup dari parasit dan nyamuk Anopheles yang membawanya, semakin meningkat.

Dalam sejarah daerah tinggi di Etiopia, di mana wilayah ini banyak didiami, daerah ini telah dilindungi suhu udara dari wabah malaria.

Namun, pemanasan global sebagai konsekuensi akibat pembakaran bahan bakar fosil, dengan gas rumah kaca menetap di atmosfer planet, justru mengisyaratkan bahwa perlindungan seperti ini tidak akan bisa bertahan.

Kekhawatiran ini bukanlah hal yang baru dan tidak terbatas pada dataran tinggi Afrika. Parasit malaria dan nyamuk pembawa, sangat sensitif terhadap suhu, sehingga para peneliti telah menggunakan data suhu global untuk melacak perkembangan penyakit tersebut.

Para ahli kesehatan telah berulang kali mengingatkan bahwa perubahan pada suhu udara dan curah hujan, infeksi tropis yang berbahaya dan mematikan memungkinkan akan cepat tersebar.

Malaria telah menjadi endemik di Italia bagian utara (namanya berasal dari mal aria yang berarti udara buruk) dan saat Eropa menghangat, maka menjadi potensial bagi penyakit lama dan baru, seperti DBD, yang juga dibawa oleh nyamuk.

Petugas kesehatan perlu mengetahui saat perubahan terjadi menguntungkan inang serangga dan parasit, dan infeksi yang mereka bawa. Sehingga, secara teliti bisa mempertahankan suhu bukan sebagai bagian dari pengetahuan iklim, namun bagi pemerintah dan pelayanan kesehatan dari segala level.

“Baru-baru ini, melakukan tipe penelitian seperti sangat tidak mungkin mengingat kurangnya kualitas monitor dan data iklim dengan resolusi tinggi,” jelas Professor Lyon.

“Data baru ini memungkinkan kami untuk melihat iklim pada dataran tinggi secara lebih detail dan mengkonfirmasikan beberapa perubahan yang sudah diantisipasikan sebelumnya atas bumi yang semakin menghangat.” – Climate News Network

Top