Seratus Persen Listrik Terbarukan Akan Tercapai pada Tahun 2050

Reading time: 3 menit
listrik terbarukan
Ilustrasi. Foto: commons wikimedia

BONN, 8 November 2017 – Jika ada yang berpikir dunia digerakkan seratus persen energi terbarukan, — dan akan lebih murah secara signifikan dari masa kini –, merupakan mimpi yang mustahil, maka mereka akan terkejut. Sebuah penelitian terbaru menyatakan jalan tersebut sudah ditempuh.

Transisi global menuju 100 persen energi terbarukan, tidak lagi menjadi visi jangka panjang karena sedang terjadi saat ini, jelas studi tersebut yang digawangi oleh Lappeenranta University of Technology (LUT) di Finlandia dan Energy Watch Group (EWG), dan dipublikasikan pada UN Climate Change Conference, COP23, di Bonn, Jerman.

Para penulis studi tersebut mengatakan bahwa sistem kelistrikan global akan sepenuhnya bergantung kepada energi terbarukan akan segera terwujudkan pada tahun-tahun berikutnya dan menjadi lebih efektif secara biaya ketimbang sistem yang ada saat ini, yang bergantung kepada bahan bakar fosil dan energi nuklir.

Mereka mengatakan bahwa potensi dan teknologi terbaru energi terbarukan, termasuk penyimpanan untuk menjamin ketersediaan energi akan bisa menghasilkan listrik dunia hingga 2050. Dengan dukungan politisi, hal tersebut bahkan bisa terjadi lebih cepat.
Biaya listrik total, — secara kasar, biaya rata-rata — untuk 100 persen listrik terbarukan pada tahun 2050 adalah €52/MWh, dibandingkan dengan €70/MWh pada tahun 2015.

Tidak ada solusi sederhana dalam memecahkan masalah tersebut. Model yang digunakan merupakan yang pertama. Model ini mensimulasikan ketersediaan energi yang efisien dengan mengoptimalkan campuran antara teknologi dengan sumber daya energi terbarukan yang ada di daerah tersebut.

Transisi ke 100 persen energi terbarukan akan menurunkan emisi gas rumah kaca pada sektor listrik menjadi nol dan secara drastis akan menurunkan jumlah pembangkit listrik. Perubahan ini akan menciptakan 36 juta lapangan pekerjaan pada tahun 2050 dibandingkan 17 juta yang ada saat ini, jelas studi tersebut.

“Tidak ada alasan untuk berinventasi satu dolar untuk bahan bakar fosil atau nuklir,” jelas Presiden EWG Hans-Josef Fell. “Energi terbarukan menyediakan pembangkit listrik dengan biaya yang lebih efektif.”

Penghematan biaya

Christian Breyer, penulis utama dari studi tersebut dan profesor bidang ekonomi surya di LUT, mengatakan, “Semua rencana untuk melanjutkan ekspansi batubara, nuklir, gas dan minyak harus dihentikan. Investasi akan dibutuhkan untuk energi terbarukan dan infrastruktur yang diperlukan. Hal lainnya akan berujung kepada biaya yang tidak perlu dan meningkatkan pemanasan global.”

“De-karbonisasi sepenuhnya dari sistem kelistrikan pada tahun 2050 dimungkinkan pada biaya sistem lebih rendah daripada saat ini, bergantung kepada teknologi yang tersedia. Transisi energi tidak lagi menjadi pertanyaan akan kelaikan teknis atau ekonomis melainkan niat politik,” katanya.

Poin terakhirnya sudah diutarakan beberapa kali. Hampir lima tahun lalu, para peneliti mengatakan bahwa Australia mampu sepenuhnya tergantung kepada energi terbarukan pada tahun 2030 – apabila mampu menggalang kuatnya niatan politik.

Pada tahun 2014, studi lainnya mengatakan bahwa kurangnya niatan politik yangmenghambat dunia beralih sepenuhnya dari bahan bakar fosil. Pada awal tahun ini, dalam salah satu pernyataan di akhir masa kepresidenannya, Barack Obama menyatakan bahwa AS terlibat dalam “perubahan yang tidak terelakkan” (irreversible shift) untuk energi bersih.

Menekan kerugian

Populasi dunia diprediksi akan bertambah dari 7,3 hingga 9,7 miliar orang pada abad ini. Permintaan listrik global akan meningkat dua kali lipat pada pertengahan abad dari 24.310 TWh pada tahun 2015 menjadi 48.800 TWh pada tahun 2050. Akibat biaya yang turun drastis, tenaga Solar Photovoltaic (PV) dan penyimpanan baterai menjadi penggerak dari sistem kelistrikan.

Emisi gas rumah kaca akan menurun secara signifikan, jelas studi tersebut. Dari 11 GtCO2eq pada tahun 2015 menjadi emisi nol pada tahun 2050 atau lebih awal, seiring dengan penurunan total sistem LCOE.

Kerugian pada sistem kelistrikan 100 persen terbarukan sekitar 26 persen dari total permintaan listrik dibandingkan dengan sistem yang ada saat ini yang mencakup 58 persen.

Penelitian ini merupakan tantangan bagi para pembuat kebijakan dan politisi, jelas para penulis, karena menantang argumen yang sering digunakan para kritik energi terbarukan bahwa tidak akan bisa menyediakan energi secara penuh tanpa putus. – Climate News Network

Top