Starbucks Stop Tawarkan Sedotan Plastik pada Tahun 2020

Reading time: 2 menit
starbucks
Tutup minuman Starbucks akan diubah dengan desain minim sedotan. Langkah ini untuk mengurangi sampah sedotan plastik. Foto: Starbucks

Greeners – Perusahaan Starbucks Coffee mengumumkan akan meniadakan sedotan plastik sekali pakai di lebih dari 28.000 perusahaan yang dioperasikan dan dilisensikan oleh Starbuck di seluruh dunia dengan membuat tutup dengan desain minim sedotan atau dengan sedotan alternatif. Langkah komitmen global ini akan mengurangi lebih dari satu miliar sedotan plastik per tahun dari toko-toko Starbucks.

Dilansir dari siaran pers di situs resmi Starbucks, Starbucks telah merancang, mengembangkan, dan membuat tutup minim sedotan yang akan menjadi standar untuk semua minuman es kopi, teh, dan espresso. Saat ini penutup tersebut telah tersedia di lebih dari 8.000 gerai Starbucks di AS dan Kanada untuk beberapa minuman tertentu termasuk Starbucks Draught Nitro dan Cold Foam.

Penutup baru ini juga sedang di uji coba untuk minuman Nitro yang dipasarkan di Cina, Jepang, Singapura, Thailand dan Vietnam. Selain itu, Starbucks akan mulai menawarkan sedotan yang terbuat dari bahan alternatif – termasuk kertas atau plastik khusus yang dapat terurai – untuk minuman campuran Frappuccino. Sedotan ini hanya disediakan berdasarkan permintaan pelanggan yang lebih suka atau membutuhkan sedotan.

“Untuk mitra dan pelanggan kami, ini adalah tonggak penting untuk mencapai aspirasi global dari kopi yang berkelanjutan, disajikan kepada pelanggan kami dengan cara yang lebih berkelanjutan,” kata Kevin Johnson, presiden dan chief executive officer untuk Starbucks.

BACA JUGA: Supermarket di Afrika Selatan Mulai Batasi Pemakaian Kantong Plastik

Pelanggan di Seattle dan Vancouver akan menjadi yang pertama melihat tutup baru ini diimplementasikan pada musim gugur ini, peluncuran dilakukan bertahap di AS dan Kanada hingga tahun 2019. Peluncuran secara global dari penutup minim sedotan ini akan dimulai Eropa.

Kevin menambahkan, gerakan untuk menghilangkan sedotan plastik sekali pakai telah mendapatkan momentum luar biasa secara global dengan konsumen yang menunjukkan peningkatan kepedulian terhadap masalah limbah yang lebih besar, di mana sedotan hanyalah sebagian kecil dari masalah lingkungan.

“Target Starbucks untuk menghilangkan sedotan plastik dari gerai mereka secara global pada tahun 2020 menunjukkan pemikiran perusahaan yang jauh ke depan dalam menghadapi tantangan sampah secara keseluruhan,” ujar Erin Simon, direktur penelitian & pengembangan keberlanjutan dan ilmu material WWF Amerika.

BACA JUGA: KLHK Tegaskan Indonesia Siap Mengendalikan Sampah Plastik

Menanggapi hal tersebut, Switenia Puspa Lestari, penggagas Divers Clean Action (DCA), mengatakan bahwa sangat efektif menghilangkan sedotan sekali pakai dan menjangkau konsumen yang belum sadar akan bahaya sampah plastik sekali pakai.

“Salah satu restoran cepat saji, KFC, sejak Februari 2016, sepakat untuk mengurangi sedotan plastik. Setelah diuji coba di 6 gerai di Jabodetabek, (penggunaan sedotan plastik) berhasil turun 56 persen. Lalu dikembangkan lagi pada akhir November 2017 menjadi 450 gerai. Karena tuntutan makin besar, KFC setuju untuk mengembangkan ke skala nasional sejak Mei 2018 kemarin di 630 gerai di 34 provinsi,” ujar Tenia saat dihubungi Greeners, Kamis (12/07/2018).

Menurut Switenia, permasalah sampah sedotan plastik ini merupakan permasalah serius. Pasalnya, rata-rata setiap orang menggunakan sedotan sekali pakai sebanyak 1-2 kali setiap hari. Jika dihitung, diperkirakan pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya bisa mencapai 93.244.847 batang sedotan yang berasal dari restoran, minuman kemasan, dan sumber lainnya (packed straw).

“Persentase sampah sedotan plastik memang enteng sekali dibanding sampah plastik yang lain, tapi kalau dihitung per piece akan banyak sekali. Dan karena enteng itu pula, sedikit sekali sedotan yang bisa di daur ulang karena tidak laku di pasaran. Jadi kita harus eliminasi sampah jenis ini supaya tidak berakhir di laut, pantai, sungai karena tidak semua laku diambil pemulung atau pengepul,” kata Tenia.

Penulis: Dewi Purningsih

Top