Survei : Isu Lingkungan Masih Dianggap Kurang Menarik

Reading time: 2 menit
Konten pemberitaan seputar isu lingkungan belum menarik bagi masyarakat. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Riset terbaru Remotivi mengungkap, pemberitaan isu lingkungan masih kurang menarik di media. Padahal ini menjadi hal krusial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Apalagi masih ada 22,8 % masyarakat Indonesia yang menyangkal terjadinya perubahan iklim.

Paparan informasi dari berbagai platform media, mulai dari media daring, media sosial, televisi, dan lainnya berpengaruh terhadap kesadaran audiens memahami perubahan iklim.

Dalam temuan Remotivi, paparan informasi dari media memengaruhi tingkat kepercayaan audiens secara berbeda. Selain itu, keterlibatan audiens melakukan mitigasi iklim juga mayoritas masih berkutat pada aksi-aksi individual dalam aktivitas sehari-hari. Misalnya, mengkonsumsi produk ramah lingkungan.

“Temuan kami menunjukkan sekitar 60 % – 70 % responden sudah cukup rutin terlibat dalam mitigasi iklim di aktivitas hariannya. Selain itu, sebanyak 40 % responden pernah terlibat dalam aktivisme pro-lingkungan, setidaknya sekali dalam hidupnya,” kata editor Remotivi Geger Riyanto dalam diskusi bertajuk “Mendorong Media Menjadi Solusi Krisis Iklim”, Sabtu (27/2).

Ia menyebut, media sudah saatnya membangun agenda agar publik lebih aktif dalam mencegah kerusakan iklim yang lebih parah.

Namun, yang menjadi tantangan saat ini yaitu masih banyak perusahaan media yang menganggap pemberitaan isu lingkungan kurang menarik secara bisnis.

“Mulai dari rendahnya tingkat pembaca dan klik, hingga minimnya sumber daya manusia yang memiliki kapasitas membahas dan menulis isu lingkungan,” ungkapnya.

Riset ini juga mengonfirmasi saat ini masih terjadi kesenjangan kesadaran antara masyarakat umum dengan konsensus ilmiah terkait perubahan iklim. Artinya, masyarakat membutuhkan sumber informasi yang mudah dipahami, tetapi sesuai dengan konsensus ilmiah.

Perubahan iklim memberi dampak yang besar, salah satunya di bidang pertanian. Foto: Freepik

Komunikasi Isu Lingkungan dan Iklim Krusial

Senada, science journalist sebuah media online Dewi Safitri menyatakan, komunikasi isu iklim merupakan isu paling krusial untuk menghindari krisis iklim. “Gagal dalam mengkomunikasikan isu ini maka akan berdampak besar pada bencana iklim,” kata dia.

Misalnya dalam pemberitaan bencana hidrometeorologi banyak media yang menjadikannya sebagai headline. Namun, sangat sedikit media yang menyandingkannya dengan isu perubahan iklim. “Poinnya adalah bagaimana mengubah narasi bencana sebagai dampak perubahan iklim yang sangat jarang media lakukan,” tuturnya.

Ia menyebut, jargon-jargon dalam isu perubahan iklim masih kurang wartawan pahami secara luas. “Misalnya apa arti efek rumah kaca, FoLU net sink hingga jejak karbon kalau wartawannya sama sekali tak paham,” imbuhnya.

Ia menyebut pentingnya peningkatan kapasitas wartawan baik melalui workshop maupun peningkatan intensitas menulis meliput isu lingkungan tersebut. Selain itu, perlu pula pendanaan atau bantuan keuangan baik dalam kapasitas dan pelaporan hibah maupun kompetisi penghargaan.

Selain itu juga harus mendorong isu lingkungan, termasuk perubahan iklim menjadi isu mainstream seperti halnya isu-isu yang banyak masyarakat minati.

Penulis: Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top