Jakarta (Greeners) – Mengusung prinsip Ramadan minim sampah, warga RW 16, Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, menerapkan praktik guna ulang dalam penyediaan takjil di masjid. Praktik ini terbukti efektif dalam mengurangi sampah selama bulan Ramadan, terutama sampah dari kemasan wadah kotak makan sekali pakai.
Inisiatif guna ulang ini sebenarnya bukan hal baru bagi warga setempat, melainkan sudah berjalan sejak 2011. Inisiatif ini pertama kali diinisiasi oleh Fadjar Satyani, seorang warga setempat. Awalnya, Fadjar membeli 45 pack kotak makan guna ulang secara mandiri untuk mendorong sistem penggunaan wadah guna ulang bagi takjil di masjid. Melihat antusiasme warga dan permintaan yang terus meningkat, jumlah wadah guna ulang yang mereka sediakan pun terus bertambah.
“Seiring berjalannya waktu, jumlah yang pihak masjid minta semakin banyak. Dari 45, kemudian 50, lalu 75, dan sekarang sudah mencapai 100,” ujar Fadjar kepada Greeners pada Kamis (13/3).
Saat ini, ada dua jenis wadah guna ulang yang mereka gunakan. Satu set wadah untuk makanan utama, seperti nasi dan lauk pauk, dan satu set wadah cup untuk camilan seperti kolak. Setiap wadah juga dilengkapi dengan tulisan “Kembalikan Aku” sebagai pengingat agar wadah tersebut dikembalikan untuk digunakan kembali.
Alur praktiknya pun sangat sederhana. Setiap warga yang menerima takjil wajib mengembalikan wadah tersebut. Di masjid, sudah tersedia fasilitas khusus untuk menampung wadah-wadah tersebut. Setelah wadah terkumpul, tim pencuci wadah akan mencucinya dan mengembalikannya ke masjid pada pukul 11 siang.
Dengan sistem yang sudah terbentuk ini, baik warga dan penyelenggara merasa mudah untuk ikut serta dalam praktik guna ulang selama Ramadan.
Cegah Sampah ke TPA
Tak hanya itu, berkat kepedulian warga terhadap lingkungan, tim Program Kupilah dari Koperasi Kompos RW 16 juga telah menyediakan tempat sampah terpilah di masjid. Dengan demikian, pembuangan sampah di sana tidak tercampur-campur sehingga pengelolaannya mudah, terutama pada saat Ramadan ini.
Berdasarkan data dari tim Program Kupilah pada periode 1 hingga 13 Maret 2025, total sampah yang terkumpul mencapai 64,44 kilogram (kg). Rinciannya, sampah makanan mencapai 16,26 kg, kardus 19,88 kg, botol atau gelas plastik 19,66 kg, plastik tidak bernilai bersih 7,64 kg, dan residu 1 kg.
Praktik guna ulang ini berhasil mengurangi sampah yang masuk ke TPA hingga mencapai 98 persen. Sampah sisa makanan mereka olah dengan biokonversi maggot di Taman Kompos RW 016, sementara sampah daur ulang mereka salurkan ke pengepul. Kemudian, sampah residu akan petugas kebersihan angkut.
Fadjar mengtakan bahwa pengembalian wadah guna ulang oleh warga juga cukup konsisten. Ia mengatakan, “Paling 10 persen lah ya yang nggak balik gitu dari 100 pack.”
Pembagian takjil ini juga bukan hanya untuk warga yang tinggal di wilayah setempat saja. Pihak masjid juga membagikan takjil kepada musafir, pedagang, petugas keamanan, dan petugas kebersihan. Fadjar mengungkapkan bahwa sejauh ini orang yang mengambil takjil selain warga, mereka selalu mengembalikan.
“Contohnya tukang sol sepatu yang suka keliling komplek, ia mengembalikan wadah itu karena sudah ada tulisan untuk dikembalikan. Dari sini bisa terbukti bahwa ketika orang menyadari itu harus dikembalikan ya akan dikembalikan,” tambahnya.
Menghemat Pengeluaran
Fadjar mengatakan bahwa respons warga terhadap praktik ini juga begitu antusias. Sebab, mereka juga bisa menghemat pengeluaran untuk wadah kotak makan. Biasanya, per hari ada tiga rumah yang dijadwalkan untuk membuat takjil. Per rumah membuat 20 paket nasi serta lauk pauknya. Dengan demikian, kini sebagian besar warga sudah menggunakan wadah guna ulang untuk mengemas makanan tersebut.
Mulyati salah satunya. Ia menggunakan wadah guna ulang untuk membungkus satu paket makanan berisi nasi dan lauk pauknya. Satu paket makanan itu berisikan nasi, sayur, sambal, ayam, dan tempe. Ia merasa senang ketika tersedia wadah guna ulang.
“Iya pasti ini bikin hemat, ya. Biasanya kami beli wadah makanan untuk kotak makanan, sekarang udah nggak perlu, jadi lebih mudah,” katanya.
Tak Terlepas dari Tantangan
Namun, dalam mendorong sistem guna ulang pada bulan Ramadan di lingkup warga ini tentu tidak terlepas dari tantangan. “Perubahan gaya hidup di sini sebenarnya tidak mulus-mulus saja, ada naik turun,” ujar Fadjar.
Fadjar mengatakan ketika pertama kali mengajak warga untuk menggunakan wadah guna ulang, banyak di antaranya yang belum terbiasa. Namun, ia tidak memaksa mereka untuk ikut serta. Fadjar berusaha membuat praktik ini sederhana dan mudah, sehingga perlahan warga mulai melihat dampak positifnya. Perubahan pun terjadi secara bertahap.
Saat ini, tidak semua warga bersedia menyediakan takjil menggunakan wadah guna ulang. Sebab, sebagian dari mereka lebih memilih cara praktis dengan memesan dari warung lain. Namun, Fadjar mengatakan bahwa setelah sistem ini ada, meskipun warga memesan dari luar, mereka tetap tertarik membawa wadah guna ulang untuk dibungkus oleh warung tempat mereka memesan makanan.
“Yang terpenting itu adalah sebuah sistem, kalau sistemnya sudah ada warga pun perlahan akan mengikuti,” tambah Fadjar.
Salah satu hal yang terpenting saat ini juga adalah sosialisasi dan imbauan untuk mengurangi penggunaan sampah sekali pakai ini perlu dilakukan lebih intens, tidak hanya kepada masyarakat, tapi juga kepada pengurus masjid.
Menurutnya, pengurus masjid juga perlu menekankan pentingnya inisiatif ini kepada jamaah agar berjalan dengan baik. Selain itu, mereka juga bisa mempertimbangkan sistem prasmanan sebagai solusi untuk mengurangi kekhawatiran wadah yang tidak kembali.
Ramadan Minim Sampah Terbukti Efektif
Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara, menilai inisiatif ini menunjukkan bahwa sistem guna ulang dalam penyediaan takjil sangat memungkinkan untuk dipraktikkan. Sistem ini dapat berjalan secara efektif pada skala komunitas.
“Upaya ini juga menanamkan kebiasaan baru bagi masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap wadah yang mereka gunakan, sesuatu yang sering diabaikan dalam praktik konsumsi sehari-hari,” kata Rahyang.
Menurutnya, praktik guna ulang seperti warga RW 16 ini berkontribusi signifikan dalam mengurangi timbulan sampah. Terutama, kemasan makanan dan minuman yang biasanya meningkat selama Ramadan.
“Jika praktik ini dapat diperluas ke lebih banyak masjid dan komunitas, dampaknya terhadap pengurangan sampah plastik selama Ramadan bisa sangat besar,” tambahnya.
Namun, untuk memperluas praktik ini, perlu faktor pendukung. Di antaranya edukasi dan sosialisasi dari masjid serta panitia penyelenggara mengenai pentingnya guna ulang. Kemudian, perlu penyediaan fasilitas pendukung dan kolaborasi antara berbagai pihak. Selain itu, kebijakan pemerintah daerah yang mendukung implementasi guna ulang ini juga penting.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia