WRI Rilis 32 Perusahaan Pembakar Hutan di Riau

Reading time: 2 menit

Jakarta (Greeners) – World Resources Institute (WRI), sebuah pusat studi kebijakan dan analisis yang berbasis di Washington DC, Amerika, merilis 32 perusahaan yang terkait dengan peristiwa kebakaran yang melanda Riau. Kebakaran di Riau tersebut telah menimbulkan kabut asap di Singapura dan Malaysia. WRI menyebutkan ada 17 perusahaan pemegang konsesi hutan tanaman industri dan 15 perusahaan pemegang konsesi perkebunan sawit. ( http://goo.gl/vfnpW )

WRI merilis nama-nama perusahaan tersebut berdasarkan analisa titik api dari data satelit yang diperoleh dari NASA (Informasi Kebakaran Untuk Sistem Manajemen Sumber Daya /FIRMS)  rentang waktu 12-20 Juni 2013 dan peta konsesi untuk kelapa sawit, konsesi penebangan, dan konsesi hutan tanaman industri, tahun 2010, dari Kementerian Kehutanan RI.

Sebagian besar peringatan kebakaran NASA berada di dalam Provinsi Riau, dan terutama dalam batas-batas hutan tanaman industri dan konsesi kelapa sawit. Sekitar 52 persen dari total kebakaran terjadi di dalam daerah-daerah konsesi. Peringatan kebakaran yang berada di hutan lindung atau konsesi untuk penebangan selektif jumlahnya jauh lebih sedikit.

WRI menyebutkan perusahaan yang merupakan bagian dari grup Sinar Mas dan Raja Garuda Mas (RGM) memiliki konsesi dengan jumlah peringatan kebakaran terbesar. Bila digabungkan, kedua kelompok ini berkontribusi lebih dari 50 persen dari titik api di semua konsesi.

Sampai berita ini dimuat, Greeners telah menghubungi dan masih menunggu konfirmasi dari pihak Raja Garuda Mas, termasuk berusaha menghubungi pihak Sinar Mas Forestry.

 

Penanganan kebakaran

Melihat dampak kebakaran di Riau tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah memerintahkan penanganan bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan. Dari laman Sekretariat Kabinet menyebutkan perintah dikeluarkan pada saat Presiden menerima Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif di kantor Presiden, Jakarta, Kamis (20/6) malam. Presiden memerintahkan kepada Kepala BNPB untuk memegang kendali penanganan bencana asap tersebut, dan dilakukan secepatnya dengan melibatkan potensi nasional yang ada.

Sedangkan Menteri Lingkungan Hidup (MenLH) Balthasar Kambuaya yang telah ke lokasi pada akhir minggu kemarin menegaskan KLH telah melakukan penyelidikan di lokasi kebakaran serta telah mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan pembakaran dalam membuka lahan. Dia berjanji akan membawa perusahaan-perusahaan tersebut ke jalur hokum.

Balthasar menyebutkan ada delapan perusahaan sawit asal Malaysia yang teridentifikasi melakukan pembakaran. Pihaknya masih melakukan investigasi dan konfirmasi terhadap perusahaan tersebut. Delapan perusahaan tersebut yaitu PT LIH, PT BKS, PT TMP, PT ULD, PT AP, PT JJP, PT MGI, dan PT MAL.

Dan 14 perusahaan lainnya yang telah disebutkan teridentifikasi melakukan pembakaran, KLH masih melakukan penyelidikan. MenLH mengatakan jumlah perusahaan bisa bertambah sesuai penyelidikan di lapangan.

“Jika nantinya datanya sudah cukup lengkap, kasus ini tetap kita lanjutkan ke pengadilan. Karena itu dalam proses penyelidikan ini, kita tetap berkoordinasi dengan Polda Riau dan Kejaksaan Riau,” katanya.

Bila terbukti membakar hutan, perusahaan tersebut dapat dikenakan hukuman, yaitu Pasal 98 ayat (1) UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup     menyebutkan pelaku pembakaran lahan diancam hukuman minimal tiga tahun penjara, maksimal 10 tahun penjara dan denda minimal Rp3 miliar, maksimal Rp10 miliar.

Bila kebakaran itu menyebabkan jatuhnya korban maka pelaku pembakaran lahan diancam hukuman minimal empat tahun penjara, maksimal 12 tahun penjara dan denda minimal Rp4 miliar, maksimal Rp12 miliar.

Apabila kebakaran tersebut menyebabkan hilangnya nyawa, maka pelaku diancam hukuman minimal lima tahun penjara, maksimal 15 tahun penjara dan denda minimal Rp5 miliar, maksimal Rp15 miliar.

Sesuai pasal 116 UU Nomor 32 Tahun 2009, pidananya dijatuhkan kepada pemberi perintah dan pimpinan badan usaha, tanpa melihat apakah pembakaran lahan itu dilakukan secara perorangan atau bersama-sama. Hukuman ditambah dengan pemberatan sepertiga dibandingkan dengan pembakaran lahan yang dilakukan orang pribadi. (G03/G32)

Top