YLKI Serukan Penggunaan BBM yang Lebih Ramah Lingkungan

Reading time: 2 menit
Polusi Udara
Polusi kendaraan bermotor sumbang pencemaran udara. Foto: Shutterstock

Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) kendaraan bermotor di Indonesia masih belum ramah lingkungan. Ketika negara lain mulai menetapkan Euro 4 sebagai standar penggunaan BBM, Indonesia masih menggunakan standar Euro 2. Bumi Pertiwi butuh lompatan agar dapat mengejar negara-negara lain.

Jakarta (Greeners) – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyarankan Indonesia untuk segera meninggalkan BBM yang tidak ramah lingkungan dan mengancam kesehatan.

Industri otomotif Indonesia, lanjutnya, masih menggunakan BBM berstandar Euro 2. Padahal dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan menyertakan Euro 4 sebagai standar penggunaan BBM.

Dia menilai kondisi tersebut di sisi lain membuat industri otomotif Indonesia hanya jago kandang dan kalah bersaing di pasar internasional. Pasalnya, negara lain sudah menetapkan Euro 4 sebagai standar, bahkan mulai melirik Euro 6 sebagai standar.

“Kualifikasi kita tida bisa bersaing di global karena belum Euro 4. Kita akan ketinggalan lagi karena nanti akan Euro 6, kita masih Euro 2. Negara lain sudah melirik Euro 6,” ujar tulus dalam Seri Webinar Penggunaan BBM Ramah Lingkungan, Rabu, (10/3/2021).

Transformasi Penggunaan BBM Ramah Lingkungan Belum Signifikan

Tulus menyebut adanya program Langit Biru sebagai upaya untuk membuat udara di Indonesia lebih bersih. Namun, sejak mendengung pada 1996, program tersebut masih belum optimal. Salah satunya adalah dari segi penggunaan BBM kendaraan bermotor.

Dia menyebut untuk mewujudkan program tersebut setidaknya butuh standar Euro 2 sebagai bahan bakar utama. Namun, selama 25 tahun program berjalan Indonesia masih bergelut dengan standar Euro yang lebih rendah.

“Memang sudah digunakan Euro 2, tapi jumlah masih sedikit dan belum signifikan. Kita masih bergelut dengan premium yang belum memenuhi standar Euro sebab masih Ron 88,” katanya.

Secara sederhana standar Euro adalah standar ambang batas emisi dari Eropa pada kendaraan bermotor baru. Emisi kendaraan bermotor mengandung nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), total hidrokarbon (THC), dan partikulat (PM) yang berdampak negatif pada lingkungan dan makhluk hidup bila melebihi ambang konsentrasi tertentu. Semakin besar angka pada standar Euro, maka BBM yang digunakan harus lebih ramah lingkungan.

bbm kotor

Industri otomotif Indonesia masih menggunakan BBM berstandar Euro 2. Foto: Shutterstock.

Baca juga: ICEL: Jangan Terjebak Presentase Penurunan Deforestasi

KLHK: Masyarakat Cenderung Memilih BBM Lebih Murah

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ratna Kartikasari, menyatakan masyarakat mudah abai terkait regulasi yang mengatur tentang BBM.

Adapun beberapa varian bahan bakar di Indonesia, sambungnya, memiliki rentang harga yang lebar. Alhasil masyarakat cenderung lebih memilih BBM dengan harga paling murah.

“Dengan banyak jenis rentang harga lebar, masyarakat memilih paling murah. Kesehatan jadi nomor sekian,” jelasnya.

Sementara itu, Executive Director Institute for Essential Services Reform (IESR), Febby Tumiwa, menekankan perlu ada pengendalian pilaku masyarakat melalui regulasi.

Dia mereken, regulasi harus melindungi kepentingan publik yang luas. Terkait harga bahan bakar murah, dia menilai dalam penyertaan harga bahan bakar perlu ada komponen dampak lingkungan atau kesahatan dari bahan bakar tersebut.

“Kalau bahan bakar terlalu murah —kayak sekarang kita lihat premium relatif murah dibanding daya beli– kita kecenderungannya mengonsumsi bahan bakar itu (dan) tidak ada keinginan untuk kendaraan sehat,” tegasnya.

Penulis: Muhamad Ma’rup

Top