Elang Flores, Raptor Langka dari NTT yang Semakin Terancam

Reading time: 3 menit
Elang Flores
Elang Flores. Foto : Abdul Azis Gizan

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi dengan keanekaragaman hayati sangat kaya di Indonesia. Kawasan tersebut banyak menjadi habitat flora dan fauna endemik khas Indonesia seperti Elang Flores.

Nisaetus floris atau elang Flores adalah jenis burung pemangsa yang berasal dari famili Accipitridae. Ia dianggap sebagai “key species” berkat perannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem sekitar.

Hewan bergenus Nisaetus ini sempat ahli anggap berkerabat dengan ras Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus). Meski selanjutnya diketahui, bahwa keduanya memiliki morfologi yang cukup berbeda.

Melansir IUCN Red List, status konservasi elang ini disebut sangat terancam (Critically Endangered). Populasi mereka pakar nilai semakin menipis, akibat tingginya aktivitas perburuan di alam liar.

Karakterisitik dan Ciri-Ciri Burung Elang Flores

Spesies N. floris tergolong sebagai burung berukuran besar. Mereka dapat tumbuh sepanjang 71 – 82 cm dengan ciri khas kepala berwarna putih, serta garis-garis cokelat di bagian mahkotanya.

Tubuh bagian atas elang Flores biasanya berwarna cokelat kehitaman. Dada dan perut mereka tampak berwarna putih, dengan corak garis tipis (seperti palang) berwarna cokelat kemerahan.

Bagian ekornya memiliki enam garis gelap berwarna cokelat, sedang bagian kakinya berwarna putih terang. Saat usia remaja, kepala burung ini terlihat lebih pucat daripada individu dewasa.

Kendati demikian, tidak ada perbedaan signifikan antara jenis burung jantan dan juga betina. Jika kita telaah lebih jauh, keduanya justru tampak cukup mirip dengan elang brontok muda.

Elang Flores memakan kawanan burung, kadal, ular dan mamalia kecil lainnya. Sebab habitatnya semakin tergerus, ia juga kerap memangsa hewan peliharaan warga sehingga dianggap hama.

BACA JUGA : Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, Dr. Amir Hamidy Soroti Tren Pelihara Reptil

Persebaran, Habitat dan Kebiasaan Nisaetus floris

Melihat peta persebarannya, Nisaetus floris hanya bisa kita temukan di sebagian wilayah timur Indonesia. Mereka menyebar mulai dari Pulau Flores, Pulau Sumbawa hingga Pulau Lombok.

Menurut beberapa sumber, burung elang Flores juga sempat ditemukan di wilayah Palu dan Pulau Komodo. Namun, kebenaran atas informasi tersebut belum dapat ahli validasi sampai saat ini.

Pada dasarnya, pakar percaya bahwa habitat asli mereka berada di hutan hujan dataran rendah. Walau pada penelitian lainnya, dijumpai pula spesies N. Floris di area hutan dekat kaki gunung.

Habitat pegunungan burung ini dipercaya hingga 1.000 m di atas permukaan laut. Ia terbang di dekat area hutan utuh atau semi utuh, serta di sepanjang sisi lereng gunung dan di atas kanopi hutan.

Fauna berordo Accipitriformes ini lebih sering terlihat sendirian atau berpasangan. Mereka bertengger di ranting pohon untuk beristirahat, sambil memamerkan keindahan mahkotanya.

BACA JUGA : Pohon Trembesi, Flora Peneduh yang Handal Menyerap CO2

Mengapa Elang Flores Terancam Punah?

Merujuk laman Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), populasi elang Flores saat ini diprediksi berkisar 100 – 200 individu atau kurang dari 100 pasang saja.

Sedang berdasarkan ekstrapolasi dari kisaran wilayah jelajahnya (sekitar 38,5 km2), kemungkinan ada 10 pasang N. floris di Pulau Lombok, 38 pasang di Sumbawa, dan 27 pasang di Pulau Flores.

Perlu diketahui, secara nasional elang berjenis ini sejatinya termasuk dalam satwa dilindungi oleh negara. Hal itu sudah sesuai dengan PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Terancamnya populasi elang Flores sebenarnya tak jauh dari ulah manusia. Selain diburu karena dianggap hama, masifnya aktivitas perambahan hutan membuat habitat mereka kian tergerus.

Padahal bagi sebagian warga lokal, burung yang dikenal dengan nama Ntangis, Toem atau Empo ini dinilai suci karena berhubungan erat dengan kebudayaan serta adat-istiadat setempat.

Bagi masyarakat Suku Manggarai di bagian barat Flores misalnya, toem diperlakukan secara layak, tidak boleh ditangkap, dibunuh atau disiksa, sebab dianggap sebagai leluhurnya manusia.

Penulis : Yuhan Al Khairi

Top