Ikan Coelacanth, Penguasa Lautan Sejak Zaman Purba Kala

Reading time: 2 menit
coelacanth
Coelacanth (Latimeria menadoensis). Foto: wikimedia.org

Bumi kita telah melewati berbagai proses pembentukan dari masa ke masa. Dari kurang lebih 13 zaman pembentukan bumi, zaman Devonian merupakan zaman yang mengacu pada evolusi oleh beberapa kelompok ikan. Zaman ini muncul pada 400 juta tahun silam, sehingga dikenal juga dengan sebutan ‘zaman Ikan’.

Ternyata, ikan yang hidup pada zaman purba tersebut diduga masih hidup hingga sekarang dan uniknya lagi spesies mereka hidup di wilayah perairan Indonesia. Bukti penampakannya adalah dengan ditemukan spesimen ikan purba ini di perairan Sulawesi Utara, pada 5 November 2014.

Coelacanth atau dikenal dengan istilah ikan raja laut diasumsikan berkerabat lebih dekat ke hewan berkaki empat (tetrapoda) dan ke ikan paru (lungfish) dari pada ke jenis-jenis ikan biasa yang kita lihat. Ikan-ikan yang biasa kita lihat atau grup Teleostei bernenek moyang ikan yang disebut Paleoniscoids yang melimpah di zaman Carbon sampai permulaan Triasic (lebih kurang 100 juta tahun lalu). Kehidupan ikan ini telah lama ada di bumi, bahkan mereka sudah hidup sebelum zaman Jura (periode munculnya dinosaurus di muka bumi).

Hanya terdapat dua spesies coelacanth di dunia, selebihnya telah punah dan menjadi fosil. Kepunahan tersebut diperkirakan pada akhir masa Kretaseus sekitar 65-70 juta tahun lalu. Oleh karena itu, ikan coelacanth hidup sering juga disebut dengan ikan fosil.

Jenis coelacanth yang masih hidup ditemukan di wilayah perairan timur Indonesia yaitu jenis Latimeria menadoensis, dan yang ditemukan di laut dalam sebelah timur Afrika yaitu jenis Latimeria chalumnae. Perbedaannya terdapat pada warna kulit Latimeria menadoensis yang berwarna coklat sedangkan Latimeria chalumnae berwarna biru baja.

Menurut peneliti ahli kelautan Jepang Yoshitaha Abe, penemuan coelacanth yang berada di timur Indonesia dan timur Afrika, diduga kedua spesies ikan purba tersebut terpisah akibat adanya pergeseran lempeng benua. Pergeseran kontinen selesai sekitar 60 juta tahun lalu. Pergerakan kontinen ke utara turut membantu terbentuknya Nusantara dan jarak dengan Afrika semakin jauh.

Adapun ciri-ciri fisik coelacanth antara lain ekor ikan purba ini berbentuk seperti kipas dengan mata yang besar dan sisik yang terlihat tidak sempurna (seperti batu). Tulang belakangnya terdiri dari tulang-tulang kartilago.

Berdasarkan beberapa sumber yang didapat, habitat ikan ini berada pada kedalaman 700 meter di bawah permukaan laut dengan suhu maksimal 18°C, terkadang mereka bisa berada pada kedalaman laut 200 meter. Panjang tubuh coelacanth dapat mencapai 6 kaki atau sekitar 2 meter dengan bobot tubuh berkisar 95 kg atau lebih.

Coelacanth dapat mengkamuflasekan dirinya dengan karang-karang gua laut. Bentuk tubuhnya pun belum berubah sejak zaman Devonian.

Sayangnya coelacanth pernah ditemukan berada dalam kondisi terancam dan mengkhawatirkan. Portal Tribunnews.com pernah memberitakan, pada tahun 2012 ikan coelacanth ditemukan mati dengan menelan banyak sampah di perairan Manado. Kegiatan dan aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan sangatlah merugikan lingkungan sekitar perairan.

Ikan ini adalah spesies langka yang dilindungi. Coelacanth (Latimeria menadoensis) masuk kedalam IUCN Red List dengan status Terancam Punah. Semua hewan yang masuk dalam daftar merah itu tidak boleh ditangkap apalagi diperjualbelikan. Di Indonesia, coelacanth termasuk ikan yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999.

Apabila anda penasaran dengan wujud asli ikan ini, silahkan berkunjung ke Laboratorium Herpetologi, Gedung Widya Satwaloka, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor.

coelacanth

Penulis: Sarah R. Megumi

Top