Merbau, Kayu Berkualitas dari Papua yang Rentan Pembalakan Liar

Reading time: 3 menit
bunga pohon merbau
Merbau, Kayu Berkualitas dari Papua Rentan Pembalakan Liar. Foto: Shutterstock.

Pohon Merbau (Intsia bijuga O.K) merupakan primadona di hutan Papua. Masyarakat Papua mengenalnya dengan sebutan ‘kayu besi’ karena kayunya yang keras. 

Merbau merupakan jenis pohon yang sangat terkenal dalam dunia perdagangan kayu Indonesia. Tanaman ini bernilai ekonomi tinggi dan berguna untuk bahan bangunan atau alat rumah tangga. Ia termasuk ke dalam famili Fabaceae yang tersebar mulai dari Sumatra sampai Papua.

Ragam Spesies Pohon Merbau

Berdasarkan kajian pustaka Dwi Puji Lestari Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (2011), terdapat sembilan spesies di beberapa belahan dunia. Di Indonesia, misalnya,ada tiga macam merbau yaitu, Intsia bijuga, Intsia palembanica, dan Intsia acuminata.

Ketiga spesies tersebut tumbuh di Papua, tetapi hanya jenis Intsia bijuga dan Intsia palembanica yang masyarakat manfaatkan secara komersil. Umumnya, Instia bijuga banyak hidup di daerah dataran rendah dengan jenis tanah endapan atau berpasir agak berbatu. Sedangkan Instia palembanica dapat tumbuh di dataran rendah hingga tinggi.

Ia juga memiliki beragam nama di setiap tempat. Di Papua Nugini dan wilayah Pasifik, contohnya, masyarakat menyebut merbau dengan nama kwila. Di Filipina bernama ipil dan ipil laut. Warga Malaysia menamainya ipil, ipil tandok, ipeh, malapari, merbau ayer, merbau changkat dan merbau laut, dan di Thailand dijuluki praduu thale dan lumpho-thale (PROSEA 1994; Dinas Kehutanan Irian Jaya 1976).

Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan (2010) mencatat, sistem penyerbukan merbau mengandalkan serangga. Perkawinan sendiri mungkin terjadi apabila penyerbukan terjadi dalam satu pohon.

Kayu merbau banyak bermanfaat untuk konstruksi bangunan, bantalan kereta api, rangka jembatan, dinding, lantai, cetakan, dan furnitur. Limbahnya juga berguna sebagai briket arang (Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 2010).

Aktivis Soroti Penebangan Liar Pohon Merbau

Pemenuhan kebutuhan kayu merbau sampai saat ini masih dari hutan alam. Maraknya penebangan secara besar-besaran menyebabkan timbulnya kecemasan dari berbagai pihak akan kelestarian jenis ini. Serikat Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) menempatkan jenis Intsia bijuga ke dalam kategori rentan (vulnerable) sejak 1998.

Berdasarkan Press Conference penerbitan laporan Kaoem Telapak dan Environmental Investigation Agency (EIA) berjudul “Criminal Neglect: Gagalnya Penegakan Hukum Dalam Menghentikan Pembalakan Liar di Indonesia” pada Rabu (13/1/2021), mengungkap bahwa dari setidaknya lima puluh perusahaan yang telah terbukti menjual kayu ilegal secara langsung maupun tidak langsung. Hanya kurang dari sepuluh perusahaan melalui proses hukum di pengadilan.

Laporan berjudul “Criminal Neglect: Gagalnya Penegakan Hukum Dalam Menghentikan Pembalakan Liar di Indonesia” merupakan analisis tentang tindakan penegakan hukum dan proses peradilan terhadap sejumlah perusahaan dan direktur perusahaan karena memperdagangkan kayu ilegal pada tahun 2018-2020. 

pohon merbau

Pemenuhan kebutuhan kayu merbau sampai saat ini masih dari hutan alam. Foto: Shutterstock.

Baca juga: Meninjau Pohon Merbau Indonesia

Lima Puluh Perusahaan Perdagangkan Kayu Intsia Ilegal

Dalam konferensi pers tersebut, Direktur Eksekutif Kaoem Telapak, Abu Meridian, menjelaskan investigasi Kaoem Telapak dan EIA masih menjumpai operasi pembalakan liar kayu ini di perbatasan Kabupaten Jayapura dan Sarmi (Papua), dan melibatkan beberapa oknum antara lain calo, banyak perusahaan, serta sejumlah pejabat yang korup.

“Masih ada lebih dari lima puluh perusahaan yang jelas-jelas ditemukan memperdagangkan kayu merbau yang didapatkan secara ilegal yang belum terjangkau penegakan hukum,” ungkap Abu.

Dalam konferensi pers tersebut Abu merekomendasikan jika suatu perusahaan dianggap bersalah melakukan pembalakan liar, maka Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) harus dicabut. Selain itu, direktur dan pemilik perusahaan harus dicegah agar tidak mendirikan perusahaan baru dan mendapatkan sertifikat SVLK baru untuk perusahaan tersebut.

Abu juga menambahkan hasil penyelidikan Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus diunggah ke situs web SILK (Sistem Informasi Legalitas Kayu) dan informasi tersebut harus dapat diakses untuk umum.

Taksonomi Merbau

Taksonomi Merbau

Penulis: Sarah R. Megumi

Sumber:

Laman Kaoem Telapak

Top