Ramin yang Terancam Punah: Sang Diva di Kalangan Kayu

Reading time: 3 menit
buah ramin
Ramin yang Terancam Punah: Sang Diva di Kalangan Kayu. Foto: Wikipedia.

Mari mengenal ramin, tumbuhan kayu komersial yang menjadi primadona dalam dunia perdagangan kayu.

Ramin berasal dari marga Gonystyus. Di daerah, pohon ini warga beri nama gaharu buaya (Serawak Malaysia Timur, Sumatra dan Kalimantan), medang keladi (Kalimantan) ramin, melawis, ramin telur (Paninsular Malaysia).

Jenis ini banyak tumbuh di daerah Paninsular (Malaysia) bagian Tenggara, Sumatra bagian Timur dan Selatan, Kalimantan bagian Barat, dan Tengah serta di daerah Serawak (Makaysia Bagian Timur).

Yulita Kusumadewi, et al (2010), dalam Jurnal Biologi Indonesia, menyebutkan negara penghasil kayu ramin yang potensial saat ini hanya Indonesia dan Malaysia.

Persebaran Ramin

Ramin adalah jenis pohon endemik komersial, penyebaran alaminya terbatas pada hutan rawa gambut.

Di Indonesia, ramin hanya tumbuh di hutan gambut dan tersebar secara mengelompok di wilayah pulau Sumatra dan Kalimantan.

Berdasarkan beberapa sumber tulisan ilmiah, penyebaran dan pertumbuhan ramin pada hutan rawa gambut sangat terpengaruh oleh ketebalan gambut.

pohon ramin

Di Indonesia, ramin hanya tumbuh di hutan gambut dan tersebar secara mengelompok di wilayah pulau Sumatra dan Kalimantan. Foto: Wikipedia.

Ciri-Ciri dan Morfologi Ramin

Pohon ramin dapat tumbuh dengan baik pada kedalaman lebih dari 500 cm atau paling tidak dt atas 120 cm.

N.M. Heriyanto dan R. Garsetiasih, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor dalam Buletin Plasma Nutfah (2006), menjelaskan secara morfologi, ramin merupakan pohon yang selalu menghijau dan membutuhkan banyak cahaya, sementara permudaan (fase vegetatifnya) membutuhkan naungan yang sedang.

Bentuk daun ramin bulat telur dan ujungnya berlipat, tulang daun banyak tetapi tidak nyata.

Buah ramin selalu pecah tiga bila merekah. Batang ramin umumnya lurus dan tingginya dapat mencapai 40-45 m, tinggi batang bebas dengan cabang mencapai 20-30 m tanpa banir.

Berdasarkan tulisan ilmiah Utami, et al (2006) dalam “Media tumbuh Gonystylus bancanus”, kunggulan dari ramin adalah kayunya berwarna keputihan dengan corak yang khas.

Keunikan ini membuat ramin bernilai sangat tinggi. Warga mengolah pohon ini sebagai kayu kabinet dekoratif, mebel, interior, pembuatan venir, kayu lapis, dan lain-lain. Selain keunggulan kayunya, getah ramin juga awam gunakan sebagai pewangi dupa atau kemenyan.

Baca juga: Badak Jawa, Satwa Bercula Satu yang Pernah Dianggap Hama

Kayu Ramin dan Hutan Rawa Gambut

Ramin merupakan salah satu kayu ekspor utama Asia Tenggara. Indonesia merupakan pengekspor terbesar, disusul Malaysia (Ning Wikan Tami et al, 2006 dalam jurnal Biodiversitas). Negara-negara Eropa merupakan pengimpor utama kayu ramin.

Sayangnya hutan rawa gambut di Indonesia banyak mengalami kerusakan, karena telah berubah menjadi lahan terbuka. Hal ini pun berdampak langsung terhadap keberadaan ramin yang semakin langka di alam.

Seperti halnya dengan jenis kayu komersil lainnya, kayu ramin telah banyak tereksploitasi.

Tingginya harga jual dan besarnya kebutuhan pasar terhadap jenis kayu ini ternyata membuat maraknya kegiatan penebangan di kawasan hutan rawa gambut.

Illegal Logging Kayu Ramin

Sejak tahun 1998 aktivitas Illegal logging telah teridentifikasi menjadi semakin marak dan kayu ramin menjadi salah satu kayu terpopuler yang menjadi incaran para penebang di Sumatra dan Kalimantan.

Bahkan pada tahun 1999, aktivitas illegal logging di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting volume penebangan ilegal kayu ramin mencapai 5.000 m3 setiap minggunya (dilansir dari tulisan ilmiah pada laman fwi.or.id).

Pada tahun 2004, kayu ramin masuk dalam appendix II dari CITES. Apendix II artinya perdagangan kayu ramin harus diatur dan diawasi secara ketat tidak hanya oleh negara penghasil tetapi juga oleh seluruh negara anggota CITES.

 taksonomi ramin 

Penulis: Sarah R. Megumi

Editor: Ixora Devi

 

Top