Tuba, Biopestisida Andal Pembasmi Hama Tanaman dan Ikan Liar

Reading time: 3 menit
tanaman tuba
Tuba (Derris elliptica). Foto: flickr.com

Penggunaan pestisida sintetis secara terus-menerus dapat menimbulkan resistensi (ketahanan) hama dan penyakit terhadap pestisida tertentu. Untuk itu perlu mencari senyawa alternatif pengganti pestisida sintetis, salah satunya berasal dari tumbuhan tuba (Derris elliptica). Tanaman tuba dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida karena lebih ramah lingkungan.

Tanaman tuba termasuk ke dalam famili Fabaceae (Leguminosae). Tuba merupakan tanaman liar yang dapat dibudidayakan. Budidaya tanaman ini mulai dari India hingga Papua Nugini, termasuk seluruh kawasan Asia Tenggara, Afrika dan Amerika.

Hingga saat ini lebih dari 80 spesies tanaman tuba tersebar dari selatan-timur Asia (Adharini, 2008). Tanaman tuba yang tersebar di seluruh Nusantara ditemukan mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m dari permukaan laut. Tuba mempunyai nama yang berbeda-beda di setiap daerah. Di Jawa dikenal dengan nama besto atau oyod tungkul. Di daerah Sunda dikenal dengan nama tuwa lalear atau tuba leteng. Di Kalimantan Barat dikenal dengan nama akar jenu.

Tuba tumbuh di tempat yang tidak begitu kering. Biasanya tumbuhan ini tumbuh di tepi hutan serta pinggir sungai. Pada tahun 1940 luas tanaman tuba di Indonesia ditaksir sekitar 7000 ha. Pada tahun tersebut produksi akar tuba kering antara 1-2,5 ton/ha dengan jumlah ekspornya mencapai 570 ton, baik yang berasal dari perkebunan maupun dari tanaman rakyat (Mujinan 1981). Namun keberadaan akar tuba sudah semakin langka, baik di perkarangan rumah maupun di perkebunan (Adharini, 2008).

tanaman tuba

Secara morfologi tanaman ini merupakan liana atau tumbuhan merambat dalam hutan tropis. Batang tuba membelit dengan panjang 5-10 meter. Foto: wikimedia commons

Secara morfologi tanaman ini merupakan liana atau tumbuhan merambat dalam hutan tropis. Batang tuba membelit dengan panjang 5-10 meter. Batangnya berkayu dan bercabang monopodial. Ranting tuba tua berwarna coklat dengan lentisel (pori-pori yang menonjol) berbentuk jerawat.

 

Daunnya tersebar dengan panjang poros daun 13-23 cm, anak daun berjumlah 7-15, bertangkai pendek, memanjang sampai bentuk lanset atau bulat telur terbalik dengan ukuran panjang 4-24 cm dan lebar 2-8 cm. Sisi bawah daun berwarna hijau keabu-abuan atau hijau kebiru-biruan, anak daun yang masih muda berwarna ungu. Panjang tangkai dan anak tangkai bunga 12-6 cm. Jumlah biji 1-3 dengan musim berbuah pada bulan April-Desember. Buah polong berbentuk oval sampai memanjang dengan ukuran 3,5-7 cm.

Tanaman tuba yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian akar karena mengandung senyawa rotenone (C23H22O6) yang merupakan senyawa aktif untuk membunuh hama tanaman dan ikan liar. Senyawa ini digolongkan ke dalam kelompok flavonoid. Senyawa lain yang terkandung dalam tuba adalah deguelin, tefrosin dan toksikarol, tetapi daya racunnya tidak sekuat rotenone.

Rotenone 15 kali lebih toksik dibandingkan nikotin dan 25 kali lebih toksik dibanding potassium ferrosianida. Dalam beberapa kajian ilmiah rotenone relatif aman terhadap kesehatan manusia atau kepada hewan bedarah panas (Kardinan, 2001). Akar tuba selain berfungsi sebagai bahan penangkap ikan di kolam dan perairan bebas, akar ini juga dapat digunakan untuk memberantas ikan liar di tambak. Bubuk akar tuba efektif untuk membasmi poecilia reticulate yaitu jenis ikan pengganggu di kolam air tawar dan payau.

Sebelum insektisida organik sintetik digunakan secara luas, para petani di Jawa sering menggunakan cairan perasan tembakau dan akar tuba untuk mengendalikan kutu tanaman dan beberapa jenis ulat pada tanaman palawija dan sayuran tertentu. Disamping itu akar tuba juga bermanfaat sebagai medis seperti obat kudis dan sebagai bahan anti nyamuk yang ramah lingkungan dan tidak mengganggu terhadap kesehatan manusia.

tanaman tuba

Penulis: Sarah R. Megumi

Top