Ronal Surapradja Miris Pengelolaan Kekayaan Alam Indonesia

Reading time: 2 menit
Ronal Surapradja. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Sumber daya alam yang begitu kaya di Indonesia seharusnya sejalan dengan kesejahteraan rakyatnya, mengingat kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa ini sangatlah besar. Namun kenyataannya, kekayaan alam ini justru berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi warga yang tinggal di wilayah penghasil sumber daya alam tersebut.

Komedian yang juga penyiar di salah satu stasiun radio swasta di Jakarta, Ronal Sunandar Surapradja pun mengaku miris terhadap keadaan ini. Ronal bahkan mengaku sedih terhadap maraknya praktek-praktek eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol dan akhirnya malah merugikan masyarakat Indonesia sendiri.

Pria berdarah Sunda yang lahir 37 tahun lalu ini mengaku mempelajari banyak hal terkait sumber daya alam Indonesia dari sang Istri yang merupakan alumni dari Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI).

Saat ditemui di sela-sela sebuah acara di Jakarta beberapa waktu lalu, Ronal mengatakan bahwa meski sudah 70 tahun Indonesia merdeka, namun yang terjadi tetap saja Indonesia masih belum berdaulat atas negaranya sendiri, khususnya untuk kekayaan alam Indonesia.

“Berapa banyak sih yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi itu punya orang Indonesia atau bahkan milik pemerintah Indonesia yang digunakan untuk kemakmuran masyarakat Indonesia? Enggak banyak kan? Semua punya perusahaan asing. Memang pajaknya besar, tapi yang mereka dapatkan itu kan jauh lebih besar. Lihat Papua, provinsi dengan kekayaan alam yang begitu besar tapi menjadi daerah dengan tingkat kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan yang juga tinggi,” tutur pria berambut keriting ini.

Menurut Ronal, banyak perusahaan-perusahaan yang tidak sebesar Freeport atau Newmont pun berkonflik dengan masyarakat. Ia juga menyayangkan tidak ada penyelesaian yang pasti dari pemerintah terhadap masalah konflik sumber daya alam.

Program corporate social responsibility (CSR) yang dijalankan oleh perusahaan untuk masyarakat, lanjut Ronal, pun tidak mampu membendung efek kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang dihasilkan dari praktek eksploitasi perusahaan tersebut.

“CSR mereka itu hanya memberi kepada masyarakat di sekitar perusahaan mereka. Sementara kerusakan lingkungan kan tidak seperti itu. Rusak di sini, bukan berarti hanya di sini saja tapi ada dampaknya dengan lingkungan lainnya. Seharusnya memang sudah benar kalau Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang bunyinya ‘Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’ itu harus direalisasikan. Kembalikan semua pada undang-undang,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top