Rachmat Witoelar, Tak Lelah Tangani Perubahan Iklim

Reading time: 4 menit
Rachmat Witoelar. Foto: greeners.co

Jakarta (Greeners) – Keriput terlihat jelas di sekitar ke dua matanya, rambutnya pun sudah mulai menipis. Demikian juga dengan badannya yang terlihat sudah tidak tegap lagi. Namun, dalam usianya yang telah mencapai 74 tahun, semangat ala anak muda masih tampak dalam diri Rachmat Witoelar.

Hari itu, Rachmat mengatakan bahwa dirinya baru beberapa hari berada di Jakarta setelah sebelumnya melakukan perjalanan tugas di Eropa, New York, dan Tokyo. Namun, tidak tampak tanda kelelahan pada wajah Rachmat. Ia pun terlihat santai dalam setelan kemeja berwarna krem dengan motif bergaris yang ditutupi rompi berwarna hitam.

“Selasa depan saya masih harus ke Brisbane,” ujar Rachmat membuka percakapan dengan Greeners pada Jumat (9/10) lalu di kantornya di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.

Menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim, mengharuskan Rachmat Witoelar kerap berkeliling ke mancanegara. Bidang perubahan iklim bukanlah hal baru bagi Rachmat. Ia sempat menjabat sebagai Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) tahun 2010-2015 sebelum lembaga itu dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo pada Januari lalu. Rachmat juga pernah menduduki posisi Menteri Negara Lingkungan Hidup era Kabinet Indonesia Bersatu I periode 2004-2009.

Bagi Rachmat, perubahan iklim sudah sepantasnya mendapat porsi tersendiri dalam dunia politik. Pasalnya, perubahan iklim merupakan isu yang menyangkut langsung terhadap keberadaan semua spesies di bumi ini, termasuk manusia. Terlebih, memasuki milenium ke tiga, perubahan iklim menjadi salah satu isu yang seakan tidak ada hentinya dibahas dalam dunia internasional. “Karena untuk mengambil keputusan-keputusan dalam perubahan iklim masuknya ke dalam bidang politik,” ujar Rachmat.

Ketika menjabat sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat juga mengemban tugas sebagai presiden dari beberapa lembaga internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Lembaga internasional tersebut adalah United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan United Nation Environmental Program (UNEP). Selain itu, Rachmat juga sempat menjabat sebagai Presiden Konferensi Para Pihak Konvensi Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP) ke 13 yang diadakan di Bali pada Desember 2007.

Dalam bukunya, “Catatan Rachmat Witoelar”, Rachmat menyatakan bahwa ia tidak pernah menyangka akan memimpin sebuah lembaga internasional. Kepada Greeners, Rachmat mengatakan masa-masa tersebut adalah puncak dalam puluhan tahun karir yang telah dilaluinya. Ia pun mengenang penyelenggaraan COP 13 di Bali sebagai momen istimewa dalam hidupnya. “Karena posisi saya sejajar dengan Presiden Indonesia dan Sekjen PBB,” katanya sambil tersenyum.

Dalam konferensi tersebut, Rachmat yang menjadi Presiden COP 13 ditempatkan bersama dalam satu meja dengan Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono dan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon.

Top