Widya Fatriasari, Raih Gelar Profesor dari Riset Biomassa

Reading time: 3 menit
Orasi ilmiah Widya Fatriasari dalam penganugerahan gelar profesor riset. Foto: BRIN

Jakarta (Greeners) – Berbagai riset untuk mencari energi terbarukan pengganti bahan bakar energi fosil terus peneliti lakukan. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satunya bioetanol. Namun, karena harganya yang masih relatif mahal maka perlu inovasi konversi biomassa menjadi energi.

Pakar bidang teknologi bioproses Widya Fatriasari dalam orasi pengukuhan profesor riset menyatakan, Indonesia memiliki potensi biomassa lignoselulosa yang tinggi namun belum optimal pemanfaatannya.

“Sementara saat ini pemanfaatan bioetanol terkendala pada nilai keekonomisan yang belum tercapai. Sehingga perlu pengembangan teknologi konversi biomassa menjadi bioetanol yang efisien dan murah,” katanya di Jakarta, baru-baru ini.

Dalam kesempatan itu, Widya membawakan orasi ilmiah berjudul “Teknologi Konversi Biomassa Untuk Pengembangan Bioproduk Berbasis Selulosa dan Lignin Sebagai Sumber Energi Terbarukan dan Material Berkelanjutan”.

Menurutnya, riset teknologi pemanfaatan biomassa menjadi energi terbarukan penting. Dalam hal ini menggunakan material berkelanjutan berbasis selulosa dan lignin melalui riset yang telah peneliti lakukan di laboratorium.

Pengembangan teknologi ekstraksi selulosa dan lignin dari biomassa dapat menghasilkan berbagai bioproduk. Harapannya dapat menjadi substitusi produk berbasis fosil yang bersifat tidak terbarukan.

“Upaya ini dapat menjadi penguatan pemanfaatan hasil samping limbah industri dan meningkatkan nilai ekonomi limbah biomassa,” ucapnya.

Widya mengungkap produk berbahan bakar fosil sangat tidak ramah lingkungan dan semakin menipis ketersediaannya. Oleh karenanya, bioproduk berbasis lignin dan selulosa hasil konversi biomassa berpeluang sebagai substitusi yang lebih efektif dan efisien.

Konversi Biomassa yang Ramah Lingkungan

Adapun tahapan penting dalam proses konversi biomassa menjadi bioproduk berbasis selulosa dan lignin adalah fraksionasi atau praperlakuan. Kemudian hidrolisis, fermentasi dan peningkatan mutu.

Teknologi praperlakuan secara biologis yang ramah lingkungan perlu dikombinasikan dengan praperlakuan kimia dan fisik seperti iradiasi gelombang mikro. Tujuannya agar proses dapat berlangsung lebih cepat dan rendemen selulosa meningkat.

Widya juga mengungkap, perbesaran skala dan adaptasi kondisi lingkungan masih jadi tantangan di sektor industri. “Invensi yang sudah diperoleh pada skala laboratorium merupakan modal awal bagi langkah-langkah selanjutnya untuk komersialisasi produk hasil riset,” ucapnya.

Ia juga menyatakan, pentingnya kehadiran kebijakan pemerintah yang ramah riset dan inovasi untuk mendukung penciptaan bioproduk nasional berbasis biomassa.

“Integrasi riset teknologi konversi biomassa dapat dilakukan dari hulu sampai hilir dengan melibatkan berbagai pihak terkait termasuk pemerintah dan industri,” imbuhnya.

Foto bersama sejumlah profesor riset lainnya. Foto: BRIN

Miliki Segudang Pengalaman

Widya Fatriasari menamatkan pendidikannya di SDN Kedunglurah I Trenggalek tahun 1990, SMPN Pogalan Trenggalek, tahun 1993, dan SMAN Durenan Trenggalek, tahun 1996. Ia memperoleh gelar sarjana kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2001.

Kemudian gelar Magister Manajemen dari Magister Manajemen Agribisnis IPB tahun 2004. Lalu gelar Doktor bidang Teknologi Serat dan Komposit dari Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2014.

Widya juga memiliki segudang pengalaman. Ia pernah menjadi tim Perencanaan dan Monitoring (PME) tingkat Kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH)-LIPI (2017-2020). Selain itu juga Ketua tim PME Pusat Penelitian (Puslit) Biomaterial LIPI (2020). Sejak tahun 2019 menjadi ketua kelompok penelitian di Pusris Biomassa dan Bioproduk BRIN.

Dalam bidang karya tulis, ia telah menghasilkan 152 karya tulis ilmiah, baik yang ia tulis sendiri maupun bersama penulis lain. Memiliki 20 paten terdaftar, satu hak cipta, satu desain industri, satu paten tersertifikasi, satu modul pelatihan, dan memiliki satu lisensi.

Widya aktif dalam berbagai organisasi profesi ilmiah seperti Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI). Selain itu juga Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI), Asosiasi Alumni JSPS Indonesia (JAAI), dan Himpenindo.

Ia pun pernah menerima penghargaan perolehan paten terbanyak tingkat LIPI periode 2020-2021 pada tahun 2021. Lalu penghargaan peneliti muda berprestasi (Himpenindo Award) pada tahun 2021, dan penghargaan Satyalancana Karya Satya X tahun dari Presiden RI pada tahun 2016.

Selain Widya, dalam kesempatan itu ada tiga periset lain yang dikukuhkan sebagai profesor riset. Mereka antara lain yaitu Augy Syahailatua dari Pusat Riset Oseanografi, Yenny Meliana dari Pusat Riset Kimia Maju, dan Bambang Sunarko dari Pusat Riset Mikrobiologi Terapan.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top