Aliansi Mahasiswa Peduli Satwa Tolak Sirkus Lumba-Lumba

Reading time: 2 menit
Aliansi Mahasiswa Peduli Satwa melakukan aksi protes pertunjukan sirkus lumba-lumba yang diselenggarakan di Lapangan Rampal, Kota Malang, Jawa Timur pada Kamis (31/03/2016). Foto: greeners.co/HI

Malang (Greeners) – Aliansi Mahasiswa Peduli Satwa melakukan aksi protes pertunjukan sirkus lumba-lumba yang diselenggarakan di Lapangan Rampal, Kota Malang, Jawa Timur, pada Kamis lalu. Aksi ini dilakukan di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur dengan membentangkan gambar-gambar kekejaman dan perlakuan lumba-lumba di dalam pertunjukan sirkus. Mereka juga menggelar teatrikal sebagai gambaran eksploitasi lumba-lumba yang menyebabkan mamalia air tersebut stres, mengalami malnutrisi, hingga mendapat perlakuan yang menyimpang.

Koordinator aksi Algriawan Bayu menyatakan, selain menggelar aksi penolakan, laporan tertulis juga sudah mereka kirimkan kepada Pemerintah Kota Malang, Komando Daerah Militer V Brawijaya Kota Malang dan Dinas Pendidikan Kota Malang.

Dalam laporan itu, Aliansi Mahasiswa Peduli Satwa memaparkan temuan-temuan ketika pertunjukan sirkus berlangsung. Mereka mendokumentasikan dalam bentuk foto dan video yang menunjukkan bahwa pertunjukan tersebut tidak sesuai dengan aspek-aspek kesejahteraan hewan yang meliputi kebebasan dari rasa lapar dan haus, kebebasan dari rasa tidak nyaman, kebebasan dari rasa nyeri, sakit, dan penyakit, dan kebebasan dari rasa takut dan tertekan (stres).

“Kondisi kandang sempit, air kolam tidak sama dengan air laut, serta bising suara penonton dapat menyebabkan lumba-lumba stres,” kata Algriawan, Kamis (31/03).

Aksi teatrikal sebagai bentuk protes terhadap pertunjukan sirkus lumba-lumba. Foto: greeners.co/HI

Aksi teatrikal sebagai bentuk protes terhadap pertunjukan sirkus lumba-lumba. Foto: greeners.co/HI

Menurutnya, lumba-lumba dalam sirkus yang digelar Wersut Seguni Indonesia (WSI) juga terindikasi menderita malnutrisi dan perilaku menyimpang. Selain itu, dalam sehari terdapat empat hingga enam kali pertunjukan dengan durasi sekitar 45 menit.

Algriawan menjelaskan di laut lepas, lumba-lumba hidup berkelompok dengan daya jelajah 100 kilometer per hari. Satwa yang dikenal cerdas ini juga peka terhadap bunyi-bunyian sehingga terpapar suara bising tepuk tangan penonton dan pengeras suara lain akan membuat lumba-lumba stres.

Selain lumba-lumba, tim juga menemukan satwa langka lain yang juga digunakan sebagai hiburan di sirkus tersebut, seperti beruang madu, kakatua jambul kuning, dan otter atau sejenis berang-berang.

Mereka berharap Pemerintah Kota Malang tidak lagi mengizinkan pertunjukan sirkus satwa lumba-lumba dan lainnya. Serta, Dinas Pendidikan Kota Malang agar mengeluarkan larangan pada guru dan pelajar berkunjung ke sirkus lumba-lumba.

Dihubungi terpisah, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah Malang-Batu menyatakan bahwa pemilik sirkus telah mengantongi izin lengkap melakukan pertunjukan. “PT. WSI memiliki izin peragaan dan juga izin sebagai lembaga konservasi dengan taman konservasi satwa berlokasi di Jawa Tengah,” kata Iman, petugas BKSDA Malang-Batu.

Sehingga, lanjut Iman, WSI tidak bermasalah lantaran telah mengantongi perizinan yang dibutuhkan. Meski demikian, jika ada informasi tentang lumba-lumba yang mengalami malnutrisi, stres dan berperilaku menyimpang, pihaknya akan melaporkan temuan itu kepada atasannya.

Dalam regulasi di Indonesia, perlindungan lumba-lumba telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, PP no 7 tahun 1999, dan PP No 8 Tahun 1999. Namun, di sisi lain, pemerintah juga bertindak lunak dengan mengeluarkan aturan yang memperbolehkan serta mengatur konservasi lumba-lumba khusus untuk peragaan di luar unit lebaga konservasi melalui Permenhut No. P.52/Menhut-II/2006 jo P.40/Menhut-II/2012 tentang peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi, serta mengacu pada Pedoman Dirjen PHKA No. P.16/SET-IV/2014 tentang Pedoman Peragaan Lumba-Lumba.

“Peraturan-peraturan ini merupakan ironi bagi perlindungan satwa di Indonesia,” kata Algriawan.

Penulis: HI/G17

Top